INTERVENSi KEPERAWATAN KELUARGA


Tahap intervensi ini diawali dengan penyelesaian perencanaan perawatan. Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang; klien (individu atau keluarga), perawat, dan anggota tim pera­watan kesehatan yang lain, keluarga luas, dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial kelu­arga,
Mengikuti pengkajian terhadap keluarga dan diskusi bersama terhadap keprihatinan-keprihatinan dan masalah-masalah keluarga, perawat kelu­arga dan keluarga perlu memutuskan apakah inter­vensi keluarga diusulkan. Kriteria untuk membuat keputusan tennasuk keinginan dan motivasi kelu­arga dalam menerima bantuan dan mencoba memecahkan masalah-masalahnya, dan tingkat berfungsinya keluarga, tingkat keterampilan keluarga itu sendiri, serta sumber-sumber yang tersedia (Wrightdan Leahey, 1984).
Di samping rutinitas perawatan yang bersifat preventif dan promosio-nal. Wright dan Leahey menyarankan bahwa normalnya keluarga memerlukan bantuan dalam situasi sebagai berikut:
1. Sebuah keluarga menjadi penyebab suatu masalah di mana hubungan di antara para ang-gota keluarga terganggu,
2. Seorang anggota keluarga menjadi penye­bab suatu penyakit yang mempunyai pengaruh buruk terhadap anggota keluarga yang lain.
3. Anggota keluarga memperbesar gejala-gejala atau masalah seorang individu.
4. Kemajuan kesehatan seseorang anggota kelu-arga menimbulkan gejala atau kemerosotan pada seorang anggota keluarga yang lain.
Selarna pelaksanaan intervensi-intervensi perawatan, data-data baru secara terns menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respons-respons dari klien, perubahan-perubahan situasi, dll.) dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi dengan keluarga dan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan.

TINGKATAN INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA
Ada bermacam-macam tingKat intervensi pera­watan keluarga dalam hubungannya dengan kompleksitas intervensi itu sendiri. Wright dan Leahey (1984) membaginya menjadi dua tingkatan inter­vensi—intervensi permulaan dan intervensi yang telah maju. Pada praktik perawatan keluarga ting­kat dasar, intervensi bersifat suportifdan mendidik (edukatif), dan langsung ke arah sasaran. Sedang-kan pada tingkat yang telah maju, intervensi meliputi sejumlah intervensi terapi keluarga yang ber­sifat psikososial dan tidak langsung.

TIPOLOGI INTERVENSI KEPERAWATAN
Klasifikasi Freeman's.
Freeman (1970), dalam naskah keperawatan kesehatan klasik, mengkla-sifikasi intervensi sebagai berikut:
1. Suplemental. Di sini perawat berlaku seba­gai pemberi pelayanan perawatan langsung dengan mengintervensi bidang-bidang yang keluarga tidak bisa melakukannya.
2. Fasilitatif. Dalam hal ini perawat keluarga menyingkirkan halailgan-halangan terhadap pelayanan-pelayanan yang diperlukan, seper-ti pelayanan medis, kesejateraan sosial, trans-portasi dan pelayanan kesehatan di rumah.
3. Perkembaiigan. Tujuan-tujuan perawatan di-arahkan pada perbaikan kapasitas penerima perawatan agar dapat bertmdak atas nama dirinya (mempromosikan kelompok keluarga dalam hal perawatan din dan tanggungjawab pribadi). Membantu kelu.arga memanfaatkan sumber-sumber perawatan kesehatan pribadi seperti sistem dukungan sosial internal mau-pun, eksternal dalam satu intervensi sernacam itu (Milardo, 1988),
Klasifikabi Menurut Wright Dan Leahey
Wright dan Leahey (1984) membicarakan secara mendalam proses implementasi intervensi perawatan keluarga yang diarahkan secara pro-fesional. Mereka menggolongkan intervensi keluarga dalam tiga tingkatan fungsi keluarga:
a. Kognitif.
b. Afektif
c. Perilaku

Intervensi yang Ditujukan pada Perubahan Perilaku Keluarga
Ketika para perawat bckerja dengan keluarga, intervensi pun diarahkan untuk membantu ang-gota keluarga mengubah perilaku mereka, dengan tujuan akhirnya untuk memperkokoh fungsi keluarga atau tingkat kesejahteraan yang tinggi. Untuk perawat yang bekerja dengan keluarga da­lam jangka waktu yang lama, haros diingat bahwa pembahan dalam keluarga akan membuahkan hasil "setelah beberapa waktu, lewat serentetan gerakan intenvensif, masing-masing menjadi lebih besar daripada informasi yang diperoleh. dan sebagian dilakukan lewat observasi hasil mter-vensi-intervensi sebelumnya" (Hartman dan Laird, 1983. hal 306).
Konsep-konsep pembahan bersifat sangat niembantii meniikirkan cara-cara menolong kelu­arga agar bembah. Wright dan Leahey (984) me-wamai sejumlah konsep pembahan yang mereka anggap penting dalam membantu mereka bekerja sama dengan keluarga-keluarga yang bermasalah:
- Perubahan tergantung kepada konteks.
- Perubahan tergantung kepada persepsi (dari klien) terhadap masalah.
- Perubahan tergantung kepada tujuan-tujuan yang realistis.
- Pemahaman itu sendiri tidak menyebabkan perobahan.e
- Perubahan tidak periu terjadi secara merata pada semua anggota keluarga.
- Perubahan dapat saja memiliki banyak sekali penyebab.

INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA KHUSUS
Banyak sekali intervensi keperawatan keluarga yang ada, yang dapat digunakan dalam bekerja dengan keluarga. Intervensi mana yang dipilih dan seringkali menjadi hasil dari model teoritis yang digunakan oleh perawat keluarga dalam perawat-an keluarga tertentu, dan dibuat pula diagnosa keperawatan keluarga serta pemmusan tujuan-tu-juannya. Misalnya bimbingan antisipasi (sema-cam strategi pengajaran) ditekankan dalam per-kembangan model'(model perkembangan) sedangkan strategi intervensi krisis serir&g diguna-kan jika suatu model keluarga stres dan model koping dsgunakan dalam praktik. .
Malahan strategi-strategi intervensi khusus yang digunakan oleh profesional perawatan kese-hatan bersama keluarga mungkin tergantung kepada tingleat berfungsinya keluarga. Leavitt (1982) mengklasifikasikan keluarga dalam tipe-tipe yang sangat fusigsional, agak disfungsional, sangat disfungsional, akut dan sangat disfungsio­nal, dan kronis. Intervensi perawatan beraneka macam, tergantung kepada tingkat fungsionalitas keluarga. Misalnya, dengan keluarga yang sangac fungsional, tindakan-tindakan perawatan keluarga semata-mata bersifat promotif dan preventif (pengajaran dan penyediaan informasi). Berbeda dengan tipe-tipe keluarga yang sangat disfimg-sional dan akut, terapeutik jangka pendek dan panjang, dan tindakan-tindakan yang suportifdais" promotif (Leavitt, 1982).
Intervensi - intervensi yang diimplementasikan, tergantung kepada keluarga, karena keluarga me-rupakan partisipan aktifdalam penyusunan tujuan dan seleksi intervensi. Dalam hal tertentu, stra-tegi edukatif (pengajaran) dan suportif meropa-kan inti dari strategi intervensi tanpa memandang semua faktor yang terlibat.
Dalam setiap yang bab yang berbicara tentang pengkajian dan intervensi, juga diidentifikasikan intervensi-intervensi tertentu yang ditekankan pa-da bidang-bidang tertentu..

Intervensi Keperawatan Keluarga
- Modifikasi Perilaku
- Pembuatan Kontrak
- manajemen / koordinasi kasus
- strategi – strategi kolaboratif
- konseling termasuk dukungan, penilaian kognitif dan membuat kembali kerangka.
- memberi kuasa kepada keluarga lewat partisipasi aktif.
- modifikasi lingkungan
- advokasi keluarga
- intervensi krisis keluarga
- membuat jaringan kerja termasuk penilaian kelompok bantuan diri dan dukungan sosial
- model peran


RINTANGAN TERHADAP PENGIMPLEMENTASIAN INTERVENSI

Apatis dan Perbedaan Nilai.
Dalam melaporkan karya dengan keluarga-keluarga misJkin dan yang berbeda-beda secara budaya dalam komuinitas. Dyer (1973) menyebutkan dua masalah terkait yang mana mempertentangkan perawat kelu-j arga—yaitu apatis dan ketidaktegasan keluarga. Masalah pertama dari permasalahan perilaku ini tidak harus diakui sebagai sebuah masalah utama, tapi yang lebih penting, harus diinterpretasikan menurut artinya yang tepat.
Masalah pertama dari permasalahan perilaku ini adalah apatis. Manifestasi perilaku dari apatis sangat nampak. Ketika perawat menemukan ma-salah-masalah kesehatan yang ia rasakan sangat mempengaruhi keluarga dan mendiskusikan ma-salah-masalah ini dan rekomendasi-rekomendasi, keluarga memberikan rekomendasari dengan sikap "so what" (mengaipa hal tersebut sangat pen-ting?, mengapa saya harus perhatikan) dan tidak memberikan landa-tanda untuk melakukan tindak-an atau tanda-tanda keprihatinan. Apakah kelu­arga benar-benar tidak memperhatikan? Tidak selalu demikian. Hal ini senantiasa menjadi masa­lah bahwa ada perbedaan dalam nilai-nilai, khu-susnya jika keluarga berasal dari latar belakang sosioekonomikatau etnis yang berbeda. Padahal, perawat merasa bahwa kesehatan seharusnya menjadi prioritas tertinggi, dan kebutuhan dasar psikologis serta keselamatan bagi keamanan eko-nomi.rumah yang layak huni, dan makanan yang cukyp seperti ini bagi keluarga-keluarga semacam itu memiliki urgensi yang lebih besar. Banyak sekali praktik dalam bidang kesehatan (rtiis., nu-trisi yang direncanakan secara hati-hati, kebersih-an. perawatan kesehatan preventif).
Dengan demi-kian, apa yang perawat pandang sebagai apatis benar-benar merupakan lanjutan dari pengalaman hidup keluarga dan perbedaan dalam nilai-nilai. Perawat yang soring dihadapkan dengan tugas-tugas untuk mencoba menolong keluarga dalam upaya memperoleh kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendasar, sehingga mereka dapat mena-ngani perbaikan kesehatan mereka sendiri.
Bahkan tugas pendidikan lebih sulit jika ja-ringan kerja sosial keluarga atau sistem sosial (kerabat. teman-teman dan tetangga) tidak mendu-kung tindakan kesehatan yang diperlukan« Beberapa riset menunjukan bahwa jika anggota suatu kelompok mengadopsi praktik-praktik barn yang'' saling mendukung satusama lain, maka kemung-kinan perubahan perilaku akan lebih besar. Ber-dasarkan pemahaman ini, banyak terapeutik dari kelompok bantuan mandiri yang telah terbentuk untuk membantu para anggota keluarga menga­dopsi pola-pola perilaku yang barn (mis., Alcoho­lic Anonymous, Parent Anonymous, Weight Watchers, Colostomy Club, Reach for Recovery., kelompok-kelompok psikoterapi).

Apatis, Keputusaan/dan Kegagalan
Di samping perbedaan nilai, apatis juga boleh jadi hasil suatu perasaan putus asa—suatu keyakinan bahwa apa saja yang dikerjakan oleh keluarga tidak akan menjadi masalah atau fatalisme—pera­saan bahwa "Apa yang akan terjadi, terjadilah." Fatalisme merupakan. suatu paham sentral di kalangan kaum miskin dan kaiim tidak berdaya. Masalah-masalah tersebut mungkin terialu berat bagi individu-mdividu 'untuk mereka tahu dari mana mereka hams mulai. Dengan memecahkan suatu tugas menjadi tugas-tugas yang lebih kecil, yaitu dengan langkah-langkah yang bemmtan, mungkin cara ini dapat membantu sebuah keluarga maju terns ke arah suatu tujuan secara sukses yang mulanya nampak ddak bisa diatasi. Mungkin ha­ms diingat bahwa mencoba tidak m6nyelesaikan suatu tujuan merupakan Suatu cara yang lazim untuk koping terhadap "menyelamatkan muka/' karena cara ini menghindari rasa malu akibat kegagalan

Apatis dan Kegagalan.
Penjelasan kedua .perilaku apatis pada sisi keluarga adalah. bahwa ; anggota keluarga merasa adanya kegagalan men" capai efekti vitas dan tersedianya pelayanan. "Jadi Saya menderita kanker? Takada yang bisa dilaku-kan bila mereka benar-benar! menemukannya!" Tanpa suatu persepsi. bahwa penanganan yang efektif dan yang dapat diterapkan benar-benar ada, klien tidak akan mencari pelayanan perawatan kesehatan (Becker, 1972). Perawat yang berpusat pada keluarga periu meneliti situasi di mana apatis tersebut berada dan mencoba menentukan apa yg sedang terjadi. Apakah informasi yang salah tentang masalah, atau keuangan, atau tentang .najemen sumber-sumber dalam keluarga, atau•asaan takut yang beriebihan.

Ketidaktegasann.
DYER (1973)) menggambarkan, ketidaktegasan sebagai bidang perilaku yang ketiga, yang ditemukan oleh perawat di dalam komunitas sebagai suatu masalah. Dalam hal ini, keluarga nampaknya tidak apatis, tapi juga tidak tegas. Apa yang menyebabkan jenis perilaku ini? Dyer mengklasifikasi beberapa di antaranya. Per-tama ketidaktegasan diakibatkan oleh ketidak," mampuan melihat kelebihan dari suatu tindakan terhadap suatu tindakan lain. Apa yang dikerjakan, keuntungan dan kemgian nampaknya sama saja. Dalam hal ini perawat periu membantu keluarga memecahkan masalah menggali berbagai tindakan pro dan kontra, di samping perasaan anggota kelu­arga.
Diharapkan proses ini menghasilkan suatu pendekatan yang dapat memperoleh superioritas dalam pikiran anggota keluarga sehingga mereka bisa,ambil tindakan., Beberapa klien yang matian-matian mengmginkan saran langsung tentang apa yang hams dikerjakan. Pertimbangan yang sangat hati-hati periu diberikan atas permintaan mereka. Kadang-kadang ketergantungan sementara, mem-pakain kesempatan yang paling baik, tapi umum-ny a pendekatan ini hanya mampu memecah.kan masalah tertentu, dan sementara itu keluarga tidak meiripelajari bagaimana mengkopmg masalah berikutnya secara mandiri. Menjadi seorang i-ndi-vidu sumber pendukung merupakan peran yang lebih disenangi.
Ketidaktegasan mungkin juga merupakan aki bat dari perasaan takut dan masalah-masalah yang tidak diekspresikan.Ansietas dan takut yangjela tidak mampu memobilisasi kemampuan memecahkan masalah.
Pengambilan keputusan secara de-facto (membiarkan hal-hal terjadi) boleh jadi merupakan bagian dari gaya hidup keluarga. Jenis pengambilan keputosan ini terbukti menonjol dalam keluarga yang tercerai berai dan keluarga miskin

EVALUASI
Komponen ke lima dari proses keperawatan ada-lah evaluasi. Evaluasi didasarkari pada bagaimana efektifnya intervensi-intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Keefek-tifan ditentukan dengan melihat respons keluarga dan hasil (bagaimana keluarga memberikan res­pons), bukan intervensi-intervensi yang dimplementasikain Sekali lagi evaluasi mempakan suatu upaya bersama antara perawat dan keluarga.
Meskipun evaluasi dengan pendekatan ter-pusat pada klien paling relevan, sering kali mem-buat frustrasi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam membuat kriteria objektif untuk hasil yang dikehendaki dan karena faktor-faktor di luar inter­vensi-intervensi terencana yang mengintervensi dan mempengaruhi hasil keluarga/klien. Karena faktor-faktor semacam itu, seorang tidak pernah bisa melihat kemanjuran dari intervensi kepera­watan secarajelas dan "murni."
Rencana perawatan mengandung kerangka kerja evaluasi. Jika secarajelas telah digambarkan tujuan perilaku yang spesifik, maka hal ini dapat berfungsi sebagai kriteria evaluasi bagi tingkat efektivitas yang telah dicapai. Bahkari dalam beberapa cohtoh, mungkin perlu mengembangkan kriteria yang lebih spesifik bagi evaluasi tujuan. Misalnya, tujuannya, "Keluarga akan mengupaya" kan perawatan medis bagi bayinya yang sakit," mungkin Sebih membutuhkan kriteria yang lebih spesifik untuk memlai apakah tujuannya telah di­capai. Kriteria untuk evaluasi boleh jadi meiiputi fakta bahwa keluarga telah ditangani oleh seorang ahli pedriatik dan bayi yang menderita penyakit. Akan tetapi, dalam banyak kasus, tujuan yang ditulis dalam istilah-istilahkhusus untukmenghm-dari perkembangan kriteria selanjutnya, seperti "Anak akan memperoleh pelayanan diagnosa dan penanganan dari ahli pedriatik dalam jangka waktu 1 hingga 3 hari."
Evaluasi mempakan proses berkesinambung-an yang terjadi setiap kali seorang perawat mem-perbaharui rencana asuhan keperawatan. Sebelum perencanaan-perencanaan dikembangkan dan di-modifikasi, perawat bersama keluarga perlu melihat tindakan-tindakan perawatan tertentu apakah tindakan-tindakan perawatan tersebut benar-benar membantu. Jika respons terhadap intervensi perawatan tidak dievaluasi secara ber-sama-sama, makatindakan perawatan yang efektif akan tetap ada.
Berikut ini pertanyaan-pertanyaan yang perlu difenungkan ketika melakukan evaluasi:
1. Apakah ada Konsensus antara keluarga dan anggota tim perawatan kesehatan lain dalam hal evaluasi?
2. Data tarnbahan apa yang perlu dikumpulkan untuk mengevaluasi perkembangan?
3. Apakah terdapat hasil tersembunyi yang perlu dikembangkan?
4. Jika perilaku dan persepsi keluarga menyata-kan bahwa masalah dimaksud diselesaikan secara tidak memuaskan, maka apa alasan-nya?
5. Apakah diagnosa keperawatan, tujuan-tuju-an, dan pendekatan-pendekatan bersifat realistis dan akurat?
Ada bermacam-macam metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang paling penting adalah bahwa metode tersebut harus di-sesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sedang dievaluasi.

MODIFIKASI
Modifikasi mengikuti perencanaan. evaluasi dan mulai dengan proses siklus kembali ke pengkajian dan pengkajian ulang dengan memberikan informasi yang diperoleh dari'pertemuan-pertemuan sebelumnya, dan lalu ditemskan dengan revisi setiap fase dalam siklus bila dibutuhkan. .
Seringkali, modifikasi ini sulit dilakukan, karena hanya akan mendatangkan frustrasi dan menurunkan egoserta mengakui bahwa evaluasi dan implementasi kita tidak berjalan efektif. Sehingga dalam bekerja dengan keluarga untuk jangka waktu yang lama, serigkali kita hanya meli­hat perolehan hasil yang begitu lambat, atau tidak ada kemampuan sarna sekali—paling tidak pada saat kita bekerja dengan mereka. Dalam hal ini kita perlu yakin bahwajika kita meneruskan penelitian kita untuk mendapat suatu diagnosa yang lebih akurat atau suatu perencanaan yang lebih efektif, kita puriya kesempatan untuk ber-hasil dan sumber-sumber yang perlu dikembang-kan akan setara dengan hasildiperoleh. Akan tetapi, yang paling penting adalah menyimpang dalam benak prinsip-prinsip penentuan diri sen-diri—bahwa keluarga mempunyai hak memutus-kan apa yang terbaik bagi mereka dan membuat keputusan-keputusan menyangkut kesehatan me­reka sendiri.
Next Post Previous Post