Kehamilan Ektopik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan Ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Sebahagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang berimplantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus.
Karena banyaknya resiko dari kehamilan ektopik ini, untuk menghindari klien dari bahaya yang tidak diinginkan, maka diperlukan asuhan kebidanan yang intensif. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus ” Kehamilan Ektopik ” di OK UGD RSUP DR. M. Djamil Padang.
1.2 Permasalahan
Dalam penulisan ini permasalahan yang diambil adalah bagaimana dampak kehamilan ektopik terhadap klien di OK UGD RSUP Dr. M. Djamil Padang.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menjelaskan apa itu kehamilan ektopik .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian tentang definisi dari Kehamilan ektopik
1.3.2.2 Mampu menjelaskan etiologi dari kehamilan ektopik.
1.3.2.3 Mampu menjelaskan patologi dari kehamilan ektopik.
1.3.2.4 Mampu mengidentifikasi tempat-tempat atau lokasi dari kehamilan ektopik.
1.3.2.5 Mampu memaparkan apa saja penanganan yang harus dilakukan bagi klien dengan kasus kehamilan ektopik.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapatkan selama mengikuti pendidikan.
1.4.2 Untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta kemampuan penulis dalam memaparkan dan menjelaskan tentang kehamilan ektopik .
1.4.3 Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Defenisi
1) Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri (Sarwono Prawirohardjo, 2005)
2) Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan yang ektopik yang terganggu dapat terjadi abortus atau pecah, dan hal ini berbahaya bagi wanita tersebut (Sinopsis Obstetri jilid 1, 1998)
3) Kehamilan ektopik kombinasi adalah kehamilan intra uterine yang terjadi dalam waktu bersamaan dengan kehamilan ekstra uterine (Sinopsis Obstetri jilid 1, 1998)
4) Kehamilan ektopik rangkap adalah kehamilan intra uterine dengan kehamilan ekstra uterine yang lebih dulu terjadi, tetapi janin sudah mati dan menjadi litopedion (Sinopsis Obstetri jilid 1, 1998)
2.2 Indikasi
Kehamilan ektopik ada yang belum terganggu dan yang terganggu
1. Kehamilan ektopik yang belum terganggu
a. Ditemukan gejala-gejala kehamilan muda atau abortus imminens ( terlambat haid, mual, muntah, perbesaran payudara, hiperpigmentasi areola, dan garis tengah perut, peningkatan rasa ingin berkemih, porsio lividae, pelunakan serviks, perdarahan bercak berulang )
b. Tanda-tanda tidak umum dari hasil pemeriksaan bimanual pada tahapan ini adalah :
1. Adanya masa lunak di adneksa ( hati-hati dalam melakukan pemeriksaan karena dapat terjadi ruptur atau salah duga dengan ovarium atau kista kecil )
2. Nyeri goyang porsio
2. Kehamilan ektopik yang terganggu
Selain gejala kehamilan muda dan abortus imminens, juga ditemui kondisi gawat darurat dan abdominal akut seperti :
a. Pucat/anemis
b. Kesadaran menurun dan lemah
c. Syok hipovolemik sehingga isi dan tekanan denyut nadi berkurang serta menigkatnya frekuensi nadi > 112/menit
d. Perut kembung ( adanya cairan bebas abdomen ) dan nyeri tekan
e. Nyeri perut bawah yang makin hebat apabila tubuh digerakkan
f. Nyeri goyang porsio
Diagnosis Banding:
• Abortus biasa
• Salpingitis akut
• Apendisitis akut
• Ruptur korpus luteum
• Torsi kista ovarium
• Mioma sub mukosa yang terpelintir
• Retrofleksi uteri gravida inkarserata
• Ruptur pembuluh darah mesenterium
Etiologi
Penyebab dari kehamilan ektopik ada yang diketahui ada pula yang tidak diketahui. Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :
a. Faktor riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
b. Faktor penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim
c. Faktor kerusakan dari saluran tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya adalah :
1) Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh
2) Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea
3) Endometriosis tuba : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba
4) Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan infertilitas seperti bayi tabung, menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba
5) Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfing
6) Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
7) Gangguan fungsi rambut getar ( silia ) tuba
8) Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna
9) Striktur tuba
10) Divertikel tuba dan kelainan congenital lainnya
11) Perleketan peritubal dan lekukan tuba
12) Tumor lain menekan tuba
13) Lumen kembar dan sempit
d. Faktor uterus
• Tumor rahim yang menekan tuba
• Uterus Hipoplastis
e. Faktor ovum
• Migrasi eksterna dari ovum
• Perlengketan membrane granulose
• Rapid cell devision
• Migrasi internal ovum
2.3 Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus ke dalam lumen tuba, dan ruptur dinding tuba.
2.4 Klasifikasi pembagian tempat-tempat kehamilan ektopik
a) Kehamilan Tuba
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Karena tuba bukan tempat yang normal bagi kehamilan maka sebagian besar kehamilan akan terganggu pada umur 6-10 minggu.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan :
• Mati kemudian diresorbsi
• Terjadi abortus tuba (65 %), perdarahannya bias sedikit atau banyak.
Hasil konsepsi atau perdarahan bisa keluar kea rah kavum uteri dan dikeluarkan pervaginam, atau dari kavum abdominal sehingga bertumpuk dibelakang rahim disebut hematoma retrourina atau masa pelvis (pelvic mass).
• Terjadi ruptur tuba (35 %)
Bila robekan kecil maka hasil konsepsi tetap tinggal dalam tuba, sedangkan dari robekan terjadi perdarahan yang banyak Bila robekan besar hasil konsepsi keluar dan masuk dalam rongga perut, nasib konsepsinya yaitu :
o Mati dan bersama darah berkumpul diretrourina
o Bila janin agak besar dan mati akan menjadi litopedion dalam rongga perut
o Janin keluar dari tuba diselubungi kantong amnion dan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut dan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Selanjutnya janin dapat tumbuh besar bahkan sampai aterm.
Kehamilan Intramuralis (Intertisial)
Karena dinding agak tebal, dapat menahn kehamilan sampai 4 bulan atau lebih, kadang kala sampai aterm. Kalau pecah dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan keluarnya janin dalam rongga perut.
Kehamilan Isthmus
Dinding tuba disini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3 bulan sudah pecah
Kehamilan ampula dan fimbria
Dapat terjadi abortus atau rupture pada kehamilan 1-2 bulan dan nasib hasil konsepsi sama dengan Intertisial
Perubahan pada uterus
Hormon-hormon kehamilan akan memberikan reaksi pada uterus seperti pada kehamilan biasa dan tetap ditemui uterus yang bertambah besar dari biasa, melunak, suplai darah yang bertambah, dan terbentuknya desidua.
Bila hasil konsepsi dalam tuba mati, maka desidua mengalami degenerasi, terkelupas, berdarah kemudian keluar pervaginam disebut desidua cast. Bila tidak ada gejala sering diduga keguguran sehingga dilakukan kuretase.
b) Combined ectopic pregnancy
Sangat jarang dijumpai kehamilan ektopik bersama dengan kehamilan intrauterine. Frekuensinya antar 1 : 10.000 sampai 1 : 30.000 persalinan.
Pada umumnya diagnosis dibuat setelah operasi kehamilan ektopik terganggu. Pada laparotomi ditemukan selain kehamilan ektopik juga kehamilan intrauterine dan didapati 2 korpus luteum.
c) Kehamilan Ovarial
Perdarahan terjadi bukan saja karena pecahnya kehamilan ovarium tetapi juga oleh rupture kista korpus luteum, torsi dan endometriosis. Gejala-gejalanya sama dengan kehamilan tuba.
Stux membagi kehamilan ini menjadi :
• Intra Folikular (nidasi pda folikel)
• Superfisial (implantasi pada permukaan ovarium)
• Intertisial ( pada pars interstitialis ovarium)
Diagnosisnya ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari Spiegelberg yaitu:
1) Tuba pada sisi kehamilan harus normal
2) Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
3) Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium
4) Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
d) Kehamilan Abdominal
Menurut cara terjadinya dibagi menjadi:
1. Primer
Implantasi terjadi sesudah dibuahi, langsung pada peritonium atau kavum abdominal
2. Sekunder
Bila embrio yang masih hidup dari tempat primer, misalnya karena abortus tuba atau ruptur tuba, tumbuhlagi dalam rongga abdomen.
Kehamilan abdominal dapat mencapai aterm dan anak hidup, hanya sering menjadi cacat tubuh. Biasanya fetus sudah meninggal sebelum cukup bulan kemudian mengalami degenerasi dan maseasi, infiltrasi lemak, menjadi lithopedion ( membantu) atau menjadi fetus papyraceus.
Terapi
Setelah diagnosa ditegakkan sedini mungkin harus dilakukan laparotomi. Anak dikeluarkan dan tali pusat dipotong sependek mungkin, placenta dibiarkan berada dalam rongga perut karena untuk mencegah perdarahan. Bila selamat biasanya akan diabsorbsi dalam waktu beberapa bulan.
Tampak uterus terdorong kebelakang dan implantasi plasenta sebagian besar pada dinding depan rahim.
e) Kehamilan Servikal
• Gejala
Terdapat tanda-tanda hamil muda yang jarang berlanjut, biasanya hanya sampai 3-4 bulan kehamilan sudah terganggu dan terjadi perdarahan peraginam yang kadang bisa hebat.
• Terapi
Dilakukan total histerektomi
f) Kehamilan Heterotopik
Adalah kehamilan kembar yang berlainan tempat misalnya IUP dan kehamilan ektopik, tuba kana dan kiri, IUP dan kehamilan abdominal.
Etiologi
• Bisa terjadi dari pembuahan, dua ova yaitu bulan ini dari oarium kanan dan bulan depan dari ovarium kiri
• Dari 1 ovarium keluar 2 ova yaitu bisa dari 2 follikel de Graff, atau dari 1 follikel de Graff
• Dalam satu kali ovulasi serentak keluar dua ovum dari satu ovarium kanan dan satu dari ovarium kiri.
Prognosis
Bila diagnosa cepat ditegakkan umumnya baik, disertai dengan persedian darah dan fasilitas operasi serta narkose.
Mortalitas . sekarang kurang dari 1 %
2.5 Diagnosa dan gejala klinik
1) Anamnesis : terjadi amenorea
2) Bila dijumpai KET : pada abortus tuba tidak begitu berat hanya rasa sakit di perutdan perdarahan pervaginam, bila terjadi ruptur tuba maka gejala akan lebih hebat dan membahayakan ibu
3) Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut seperti di iris-iris dengan pisau bahkan sampai pingsan
4) Tanda-tanda akut abdomen : nyeri tekan hebat, mual, mutah, tensi rendah, nadi kecil dan halus, anemi
5) Nyeri bahu : karena perangsangan diafragma
6) Tanda cullen : sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam
7) Pemeriksaan ginekologik : nyeri ayun porsio dan nyeri tekan pada kavum Dauglasi, teraba masa pelvis
8) Pervaginam keluar desidual cast
9) Palpasi perut dan perkusi : ada tanda-tanda perdarahan abdominal
10) Pemeriksaan laboratorium : Hb seri di periksa setiap 1 jam, adanya lekositosis
11) Kuldosentesis (Douglass Pungsi) :
a. Untuk mengetahui adakah darah dalam kavum Douglasi
b. Bila keluar darah merah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau hanya bekuan kecil maka ini dikatakan positif (fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma retrourina
c. Bila darah segar berwarna merah dan bebrapa menit membeku maka hasinya negatif karena darah berasak dari arteri atau vena yang tertusuk
12) Dengan cara diagnostik laparoskopi
13) Dengan cara ultrasonografi
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.
Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% -hCG. pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar Pada penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada -hCG yang keadaan-keadaan berikut:
1) Kehamilan ektopik dengan kadar menurun
2) Kehamilan tuba
3) Tidak ada perdarahan intraabdominal atau rupture
4) Diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber -hCG awal harus kurang dari 1000 mIU/mL,lain menyebutkan bahwa kadar dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.
Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut ini : keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara medis.
Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang -hCG, progesteron, disebutkan dalam literatur antara lain kadar aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun disebutkan dalam sumber -hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk lain bahwa hanya kadar -hCG serial dibutuhkan. Pada memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan hari-hari pertama setelah dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik -hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari nonsteroidal. setelah pemberian methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. -hCG masih perlu diawasi setiap Setelah terapi berhasil, kadar minggunya hingga kadarnya di bawah 5 mIU/mL.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.
Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.
Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang digunakan.
Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.
a. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara bermakna.
b. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
c. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)
2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif
3) terjadi kegagalan sterilisasi
4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi
6) perdarahan berlanjut pasca salpingotomi
7) kehamilan tuba berulang
8) kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih dari 5cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.
d. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.
e. Laparatomi
Dengan tindakan laparotomi, meliputi :
1. Memperhatikan kondisi penderita saat itu, lokasi kehamilan ektopik,kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Untuk menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba.
2 Apabila kondisi pendeirta buruk dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi
3 Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampullaris tuba yang belum pecah ditangani dengan tindakan kemoterapi untuk menghindari pembedahan, dengan kriteria :
a. Kehamilan di pars ampullaris tuba ang belum pecah
b. Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm
c. Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil
e. Obat yang digunakan ialah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum factor 0,1 mg/kg 1 M berselang seling setiap hari selama 8 hari
2.7 Prognosis bagi kehamilan berikutnya
Suatu kewajaran untuk khawatir mengenai masalah kesuburan setelah mengalami kehamilan ektopik. Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik bukan berarti tidak dapat mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang memiliki kemungkinan untuk mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan.
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA PASIEN
Tanggal : 2 Oktober 2008
Pasien OK UGD : II
Nama, Jenis, umur : Ida Rohayi, Perempuan, 22 th
Alamat : Jl. Raya Tanjung Sabat Lubeg
Diagnosa pre op : KET
Diagnosa Post Op : -
Tindakan : Laparatomy KET
Jenis Operasi : Sedang
Operator : Dr. Zuraida
Asisten I : Dr. Wandi
Asisten II : Coas
Instrumentator : Nina dan mahasiswa
Jenis Anestesi : Umum
Kamar, Tanggal, Jam : OK III/2 Oktober 2008 13.00 WIB
Bangsal pre op : Pre Op
Bangsal Post : -
Urusan ADM : -
Medikal Rekord : 610370
Runner : Rini dan mahasiswa
B. PENATALAKSANAAN
1. Persiapan Ruangan : ruangan OK II
2. Persiapan Alat Operasi
Alat steril
a. Laparatomy Set (Mayor surgency Set)
• Desinfektan Forceps 2
• Needle Holder 2
• Plan Dissactor 2
• Tooth Dissactor 2
• Schissor 2
• Small straigh kocker artery 5
• Small straigh artery forceps 5
• Small curved artery forceps 10
• Scaple Handle 1
• Long curved artery forceps 3
• Retraktor 4
• Towell clip 5
• Spatula 2
• Kotak jarum 1
• Suction 1
• Medium curved 2
• Probe 1
• Allys 2
b. Bowel
• Buah baju steril 4
• Kom besar 2
• Duk Besar 3
• Duk kecil 3
c. Kom kecil untuk diisikan dengan betadine 1
d. Rubber set 2
e. Slang suction 1
f. Handscoon 4 pasang
g. Pisau no. 23 1
h. Kassa 2 bungkus
i. Dram gas 1
j. Pemegang lampu 1
k. Kauter 1
Alat non steril
• Suction
• Alat-alat Anestesi
• Tempat tidur dan alasnya yaitu perlak
• Tempat sampah
• Meja instrument besar dan kecil
• Lampu operasi
3. Persiapan Pasien
a. Melakukan Inform Consent
b. Mempersiapkan mental pasien
c. Melepas semua pasien
d. Pasien dibawa keruang operasi dengan infuse yang sudah terpasang
4. Persiapan anestesi : umum
5. Pelaksanaan
1. Petugas yang melakukan tindakan operasi melakukan cuci tangan dan memasang baju steril, handscoon, dan pemegang lampu
2. Daerah yang akan dilakukan pembedahan dilakukan desinfeksi dengan betadine secara melingkar , kira-kira 15 cm
3. Memasang perlak untuk badan bagian bawah serta duk besar ,satu untuk badan bagian atas dan satu lagi untuk badan bagian bawah/diatas perlak
4. Memasang duk kecil pada sisi kiri – kanan pasien
5. Menjepit pada masing-masing ujung pertemuan duk dengan towel klip
6. Instrument mempersiapkan alat-alat yang diperlukan dan menyusunnya
7. Merendam Dram gas dengan NaCL kemudian memerasnya
8. Pembedahan dimulai oleh dokter dan instrument mempersiapkan dan memberikan alat-alat yang dibutuhkan oleh dokter
9. Abdomen pasien dibedah dimulai dari cutis, sub kutis, fasia, otot dan peritonium. Darah yang mengalir hisap dengan suction.
10. Kemudian dicari bagian tuba sebelah kiri pasien untuk dilakukan insisi.
11. Dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati, dan diletakkan diatas kassa steril. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter.
12. Kemudian insisi tuba tadi dijahit kembali
13. Setelah itu penjahitan selanjutnya pada peritoneum, otot, facia, subkutis dan cutis.
14. Daerah sekitar penjahitan dibersihkan dan tempat penjahitan ditutup dengan kassa yang diberi betadine dan kassa yang bersih diatasnya, kemudian di plester.
15. Alat-alat dikumpulkan untuk dicuci, rendam dengan larutan clorin selama 10 menit, kemudian dicuci dengan sabun, di bilas dan dikeringkan.
16. Susun alat-alat, tempelkan label alat kemudian alat dihitung apakah sudah lengkap atau belum dan disimpan di tempat lemari penyimpanan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
KET berhubungan dengan karakteristik tertentu yaitu infeksi tuba, penggunaan kontrasepsi dan riwayat operasi serta ginekologi sebelumnya.
Pada kehamilan ektopik terganggu di temukan pada pemeriksaan vaginal yaitu dalam usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, demikian juga kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Jika terjadi ruptur tuba dengan perdarahan banyak maka tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat, jika lebih banyak lagi bisa menimbulkan syok.
Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena perlekatan) maka terdapat kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga. Hal ini dapat menurunkan angka kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka kehamilan ektopik selanjutnya. Pada kasus yang berkaitan dengan pemakaian spiral, tidak ada peningkatan risiko kehamilan ektopik apabila spiral diangkat
Umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik pada tuba lain.
4.2 Saran
Diharapkan kepada petugas kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh dengan tujuan untuk menurunkan angka kejadian KET. Informasi mengenai KET harus lebih disebarluaskan kepada masyarakat, baik bentuk penyuluhan/penataran maupun bentuk-bentuk kegiatan kemasyarakatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ida, Bagus Gde Manuaba. 1998. ”Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan”. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. ” Sinopsis Obstetri”. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ” Ilmu Kebidanan”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. ” Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan Ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Sebahagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang berimplantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus.
Karena banyaknya resiko dari kehamilan ektopik ini, untuk menghindari klien dari bahaya yang tidak diinginkan, maka diperlukan asuhan kebidanan yang intensif. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus ” Kehamilan Ektopik ” di OK UGD RSUP DR. M. Djamil Padang.
1.2 Permasalahan
Dalam penulisan ini permasalahan yang diambil adalah bagaimana dampak kehamilan ektopik terhadap klien di OK UGD RSUP Dr. M. Djamil Padang.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menjelaskan apa itu kehamilan ektopik .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian tentang definisi dari Kehamilan ektopik
1.3.2.2 Mampu menjelaskan etiologi dari kehamilan ektopik.
1.3.2.3 Mampu menjelaskan patologi dari kehamilan ektopik.
1.3.2.4 Mampu mengidentifikasi tempat-tempat atau lokasi dari kehamilan ektopik.
1.3.2.5 Mampu memaparkan apa saja penanganan yang harus dilakukan bagi klien dengan kasus kehamilan ektopik.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapatkan selama mengikuti pendidikan.
1.4.2 Untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta kemampuan penulis dalam memaparkan dan menjelaskan tentang kehamilan ektopik .
1.4.3 Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Defenisi
1) Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri (Sarwono Prawirohardjo, 2005)
2) Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan yang ektopik yang terganggu dapat terjadi abortus atau pecah, dan hal ini berbahaya bagi wanita tersebut (Sinopsis Obstetri jilid 1, 1998)
3) Kehamilan ektopik kombinasi adalah kehamilan intra uterine yang terjadi dalam waktu bersamaan dengan kehamilan ekstra uterine (Sinopsis Obstetri jilid 1, 1998)
4) Kehamilan ektopik rangkap adalah kehamilan intra uterine dengan kehamilan ekstra uterine yang lebih dulu terjadi, tetapi janin sudah mati dan menjadi litopedion (Sinopsis Obstetri jilid 1, 1998)
2.2 Indikasi
Kehamilan ektopik ada yang belum terganggu dan yang terganggu
1. Kehamilan ektopik yang belum terganggu
a. Ditemukan gejala-gejala kehamilan muda atau abortus imminens ( terlambat haid, mual, muntah, perbesaran payudara, hiperpigmentasi areola, dan garis tengah perut, peningkatan rasa ingin berkemih, porsio lividae, pelunakan serviks, perdarahan bercak berulang )
b. Tanda-tanda tidak umum dari hasil pemeriksaan bimanual pada tahapan ini adalah :
1. Adanya masa lunak di adneksa ( hati-hati dalam melakukan pemeriksaan karena dapat terjadi ruptur atau salah duga dengan ovarium atau kista kecil )
2. Nyeri goyang porsio
2. Kehamilan ektopik yang terganggu
Selain gejala kehamilan muda dan abortus imminens, juga ditemui kondisi gawat darurat dan abdominal akut seperti :
a. Pucat/anemis
b. Kesadaran menurun dan lemah
c. Syok hipovolemik sehingga isi dan tekanan denyut nadi berkurang serta menigkatnya frekuensi nadi > 112/menit
d. Perut kembung ( adanya cairan bebas abdomen ) dan nyeri tekan
e. Nyeri perut bawah yang makin hebat apabila tubuh digerakkan
f. Nyeri goyang porsio
Diagnosis Banding:
• Abortus biasa
• Salpingitis akut
• Apendisitis akut
• Ruptur korpus luteum
• Torsi kista ovarium
• Mioma sub mukosa yang terpelintir
• Retrofleksi uteri gravida inkarserata
• Ruptur pembuluh darah mesenterium
Etiologi
Penyebab dari kehamilan ektopik ada yang diketahui ada pula yang tidak diketahui. Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :
a. Faktor riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
b. Faktor penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim
c. Faktor kerusakan dari saluran tuba
Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya adalah :
1) Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh
2) Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba, gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea
3) Endometriosis tuba : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba
4) Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan infertilitas seperti bayi tabung, menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba
5) Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfing
6) Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
7) Gangguan fungsi rambut getar ( silia ) tuba
8) Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna
9) Striktur tuba
10) Divertikel tuba dan kelainan congenital lainnya
11) Perleketan peritubal dan lekukan tuba
12) Tumor lain menekan tuba
13) Lumen kembar dan sempit
d. Faktor uterus
• Tumor rahim yang menekan tuba
• Uterus Hipoplastis
e. Faktor ovum
• Migrasi eksterna dari ovum
• Perlengketan membrane granulose
• Rapid cell devision
• Migrasi internal ovum
2.3 Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus ke dalam lumen tuba, dan ruptur dinding tuba.
2.4 Klasifikasi pembagian tempat-tempat kehamilan ektopik
a) Kehamilan Tuba
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Karena tuba bukan tempat yang normal bagi kehamilan maka sebagian besar kehamilan akan terganggu pada umur 6-10 minggu.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan :
• Mati kemudian diresorbsi
• Terjadi abortus tuba (65 %), perdarahannya bias sedikit atau banyak.
Hasil konsepsi atau perdarahan bisa keluar kea rah kavum uteri dan dikeluarkan pervaginam, atau dari kavum abdominal sehingga bertumpuk dibelakang rahim disebut hematoma retrourina atau masa pelvis (pelvic mass).
• Terjadi ruptur tuba (35 %)
Bila robekan kecil maka hasil konsepsi tetap tinggal dalam tuba, sedangkan dari robekan terjadi perdarahan yang banyak Bila robekan besar hasil konsepsi keluar dan masuk dalam rongga perut, nasib konsepsinya yaitu :
o Mati dan bersama darah berkumpul diretrourina
o Bila janin agak besar dan mati akan menjadi litopedion dalam rongga perut
o Janin keluar dari tuba diselubungi kantong amnion dan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut dan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Selanjutnya janin dapat tumbuh besar bahkan sampai aterm.
Kehamilan Intramuralis (Intertisial)
Karena dinding agak tebal, dapat menahn kehamilan sampai 4 bulan atau lebih, kadang kala sampai aterm. Kalau pecah dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan keluarnya janin dalam rongga perut.
Kehamilan Isthmus
Dinding tuba disini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3 bulan sudah pecah
Kehamilan ampula dan fimbria
Dapat terjadi abortus atau rupture pada kehamilan 1-2 bulan dan nasib hasil konsepsi sama dengan Intertisial
Perubahan pada uterus
Hormon-hormon kehamilan akan memberikan reaksi pada uterus seperti pada kehamilan biasa dan tetap ditemui uterus yang bertambah besar dari biasa, melunak, suplai darah yang bertambah, dan terbentuknya desidua.
Bila hasil konsepsi dalam tuba mati, maka desidua mengalami degenerasi, terkelupas, berdarah kemudian keluar pervaginam disebut desidua cast. Bila tidak ada gejala sering diduga keguguran sehingga dilakukan kuretase.
b) Combined ectopic pregnancy
Sangat jarang dijumpai kehamilan ektopik bersama dengan kehamilan intrauterine. Frekuensinya antar 1 : 10.000 sampai 1 : 30.000 persalinan.
Pada umumnya diagnosis dibuat setelah operasi kehamilan ektopik terganggu. Pada laparotomi ditemukan selain kehamilan ektopik juga kehamilan intrauterine dan didapati 2 korpus luteum.
c) Kehamilan Ovarial
Perdarahan terjadi bukan saja karena pecahnya kehamilan ovarium tetapi juga oleh rupture kista korpus luteum, torsi dan endometriosis. Gejala-gejalanya sama dengan kehamilan tuba.
Stux membagi kehamilan ini menjadi :
• Intra Folikular (nidasi pda folikel)
• Superfisial (implantasi pada permukaan ovarium)
• Intertisial ( pada pars interstitialis ovarium)
Diagnosisnya ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari Spiegelberg yaitu:
1) Tuba pada sisi kehamilan harus normal
2) Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
3) Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium
4) Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
d) Kehamilan Abdominal
Menurut cara terjadinya dibagi menjadi:
1. Primer
Implantasi terjadi sesudah dibuahi, langsung pada peritonium atau kavum abdominal
2. Sekunder
Bila embrio yang masih hidup dari tempat primer, misalnya karena abortus tuba atau ruptur tuba, tumbuhlagi dalam rongga abdomen.
Kehamilan abdominal dapat mencapai aterm dan anak hidup, hanya sering menjadi cacat tubuh. Biasanya fetus sudah meninggal sebelum cukup bulan kemudian mengalami degenerasi dan maseasi, infiltrasi lemak, menjadi lithopedion ( membantu) atau menjadi fetus papyraceus.
Terapi
Setelah diagnosa ditegakkan sedini mungkin harus dilakukan laparotomi. Anak dikeluarkan dan tali pusat dipotong sependek mungkin, placenta dibiarkan berada dalam rongga perut karena untuk mencegah perdarahan. Bila selamat biasanya akan diabsorbsi dalam waktu beberapa bulan.
Tampak uterus terdorong kebelakang dan implantasi plasenta sebagian besar pada dinding depan rahim.
e) Kehamilan Servikal
• Gejala
Terdapat tanda-tanda hamil muda yang jarang berlanjut, biasanya hanya sampai 3-4 bulan kehamilan sudah terganggu dan terjadi perdarahan peraginam yang kadang bisa hebat.
• Terapi
Dilakukan total histerektomi
f) Kehamilan Heterotopik
Adalah kehamilan kembar yang berlainan tempat misalnya IUP dan kehamilan ektopik, tuba kana dan kiri, IUP dan kehamilan abdominal.
Etiologi
• Bisa terjadi dari pembuahan, dua ova yaitu bulan ini dari oarium kanan dan bulan depan dari ovarium kiri
• Dari 1 ovarium keluar 2 ova yaitu bisa dari 2 follikel de Graff, atau dari 1 follikel de Graff
• Dalam satu kali ovulasi serentak keluar dua ovum dari satu ovarium kanan dan satu dari ovarium kiri.
Prognosis
Bila diagnosa cepat ditegakkan umumnya baik, disertai dengan persedian darah dan fasilitas operasi serta narkose.
Mortalitas . sekarang kurang dari 1 %
2.5 Diagnosa dan gejala klinik
1) Anamnesis : terjadi amenorea
2) Bila dijumpai KET : pada abortus tuba tidak begitu berat hanya rasa sakit di perutdan perdarahan pervaginam, bila terjadi ruptur tuba maka gejala akan lebih hebat dan membahayakan ibu
3) Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut seperti di iris-iris dengan pisau bahkan sampai pingsan
4) Tanda-tanda akut abdomen : nyeri tekan hebat, mual, mutah, tensi rendah, nadi kecil dan halus, anemi
5) Nyeri bahu : karena perangsangan diafragma
6) Tanda cullen : sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam
7) Pemeriksaan ginekologik : nyeri ayun porsio dan nyeri tekan pada kavum Dauglasi, teraba masa pelvis
8) Pervaginam keluar desidual cast
9) Palpasi perut dan perkusi : ada tanda-tanda perdarahan abdominal
10) Pemeriksaan laboratorium : Hb seri di periksa setiap 1 jam, adanya lekositosis
11) Kuldosentesis (Douglass Pungsi) :
a. Untuk mengetahui adakah darah dalam kavum Douglasi
b. Bila keluar darah merah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau hanya bekuan kecil maka ini dikatakan positif (fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma retrourina
c. Bila darah segar berwarna merah dan bebrapa menit membeku maka hasinya negatif karena darah berasak dari arteri atau vena yang tertusuk
12) Dengan cara diagnostik laparoskopi
13) Dengan cara ultrasonografi
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.
Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% -hCG. pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar Pada penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada -hCG yang keadaan-keadaan berikut:
1) Kehamilan ektopik dengan kadar menurun
2) Kehamilan tuba
3) Tidak ada perdarahan intraabdominal atau rupture
4) Diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber -hCG awal harus kurang dari 1000 mIU/mL,lain menyebutkan bahwa kadar dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.
Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut ini : keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara medis.
Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang -hCG, progesteron, disebutkan dalam literatur antara lain kadar aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun disebutkan dalam sumber -hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk lain bahwa hanya kadar -hCG serial dibutuhkan. Pada memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan hari-hari pertama setelah dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik -hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari nonsteroidal. setelah pemberian methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. -hCG masih perlu diawasi setiap Setelah terapi berhasil, kadar minggunya hingga kadarnya di bawah 5 mIU/mL.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.
Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.
Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang digunakan.
Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.
a. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara bermakna.
b. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
c. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)
2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif
3) terjadi kegagalan sterilisasi
4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi
6) perdarahan berlanjut pasca salpingotomi
7) kehamilan tuba berulang
8) kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih dari 5cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.
d. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.
e. Laparatomi
Dengan tindakan laparotomi, meliputi :
1. Memperhatikan kondisi penderita saat itu, lokasi kehamilan ektopik,kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Untuk menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba.
2 Apabila kondisi pendeirta buruk dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi
3 Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampullaris tuba yang belum pecah ditangani dengan tindakan kemoterapi untuk menghindari pembedahan, dengan kriteria :
a. Kehamilan di pars ampullaris tuba ang belum pecah
b. Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm
c. Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil
e. Obat yang digunakan ialah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum factor 0,1 mg/kg 1 M berselang seling setiap hari selama 8 hari
2.7 Prognosis bagi kehamilan berikutnya
Suatu kewajaran untuk khawatir mengenai masalah kesuburan setelah mengalami kehamilan ektopik. Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik bukan berarti tidak dapat mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang memiliki kemungkinan untuk mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan.
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA PASIEN
Tanggal : 2 Oktober 2008
Pasien OK UGD : II
Nama, Jenis, umur : Ida Rohayi, Perempuan, 22 th
Alamat : Jl. Raya Tanjung Sabat Lubeg
Diagnosa pre op : KET
Diagnosa Post Op : -
Tindakan : Laparatomy KET
Jenis Operasi : Sedang
Operator : Dr. Zuraida
Asisten I : Dr. Wandi
Asisten II : Coas
Instrumentator : Nina dan mahasiswa
Jenis Anestesi : Umum
Kamar, Tanggal, Jam : OK III/2 Oktober 2008 13.00 WIB
Bangsal pre op : Pre Op
Bangsal Post : -
Urusan ADM : -
Medikal Rekord : 610370
Runner : Rini dan mahasiswa
B. PENATALAKSANAAN
1. Persiapan Ruangan : ruangan OK II
2. Persiapan Alat Operasi
Alat steril
a. Laparatomy Set (Mayor surgency Set)
• Desinfektan Forceps 2
• Needle Holder 2
• Plan Dissactor 2
• Tooth Dissactor 2
• Schissor 2
• Small straigh kocker artery 5
• Small straigh artery forceps 5
• Small curved artery forceps 10
• Scaple Handle 1
• Long curved artery forceps 3
• Retraktor 4
• Towell clip 5
• Spatula 2
• Kotak jarum 1
• Suction 1
• Medium curved 2
• Probe 1
• Allys 2
b. Bowel
• Buah baju steril 4
• Kom besar 2
• Duk Besar 3
• Duk kecil 3
c. Kom kecil untuk diisikan dengan betadine 1
d. Rubber set 2
e. Slang suction 1
f. Handscoon 4 pasang
g. Pisau no. 23 1
h. Kassa 2 bungkus
i. Dram gas 1
j. Pemegang lampu 1
k. Kauter 1
Alat non steril
• Suction
• Alat-alat Anestesi
• Tempat tidur dan alasnya yaitu perlak
• Tempat sampah
• Meja instrument besar dan kecil
• Lampu operasi
3. Persiapan Pasien
a. Melakukan Inform Consent
b. Mempersiapkan mental pasien
c. Melepas semua pasien
d. Pasien dibawa keruang operasi dengan infuse yang sudah terpasang
4. Persiapan anestesi : umum
5. Pelaksanaan
1. Petugas yang melakukan tindakan operasi melakukan cuci tangan dan memasang baju steril, handscoon, dan pemegang lampu
2. Daerah yang akan dilakukan pembedahan dilakukan desinfeksi dengan betadine secara melingkar , kira-kira 15 cm
3. Memasang perlak untuk badan bagian bawah serta duk besar ,satu untuk badan bagian atas dan satu lagi untuk badan bagian bawah/diatas perlak
4. Memasang duk kecil pada sisi kiri – kanan pasien
5. Menjepit pada masing-masing ujung pertemuan duk dengan towel klip
6. Instrument mempersiapkan alat-alat yang diperlukan dan menyusunnya
7. Merendam Dram gas dengan NaCL kemudian memerasnya
8. Pembedahan dimulai oleh dokter dan instrument mempersiapkan dan memberikan alat-alat yang dibutuhkan oleh dokter
9. Abdomen pasien dibedah dimulai dari cutis, sub kutis, fasia, otot dan peritonium. Darah yang mengalir hisap dengan suction.
10. Kemudian dicari bagian tuba sebelah kiri pasien untuk dilakukan insisi.
11. Dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati, dan diletakkan diatas kassa steril. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter.
12. Kemudian insisi tuba tadi dijahit kembali
13. Setelah itu penjahitan selanjutnya pada peritoneum, otot, facia, subkutis dan cutis.
14. Daerah sekitar penjahitan dibersihkan dan tempat penjahitan ditutup dengan kassa yang diberi betadine dan kassa yang bersih diatasnya, kemudian di plester.
15. Alat-alat dikumpulkan untuk dicuci, rendam dengan larutan clorin selama 10 menit, kemudian dicuci dengan sabun, di bilas dan dikeringkan.
16. Susun alat-alat, tempelkan label alat kemudian alat dihitung apakah sudah lengkap atau belum dan disimpan di tempat lemari penyimpanan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
KET berhubungan dengan karakteristik tertentu yaitu infeksi tuba, penggunaan kontrasepsi dan riwayat operasi serta ginekologi sebelumnya.
Pada kehamilan ektopik terganggu di temukan pada pemeriksaan vaginal yaitu dalam usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, demikian juga kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Jika terjadi ruptur tuba dengan perdarahan banyak maka tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat, jika lebih banyak lagi bisa menimbulkan syok.
Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena perlekatan) maka terdapat kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga. Hal ini dapat menurunkan angka kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka kehamilan ektopik selanjutnya. Pada kasus yang berkaitan dengan pemakaian spiral, tidak ada peningkatan risiko kehamilan ektopik apabila spiral diangkat
Umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik pada tuba lain.
4.2 Saran
Diharapkan kepada petugas kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh dengan tujuan untuk menurunkan angka kejadian KET. Informasi mengenai KET harus lebih disebarluaskan kepada masyarakat, baik bentuk penyuluhan/penataran maupun bentuk-bentuk kegiatan kemasyarakatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ida, Bagus Gde Manuaba. 1998. ”Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan”. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. ” Sinopsis Obstetri”. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ” Ilmu Kebidanan”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. ” Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/