Ikterik Pada Bayi Baru Lahir

IKTERIK PADA BAYI BARU LAHIR


BAB I
PENDAHULUAN



1. LATAR BELAKANG

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit ( sel darah merah). Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkab kuning pada bayi.
Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL ynag pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan.
BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar, infeksi, dan hemolisis.
BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan.

2. PERMASALAHAN

Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan bilirubin. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5 mg/dL. Ikterus biasanya fisiologis, namun pada sebagian kasus dapat menyebabkan masalah; yang paling ditakuti adalah ensefalopati bilirubin. Mengingat belum adanya definisi yang universal, maka diperlukan kesepakatan definisi, pendekatan diagnosis, serta tata laksana yang tepat.

Berbagai teknik diagnostik telah digunakan untuk menilai ikterus pada bayi baru lahir. Pengukuran bilirubin serum dianggap sebagai metode paling tepercaya, tetapi memiliki keterbatasan karena bersifat invasif dan juga keterbatasan dalam hal peralatan dan biaya. Pemeriksaan langsung secara visual tidak dapat dipercaya sepenuhnya dan dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Metode pemeriksaan non-invasif lain seperti transcutaneus bilirubinometry (TcB) merupakan alternatif pemeriksaan (skrining) pengukuran bilirubin serum.

Sampai saat ini belum ada keseragaman tata laksana ikterus neonatorum di Indonesia. Kadar serum bilirubin untuk memulai masing-masing jenis terapi (terapi sinar, transfusi tukar, obat-obatan) masih menjadi pertanyaan. Di satu sisi kelambatan terapi dapat berakibat buruk di masa datang, di lain sisi terapi yang berlebihan berarti menyia-nyiakan sumber daya yang tidak perlu.

3. Tujuan
Untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan keterampilan penulis dalam memberikan asuhan kebidanan pada BBL dengan BBLR dan Ikterus serta menerapkannya dalam bentuk manajemen asuhan kebidanan.















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Pengertian
· Ikterus Neonaturum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir. Ikterus juga disebut Hiperbilirubinemia. Yang dimaksud ikterus pada BBL (bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.(Ngastiyah,1997: 197)
· Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis. (Saifuddin, 2002: 381)
· Ikterus atau warna kuning pada bayi baru lahir dalam batas normal pada hari ke2-3 dan menghilang pada hari ke-10. ikterus disebbkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa. (Manuaba, 1998: 325)
· Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh (Ilmu Kesehatan Anak Jilid I)
· Ikterus (Jaundice) adalah perubahan warna kulit menjadi kuning akibat pewarnaan jaringan oleh bilirubin (Hellen Farrer, Perawatan Maternitas)
· Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran empedu dll. ( http:/ www.balitanet.or.id )
· Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Disebut dengan hiperbilirubinemia apabila didapatkan kadar bilirubin dan darah > 5mg% (85µmol/L). (Pelatihan PONED Komponen Neonatal 28-30 Oktober 2004)



2.2. Etiologi dan Faktor Risiko

1. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:2
- Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.
- Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) à penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
- Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim b glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:2
- Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
- Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
- Polisitemia
- Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir
- Ibu diabetes
- Asidosis
- Hipoksia/asfiksia
- Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik

2. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
Faktor Maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
- ASI
Faktor Perinatal
- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia

2.3. Klasifikasi
Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :
· Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama
· Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari
· Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan
· Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur
· Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama
· Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu.
· Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.
Ikterus Neonatorum dibagi menjadi:
a. Ikterus Patologik
Ikterus di katakan patologik jikalau pigmennya, konsentrasinya dalam serum, waktu timbulnya, dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebut pada Ikterus fisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus patologik.

Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :
Ø Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar untuk dikeluarkan.
Ø Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin.
Ø Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin.
b. Ikterus Hemolitik
Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new born ). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan darah itu dan bayi.
1) Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya.
Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ).
Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern Ikterus.
2) Inkompatibilitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G – 6 – PD dan Inkompatibilitas ABO.
Ikteru dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu.
a) Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain.
Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang coombs test positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain.
b) Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital.
Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle – cell anemia ), dan elyptocytosis herediter.
c) Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD defeciency ).
Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar.
c. Ikterus Obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung dan bilirubin langsung.
Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1mg%, maka harus curiga akan terjadi hal-hal yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau obstruksi saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan patologik.
Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat.
Bila sampai dengan terjadi obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.
d. Kernicterus
Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui sebagai komplikasi hiperbirubinemia.
Bayi-bayi yang mati dengan icterus berupa icterus yang berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang. Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnoea.
Kernicterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubintidak langsung dalam serum.
Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kernicterus.
Pada bayi primatur batas yang dapat di katakan cuman ialah 18 mg%, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neomatus yang menderita hyipolia, asidosis, dan hypoglycaemia kernicterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin <16mg%. Pencegahan kernicterus ialah dengan melakukan transfusi tukar darah bila kadar bilirubin tidak langsung mencapai 20mg%

Pembagian Ikterus menurut Metode Kremer yang dilakukan dibawah sinar biasa
(day light):

Derajat
Ikterus
Daerah Ikterus
Perkiraan Kadar Bilirubin
I
Daerah kepala dan leher
5,0 mg%
II
Sampai batas atas
9,0 mg%
III
Sampai badan bawah hingga tungkai
11,4 mg%
IV
Sampai daerah lengan, kaki bawah dan lutut.
12,4 mg%
V
Sampai Daerah telapak tangan dan kaki.
16,0 mg%






2.4. Patofisiologi

Kurang lebih 80-85% bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15-20% bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropuesis yang infektif disum-sum tulang, hasil metabolisme protein yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase,peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luas.
Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini, yaitu Over produksi, penurunan abilan hepatic, penurunan konjugasi hepatic, penurunan ekskresi bilirubin ke dalam empedu ( akibat disfungsi intrahepatik atau mekanik ekstrahepatik).

1. Over produksi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskuler ( kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.
Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air mak tidak dapat diekskresikan kedalam urine dan tidak terjadi bilirubinemia. Tetapi pembentukan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces ( warna gelap).
Beberapa penyebab ikterus hemolitik: Hemoglobin abnormal (cikle sel anemia ± hemoglobin). Kelainan eritrosit (sferositosis herediter), antibody serum ( Rh. Inkompatibilitas transfuse), obat-obatan.

2. Penurunan ambilan hepatic
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.

3. Penurunan konjugasi hepatik
Terjadinya konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan oleh defisiensi enzim glukoronil transferase.

4. Penurunan bilirubin ke dalam empedu ( akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)

2.5. Tata laksana

1. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:2

- Minum ASI dini dan sering
- Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
- Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

· Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat pada tabel 1.
· Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
· Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
o Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi sinar.
o Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar
o Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
· Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia

Hemolitik
Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.7

· Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar .
· Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:
o Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar (tabel 4), kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.
o Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).
o Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:
§ Persiapkan transfer
§ Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar
§ Kirim contoh darah ibu dan bayi
§ Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.
· Nasihati ibu:
o Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
o Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).
· Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.
· Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).
· Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.

Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice) 7
· Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.
· Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab.
· Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.
· Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital

TERAPI SINAR

Mekanisme kerja
Bilirubin tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.

Terapi sinar konvensional
Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes. Cahaya biru khusus memiliki kerugian karena dapat membuat bayi terlihat biru, walaupun pada bayi yang sehat, hal ini secara umum tidak mengkhawatirkan. Untuk mengurangi efek ini, digunakan 4 tabung cahaya biru khusus pada bagian tengah unit terapi sinar standar dan dua tabung daylight fluorescent pada setiap bagian samping unit.
Teknik terapi sinar :
Persiapan Unit Terapi sinar7
· Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu antara 38 0C sampai 30 0C.
· Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.
· Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering):
o Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
o Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.
· Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi.

Pemberian Terapi sinar7
· Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar. (Gambar 3)
o Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
o Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.


Gambar 3. Bayi dalam Unit Terapi sinar







· Balikkan bayi setiap 3 jam
· Pastikan bayi diberi makan:
o Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam:
- Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
- Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
o Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari (tabel 3) selama bayi masih diterapi sinar .
o Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar .
· Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.
· Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
o Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar .
o Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
· Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C - 37,5 0C.
· Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus:
o Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
o Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar (tabel 4), persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.
· Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
· Setelah terapi sinar dihentikan:
o Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis. (tabel 1)
o Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.
· Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
· Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning.
Komplikasi Terapi Sinar
Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel.

Tabel 4. Komplikasi terapi sinar
Kelainan
Mekanisme yang mungkin terjadi

Bronze baby syndrome
Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin
Diare
Bilirubin indirek menghambat laktase
Hemolisis
Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit
Dehidrasi
Bertambahnya Insensible Water Loss (30-100%) karena menyerap energi foton
Ruam kulit
Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamin

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas terapi sinar:
Intensitas radiasi, kurva spektrum emisi dan luas tubuh bayi yang terpapar. Intensitas cahaya yang diperlukan 6-12 nm. Terdapat hubungan antara dosis dengan degradasi bilirubin sampai dosis saturasi tercapai. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan paparan pada permukaan kulit secara maksimum dari 40 mW/cm2 per nm cahaya yang sesuai. Di atas titik saturasi, peningkatan intensitas tidak memberikan efek tambahan apa-apa.
Efikasi terapi sinar meningkat dengan meningkatnya konsentrasi bilirubin, tetapi tidak efektif untuk menurunkan konsentrasi bilirubin di bawah 100 mmol/l. Penurunan sebanyak 50% dapat dicapai dalam 24 jam dengan kadar bilirubin >15 mg/dL menggunakan cahaya biru yang memiliki spektrum emisi yang sama dengan spektrum absorpsi bilirubin.

Faktor lain adalah usia bayi, umur gestasi, berat badan dan etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi prematur yang sangat kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang sangat kecil (gangguan pertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin tinggi kadar bilirubin pada saat memulai fototerapi, makin efektif.
Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit yang tidak adekuat, sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara terbalik dengan kuadrat jarak), lampu fluoresens yang terlalu panas menyebabkan perusakan fosfor secara cepat dan emisi spektrum dari lampu yang tidak tepat. Idealnya, semua ruang perawatan perinatologi memiliki peralatan untuk melakukan terapi sinar intensif.

TRANFUSI TUKAR
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.


Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar

1. Darah yang digunakan golongan O.
2. Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.
3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.
4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.
7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ---- 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.
Teknik Transfusi Tukar
a. SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.
b. ISOVOLUMETRIC. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.
c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.

Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O rhesus positif.
Pelaksanaan tranfusi tukar:
1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan, pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.

2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga sterilitasnya.

3. Persiapan Alat.
a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap
b. Lampu pemanas dan alat monitor
c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril
d. Masker, tutup kepala dan gaun steril
e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah
f. Set tranfusi 2 buah
g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath
h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah
i. Selang pembuangan
j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis
k. Meja tindakan









Indikasi:
Tabel 2. Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum7
Usia
Bayi Cukup Bulan Sehat
Dengan Faktor Risikoa

mg/dL
µmol/l
mg/dL
µmol/l
Hari ke-1
Kuning terlihat pada bagian tubuh manapunb
Hari ke-2
15
260
13
220
Hari ke-3
18
310
16
270
Hari ke-4 dan seterusnya
20
340
17
290
a. Faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis.
b. Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .

Tabel 3. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah11
Berat Badan (gr)
Kadar Bilirubin (mg/dL)
< 1000
Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama
1000 – 1500
7 – 9
1500 – 2000
10 – 12

Keterangan:
Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 11 gr/dL
b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar
c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13 gr/dL
d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara adekuat dengan terapi sinar

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
- Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
- Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
- Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
- Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar
- Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
- Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
- Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
- Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
- Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
- Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Perawatan pasca tranfusi tukar
- Lanjutkan dengan terapi sinar
- Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar 12:
a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari orang tua penderita
b. Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya
c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres dengan NaCl fisiologis
d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin < 2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albumin-bilirubin di dalam darah meningkat sebelum tranfusi tukar sehingga resiko kernikterus menurun, kecuali ada kontra indikasi atau tranfusi tukar harus segera dilakukan
e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta kultur darah
f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar
g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah)

Jumlah Darah Donor yang Dipakai
Jika darah donor yang diberikan berturut-turut 50 mL/kgBB, 100 mL/kgBB, 150 mL/kgBB dan 200 mL/kgBB maka darah bayi yang terganti berturut-turut adalah sebagai berikut: 45%, 70%, 85-85% dan 90%.

Pelaksanaan Tranfusi Tukar
a. Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 10 – 20 mL atau tergantung berat badan bayi, jangan melebihi 10 % dari perkiraan volume darah bayi
b. Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada three way stopcock. Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat memakai darah ini karena belum bercampur dengan darah donor
c. Masukkan darah donor dengan jumlah yang sama secara perlahan-lahan. Kecepatan menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2 mL/kgBB/menit
d. Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar dalam sirkulasi
e. Hisap dan masukkan darah berulang kali dengan cara yang sama sampai target transfusi tukar selesai
f. Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan yang masuk pada lembaran observasi transfusi tukar
g. Jika memakai darah dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat (ACD/PCD) setiap tranfusi 100 mL diberikan 1 mL kalcium glukonas 10 % intra vena perlahan-lahan. Pemberian tersebut terutama bila kadar kalsium sebelum tranfusi < 7,5 mg/dL. Bila kadarnya di atas normal maka kalsium glukonas tidak perlu diberikan. Pemberian larutan kalsium glukonas harus dilakukan secara perlahan-lahan karena bila terlalu cepat dapat mengakibatkan timbulnya bradikardi/ cardiac arest. Beberapa peneliti menganjurkan untuk tidak memberikan kalsium kecuali pada pemeriksaan fisik dan elektrokardiografi menunjukkan adanya tanda-tanda hipokalsemia
h. Selama tindakan semua tanda-tanda vital harus diawasi dengan neonatal monitoring
i. Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan pasca transfusi tukar
j. Jika tidak diperlukan transfusi tukar ulang, lakukan jahitan silk purse string atau ikatan kantung melingkari vena umbilikalis. Ketika kateter dicabut jahitan yang mengelilingi tali pusat dikencangkan

2.5. Pencegahan Penanganan Hiperbilirubinemia.
Peningkatan kadar bilirubin tidak langsung didalam darah dapat. Menyebabkan kerusakan sel tubuh, terutama sel otak Kadar bilirubin yang berbahaya itu sangat tergantung pada saat timbulnya ikterus dan kecepatan meningktanya kadar bilirubin tidak langsung. Kadar bilirubin 15mg% poada hari ke 4 kurang berbahaya dibandingkan dengankadar yang sama pada bayi baru lahir atau hari pertama.Karena itu setiap bayi yang menderita ikterus perlu diamati apakah ikterus itu suatu ikterus fisiologik atau akan berkembang menjadi ikterus patologik.
Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat membantu pengamatn klinik ini dan dapat menuntun kita untuk melakukan pemeriksaan yang tepat.
Dalam penanganan ikterus ada 3 cara untuk mencegah dan mengobati,yaitu :
ü Mempercepat metabolisme dan pengeluran bilirubin
ü Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan
ü yang dapat dikeluarkan melalui ginjal dan usus,misalnya dengan terapi sinar (photo terapi).
ü Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah , yaitu denga tranfusi tukar darah.
ü
MEMPERCEPAT METABOLISME DAN PENGELUARAN BILIRUBIN
1.Early feeding. Pemberian makanan dini pada neonatus dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus.
Hal ini mungkin sekali disebabkan karena dengan pemberian Makanan yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus,Dan meconium lebih cepat dikeluarkan,sehingga peredaran Enterohepatik bilirubin berkurang.
2.Pemberian agar-agar. Pemberian agar-agar per os dapat mengurangi ikterus fisiologik.Mekanismenya ialah dengan menghalangi atau mengurangi peredaran bilirubin enterohepatik.
3.Pemberian phenobarbital. Pemberian phenobarbital ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin tidak langsung dalam serum bayi.Khasiat phenobarbital ialah mengadakan induksi enzymamicrosoma,sehingga konjugasi bilirubin berlangsung lebih cepat .Pemberian phenobarbital untuk mengobatan hiperbilirubenemia padaneonatus selama tiga hari baru dapat menurunkan bilirubin serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak memberikan reaksi daripada bayi cukup bulan. Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg berat badan sehari, mula-mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan pemberian phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa pelaksanaanya lebih murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang berarti.

Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestivus.Contoh paling baik ialah terapi sinar. Creme ( 1958 ) melaporkan bahwa pada bayi penderita icterus yang diberi s inar matahari lebih dari penyinaran biasa, icterus lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lain yang tidak disinari. Penyelidikan sarjana-sarjana lain, misalnya Lucey ( 1968 ), Gianta dan Rath ( 1968 ), dan lain-lain menunjukkan bahwa terapi sinar dengan menggunakan sinar buatan juga memberi hasil yang baik. Dengan terapi sinar bilirubin serum dapat turun dengan cepat, 1 sampai 4 mg% dalam 24 jam.
Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan bilirubin ternyata tidak toksik untuk tubuh dan dikeluarkan dari tubuh dengan sempurna. Penggunaan terapi sinar untuk mengobati hiperbilirubinemia harus dilakukan dengan hati-hati karena jenis pengobatan ini dapat menimbulkan komplikasai, yaitu dapat menyebabkan kerusakan retina, dapat meningkatkan kehilangan air tidak terasa ( insensible water losess ), dan dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan bayi, walaupun hal ini masih dapat dibalikkan. Kalau digunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih sinar dengan spektrum antara 240-480 nannometer, sinar ultraviolet harus dicegah dengan plexiglas dan bayi harus mendapat cairan yang cukup.
Cara penggunaan foto terapi :
v Alat yang dipergunakan lebih atas 10 lampu neon biru masing-masing berkekuatan 20 Watt.
v Susunan lampu ini dimasukkan ke dalam bilik yang diberi ventilasi di sampingnya.
v Dibawah susunan lampu dipasang plexiglass setebal 1 1\2 cm untuk mencegah sinar ultraviolet.
v Alat terapi sinar diletakkan 45 cm di atas permukaan bayi.
v Terapi sinar di berikan selama 72 jam tau sampai kadar bilirubin mencapai 7,5 mg%. Selama terapi sinar mata bayi dan alat kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat memantulkan sinar.
Transfusi tukar darah ( exchange transfusion )
Transfusi tukar darah Jakarta di berikan kasus-kasus berikut :
a. Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20 mg%
b. Pada bayi prematur tranfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar albumin kurang dari 3,5 gram per 100 ml.
c. Pada kenaikan yang cepat nilirubin tidak langsung serum bayi pada hari pertama ( 0,3 – 1 mg% per jam ). Hal ini terutama terdapat pada inkompatibilitas golongan darah.
d. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensasi jantung.
e. Bayi penderita icterus dan kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 14 mg% dan Coombs test langsung positif.
Alat-alat dan obat-obat yang harus disediakan ialah :
1. Semprit dengan 3 cabang ( 3 way syringe )

2. Semprit 5 ml atau 10 ml ( 2 buah ) untuk glukonas calcicus 10% dan heparin encer ( 2 ml heparin @ 1000 satuan dalam 250 ml NaCi fisiologik )
3. Kateter polyethylene kecil sepanjang 15-20 cm ( atau feeding tube No. 5-8 French )
4. Piala ginjal ( 2 buah ) serta botol kosong untuk menampung darah yang dibuang
5. Alat-alat pembuka vena dan
6. Zat asam, laringskop neonatus, ventilator bayi ( misalnya Penlon infant ventilator ), plastic airway, dan lain-lain yang diperlukan untuk resusitasi.
Teknik transfusi tukar darah
a. Lambung bayi harus kosong, 3-4 jam sebelum transfusi jangan diberi minum. Kalau mungkin, 4 jam sebelum transfusi bayi diberi infus albumin 1 gram/kg berat badan atau 35 ml plasma manusia per kg berat badan.
b. Semua tindakan harus dilakukan dengan cara ansepsis dan antisepsis.
c. Harus diawasi pernafasan, nadi, denyut jantung, dan keadaan umum bayi.
d. Bayi tidak boleh kedinginan. Kalau inkubator bayi kecil, dan transfusi tukar darah tidak dapat dilakukan di dalam inkubator, maka bayi dapat dikeluarkan dan dipanaskan dengan menggunakan lampu 20 Watt dalam jarak 2-3 meter dari bayi
e. Bila masih segar, tali pusat dipotong rata dengan dinding perut. Hati-hati terhadap pendarahan. Sebaiknya sebelum dipotong tali pusat dibuat jahitan seperti lasso pada pangkal tali pusat yang dapat dipergunakan sebagai simpul untuk mencegah pendarahan.
f. Salah satu ujung kateter polyethylene dihubungkan dengan semprit 3 cabang dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam vena umbilicalis. Sebelum dimasukkan ke dalam umbilicalis semprit 3 cabang dan kateter harus diisi dengan larutan heparin encer ( 2 ml heparin @ 1000 satuan/ml dalam 250 ml NaCi fisiologik ). Hal ini perlu untuk mencegah embolus. Kateter dimasukkan dengan hati-hati ke dalam vena umbilicalis sampai terasa halangan ( biasanya sedalam 4-6 cm ), kemudian ditarik lagi sepanjang 1 cm. Dengan cara demikian, darah akan mengalir keluar dengan sendirinya. Ambillah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium.
g. Periksalah tekanan vena umbilicalis dengan mencabut ujung luar kateter dari semprit dan mengangkatnya ke atas perut bayi. Tekanan ini biasanya positif ( darah dalam kateter naik kira-kira 6 cm di atas perut bayi ). Bila ada gangguan pernafasan, dapat terjadi tekanan negatif. Hati-hati jangan terjadi enbolus udara.
h. Keluarkan darah sebanyak 20 ml dan masukkan darah sebanyak 20 ml. Memasukkan dan mengeluarkan darah di perlahan –lahan kira-kira dalam waktu 20 detik.Kalau bayi lemah atau prematur,cukup sebanyak 10-15 ml sekali masuk dan keluar.Banyaknya darah yang dikeluarkan 190 ml per kg berat badan dan yang dimasukkan 170 ml per kg berat badan.
i. Semprit harus sering dibilas dengaan larutan hepatin encer dalam air garam fiologik.
j. Setelah darah masuk sebanyak 150 ml, kateter dibilas dengan larutan heparin encer itu. Kemudian dimasukkan gluconas calcicus 10 % secara perlahan –lahan (2 menit ) ,sesudah itu,dibilas dengan larutan heparin encer ( 1 ml).Denyut jantung harus selalu diawasi.
k. Bila tali pusat telah kering dan tidak dapat dapat dipakai lagi,dapat dipakai vena saphena magna,yaitu cabang vena femoralis.Lokasinya ialah 1 cm dibawah ligamentum inguinalis dan medial dari arteri femoralis.
PERAWATAN SETELAH TRANSFUSI DARAH.
1. vena umbilicus dikompres dengan larutan garam fisiologik supaya tetap basah seandaainya tetap diperlukan transfusi tukar lagi.Kateter siumbilikus dapat ditinggalkan dan ditutup secara steriel.
2. Bayi perlu diberi antibiotik spektrum luas.
3. Kadar haemoglobin dan bilirubin diperiksa setiap 12 jam.
4. Sesudah transfusi bayi dapat diberi terapi sinar.

KATABOLISME HEME MENGHASILKAN BILIRUBIN.
Ketika hemoglobin dihancurkan didalam tubuh,globin diuraian menjadi asam amino pembentuknya yang kemudian akan di gunakan kembali ,dan zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali.
Bagian porfirin tanpa besi pada heme juga diuraikan,terutama didalam sel-sel retikuloendotel hati,limpa dan sumsum tulang.
Katabolisme heme dari semua protein heme dilaksanakan dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sebuah sistem enzim yang kompleks yang dinamakan heme oksigenase.Pada saat heme pada protein heme mencapai sitem heme oksigenase, zat besi biasanya sudah teroksidasi menjadi bentuk feri yang merupakan hemin. Sistem heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrak. Sistem ini terletak sama dekat dengan sistem pengangkutan elektron mikrosum. Besi fero sekali lagi teroksidasi menjadi bentuk feri. Dengan penambahan lebih lanjut oksigen, ion feri dilepaskan, kemudian karbon monoksida dihasilkan.
Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Konversi kimia heme menjadi bilirubin oleh sel retikuloendotel dapat di amati secara in vivo karena warna ungu heme pada hema toma perlahan-lahan di ubah menjadi pigmen bilirubin yang berwarna kuning .
Bilirubin yang terbentuk di jaringan perifer akan di angkut ke hati oleh albumin plasma. Metabolisme bilirubin lebih lanjut terutama terjadi di hati.

PERISTIWA METABOLISME DI BAGI MENJADI 3 PROSES.
§ Ambilan bilirubin oleh sel parenkim hati.
§ Konjugasi bilirubin dalam retikulum endoplasma halus.
§ Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu.

1. HATI MENGAMBIL BILIRUBIN.
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air, tetapi kelarutan bilirubin di dalam plasma di tingkatkan oleh pengikatan nonkovalen dengan albumin. Setiap molekul albumin tampaknya mempunyai satu tapak dengan afinitas tinggi dan satu tapak dengan afinitas rendah untuk pengikatan bilirubin.
Dalam 100 ml plasma, kurang lebih 25 mg bilirubin dapat di ikat erat oleh albumin pada tapak dengan afinitas tinggi. Bilirubin jumlahnya berlebihan hanya terikat secara longgar dan karenanya mudah terlepas serta berdisfusi kedalam jaringan.
Sejumlah senyawa seperti antibiotik dan beberapa obat lainnya bersaing dengan bilirubin untuk dapat berikatan pada tapak pengikatan dengan afinitas tinggi pada albumin. Jadi senyawa – senyawa ini dapat menggeser bilirubin dan memberikan efek klinis yang bermakna..
Di hati bilirubin dilepaskan dari bilirubindari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit qleh sistem dapat jenuh( saturable) yang diperantarai oleh zat pembawa.Sistem pangangkutan yang difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar sehingga sekalipun pada keadaan patologik,sistem tersebut tampaknya tidak membatasi kecepatannya dalam metabolisme bilirubin.
Mengingat sistem pengangkutan yang difasilitasi tersebut memungkan adanya ekuibilibrium bilirubin lewat membran sinusoid hepatosit,ambilan neto bilirubin akan bergantung pada pengeluaran bilirubin oleh lintasan metabolik berikutnya.

2. KONJUGASI BILIRUBIN DENGAN ASAM GLUKURONAT TERJADI DIHATI
Bilirubin bersifat non polar dan akan bertahan didalam sel (misal,terikat dengan lipid) jika tidak dibuat dapat larut didalam air.Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk polar yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam empedu dengan penambahan molekul asam glukoronat pada bilirubin pada bilirubin tersebut.Proses ini dinamkan konjugasi dan dapat memakai molekul polar yang bukan asam glikironat(misal,sulpat).Banyak hormon steroiddan obat yang juga dikonversikan lewat proses konjugasi menjadi derifat yang dapat larut dalam air untuk mempersipkan ekskresi hormon dan obat tersebut. Hati sedikitnya mengambil dua buah isoform enzim glukuronosiltrasferase yang keduanyabekerja pada bilirubin.Enzim ini terutama terdapat dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukuronat sebagai donor glukorunosil.Bilirubin monoglukuronida merupakan intermediat danselanjutnya akan dikonfersikan menjadi bentuk diglukoronida.Meskipun demikian,kalau konjugat bilirubin terdapat secara abnormal didalam plasma manusia (misa,pada ikterus obtruktif) ,bentuk bilirubinbilirubin yang dominan adalah monoglukuronida.
Aktifitas UDP glukuronosiltransferase dapat diinduksi oleh sejumlahobat yang berkasiat dalam klinik,termasuk preparat fenobarbital.

3. BILIRUBIN DISEKRESIKAN KE DALAM GETAH EMPEDU.
Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi melalui mekanisme pengangkutan yang aktif,yang mungkin bersifat membatasi kecepatan bagi keseluruh proses metabolisme bilirubin hepatik.Pengangkutan hepatik bilirubin terkonjugasi kedalam empedu bisa diinduksi oleh obat yang sama yang mampu menginduksi konjugasi bilirubin.Jadi sistem konjugasi dan ekskresi bagi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.
Dalam keadaan fisiologis,pada hakekatnyaseluruh bilirubin yang diekskresikan kedalam empedu berda dalam bentuk terkonjugasi.Hanya setelah fototerapi dapat ditemuakan bilirubin tak terkonjugasi dengan jumlah bermakna didalam empedu.Dihati terdapat lebih dari satu sistem untuk menyekresikan kedalam empedu senyawa yang ada secara alami dan senyawa farmasisetelah proses senyawa terjadi.Beberapa dari sistem sekresi ini dipakai bersama bilirubin diglukuronida,tetapi sebagian lainnya bekerja secara bebas.
Bilirubin terkonjugasi direduksi menjadi urobilinogen oleh bakteri usus.
Setelah bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminalis dan usus besar,glukuronida dilepaskan oleh enzim bakteri yang spesifik(enzim gukuronidase),dan pigmen tersebut selanjutnya direduksioleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tidak berwarna yang dinamakan urobilinogen.Diileum terminalis dan usus besar. Diserap kembali dan diekskresikan kembali lewat hati untuk menjalani siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, khususnya kalau terbentuk pigmen empedu yang berlebihan atau kalau ada penyakit yang mengganggu siklus enterohepatik ini, urobilinogen dapat pula diekskresikan kedalam urine.
Normalnya, sebagaian besar urobilinogen tidak berwarna yang terbentuk di dalam kolon oleh flora feses akan teroksidasi disana menjadi urobilin ( senyawa berwarna ) dan diekskresikan ke dalam feses. Warna feses berubah menjadi lebih gelap ketika dibiarkan terpajan udara disebabkan oleh oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.
BAB IV
PENUTUP

4.1 . Kesimpulan
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran empedu dll.
Ikterus Neonatorum dibagi menjadi:
a. Ikterus Fisiologis
- warna kuning akan timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3.
- Tidak mempunyai dasar patologis.
- Kadarnya tidak melampuai kadar yang membahayakan.
- Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus.
- Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
b. Ikterus Patologis
- Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
- Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
- Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
- Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis).
- Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari.
- Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari ( bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR.


Penanganan pada bayi Ikterus:
a. Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi
- Beri minum sesuai dengan kebutuhan.
Makanan yang paling utama dan sesuai untuk bayi baru lahir adalah ASI. Oleh sebab itu, berilah ASI pada bayi sesering mungkin.
- Jika bayi dapat menyusui, berilah ASI eksklusif lebih sering.
- Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui piapa nasogastrik atau dengan gelas dan sendok.
- Perhatikan juga frekuensi BAB dan BAK bayi untuk menghindari terjadinya dehidrasi.
b. Beri theraphy sinar untuk bayi yang dirawat di Rumah Sakit, dan jemur bayi dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7-jam8 pagi setiap hari selama 15 menit bayi telungkup dan 15 menit bayi telentang.
c. Jika kondisi tubuh keluarga atau tamu sedang sakit, jangan dekat bayi dahulu, sebab bayi sangat rentan terhadap penyakit.
a. Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan.
b.Cegah infeksi seminimal mungkin.

Langkah Promotif dan perventif yang dapat kita lakukan agar ikterus ini tidak terjadi yaitu:
ü Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan ikterus (sulfa,anti malaria, nitro furantio, aspirin).
ü Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
ü Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini secara tepat dan cepat.
ü Penanganan asfiksia adan trauma persalinan dengan tepat.
ü Pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi baru lahir dengan ASI dini dan eksklusif.


4.2. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Dalam penetapan manajemen kebidanan diharapkan mahasiswa dapat melakukan pengkajian yang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mampu memberikan asuhan yang kompeten bagi pasien. Mahasiswa juga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya selama proses pembelajaran di lapangan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan bimbingan yang seoptimal mungkin dari pendidik lapangan dalam membimbing mahasiswa di lapangan dalam memberikan asuhan kebidanan dan keperawatan bagi pasien sehingga mahasiswa dapat mengevaluasikan teori dan praktek yang telah diperolehnya.
































DAFTAR PUSTAKA

FKUI .1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Pelatihan PONED Komponen Neonatal 28-30 Oktober 2004)
Saifudin, Sbdul Bari. 2002. Buku Acuan National Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Salman. 2006. Asuhan Antenatal. Jakarta: EGC
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Next Post Previous Post