Pedagang Besar Farmasi Tidak Boleh Impor Obat
Pedagang Besar Farmasi (PBF) tidak boleh lagi mengimpor obat dari luar negeri. Registrasi obat impor hanya boleh dilakukan industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri. Ketentuan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI 1010/MENKES/PER/XI/2008 tanggal 3 November 2008 tentang Registrasi Obat.
Hal itu disampaikan Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) dalam wawancara dengan Majalah TRUST dan Reuters berkaitan dengan penolakan Gabungan Perusahaan Farmasi Internasional (IPMG) terhadap Kepmenkes No. 1010 Tahun 2008 di Jakarta tanggal 26 November 2008.
Menurut Menkes, dalam keputusan sebelumnya yakni Keputusan Menkes No. 1191 Tahun 2002, Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran perbekalan farmasi. Penanggung jawabnya seorang apoteker dan dibantu asisten apoteker.
Pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 1010/MENKES/ PER/XI/2008, PBF yang mempunyai kompetensi seperti itu tidak layak mengimpor obat dari luar negeri. Yang boleh mengimpor obat dari luar negeri adalah industri farmasi karena obat impor harus diregistrasi lagi di Indonesia untuk menjamin keamanan, khasiat dan mutunya sampai dengan pasca pemasaran, ujar dr. Siti Fadilah Supari.
Sistem organisasi PBF anggota IPMG tidak memenuhi syarat ketentuan sebagaimana diatur dalam Kepmenkes No. 1010 Tahun 2008, yakni tidak memiliki fasilitas produksi di Indonesia. ”Itu sangat merugikan. Seharusnya obat diimpor oleh industri obat. Kalau PBF bisa begitu, semua memilih menjadi PBF saja dan para investor di sini bisa lari semua. Justru dengan Keputusan Menkes No. 1010 Tahun 2008 ini diharapkan investor datang ke Indonesia”, ungkap Menkes.
”Saya menginginkan keadilan. Saya tidak anti bekerja sama dengan asing. Tetapi saya ingin bekerja sama dengan adil. Indonesia punya pangsa pasar paling besar di ASEAN, mungkin terbesar setelah India dan China. Penduduk Indonesia 220 juta, sementara 30% dari jumlah itu masih membeli obat yang mahal. Bangunlah pabrik di Indonesia agar keuntungannya mengalir ke rakyat, karena bisa mengurangi pengangguran”, ujar Dr. Siti Fadilah Supari.
Berdasarkan Permenkes No. 1010 Tahun 2008 tentang registrasi obat, registrasi obat baik produksi dalam negeri, obat impor, obat khusus untuk ekspor, maupun obat yang dilindungi paten hanya bisa dilakukan industri farmasi. Impor obat diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tetapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri, ujar Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Setjen Depkes RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi telp./fax. 52921669 atau email puskom.publik@yahoo.co.id.
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/