TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Pusat Ilmu Pangan dan Teknologi Pangan ASEAN -IPB, Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, Msc, Phd menilai masyarakat masih sering salah memahami susu UHT yang beredar di pasaran.
"Misalnya waktu pemanasan yang tinggi sering dianggap merusak kandungan vitamin dan mineral dalam susu," ujar Purwiyatno disela-sela peluncuran Kampanye Minum Susu Tetra Pak di Taman Menteng, Rabu (28/9).
Menurut ahli teknologi pangan ini, proses pemanasan di UHT ini mempunyai hasil maksimum untuk membunuh bakteri di dalam susu tetapi hanya menimbulkan kerusakan gizi yang minimum. Pemanasan susu dilakukan pada suhu tinggi antara 135 hingga 141 derajat celsius.
Menurutnya warna, aroma dan rasa relatif tidak berubah seperti layaknya susu segar. " Susu bisa bertahan lama tanpa bahan pengawet," ujarnya. Proses pemanasan dengan teknik UHT ini jauh lebih baik dibandingkan pemanasan lain seperti memasukkan susu di dalam botol dan direbus. Dengan teknik ini dibutuhkan waktu yang lama untuk membunuh bakteri dan berpotensi merusak nilai gizi susu.
Sayangnya konsumsi susu cair dengan teknik UHT ini juga masih rendah. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, konsumsi susu cair dalam bentuk UHT baru mencapai 118,500 ton (4.6 persen). Sedangkan susu steril mencapai 69 ribu ton (2,7 persen), susu pasteurisasi 30 ribu ton (1,2 persen) serta yang paling banyak dikonsumsi adalah jenis susu bubuk mencapai 43.3 persen).
Data dari pemerintah menunjukkan pada 2010, konsumsi susu di Indonesia hanya mencapai 11.9 liter/kapita/tahun. Angka ini masih sangat rendah dibandingkan dengan Negara-negara lain seperti India yang mencapai 42.8 liter/kapita/tahun, Malaysia dan Filipina 22.1 liter/kapita/tahun, serta Thailand 31.7 liter/kapita/tahun Soal pilihan susu bubuk dan susu cair, kata Purwiyatno, diserahkan kepada konsumen.
Menurutnya ada kelebihan dan kekurangannya. Dia mencontohkan untuk susu cair ini tak tahan lama, terutama jika sudah dibuka. Susu Cair karena sifatnya yang lebih banyak mengandung cairan menjadi berat. Susu cair juga lebih mudah ditumbuhi bakteri. "Karenanya harus disimpan di lemari es supaya lebih awet," ujar ahli teknologi pangan dari IPB ini. Sedangkan susu bubuk bisa lebih awet tanpa harus dimasukkan ke dalam lemari pendingin.
Susu bubuk juga tak mudah ditumbuhi bakteri. Susu cair, terutama susu kental manis, diakui lebih banyak mengandung kadar gula yang tinggi. Gula ini difungsikan sebagai pengawet. Masyarakat juga harus bijak untuk mengkonsumsi susu ini karena kadar gulanya yang tinggi. Tetapi bagi mereka yang membutuhkan banyak energi, kata dia, tak ada masalah. Untuk mendongkrak konsumsi susu, PT Tetra Pak Indonesia mengkampanyekan gerakan minum susu ini dengan tagline Gara-gara Minum Susu.
Koki Rinrin Marinka juga menyarankan dalam berbagai bentuk minuman dan makanan. Dia memperagakan beberapa resep andalannya dengan menggunakan susu di dalamnya.
I DIAN YULIASTUTI