Ibu Negara, Ani Yudhoyono, mengimbau kaum perempuan melakukan pencegahan dini dengan memeriksakan diri ke Rumah Sakit atau Puskesmas.
Dari tahun ke tahun, kaum perempuan Indonesia semakin besar peranannya; baik di dalam rumah ataupun berkiprah di luar rumah. Peranan besar perempuan ini sepatutnya ditopang dengan peningkatan kualitas kesehatan, agar terhindar dari penyakit-penyakit mematikan seperti kanker serviks atau kanker leher rahim.
Berdasarkan data Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), setiap satu jam terdapat satu perempuan di Indonesia yang meninggal akibat kanker serviks atau yang dikenal dengan kanker leher rahim. Angka penderitanya tertinggi dari sepuluh jenis penyakit kanker yang menyerang laki-laki dan perempuan, yaitu 25 persen; atau 26,4 persen dari 10 jenis kanker terbanyak pada perempuan.
Ibu Negara, Ani Bambang Yudhoyono, menghimbau kaum perempuan lebih mengenali penyakit mematikan ini, atau melakukan pencegahan dini dengan memeriksakan diri ke Rumah Sakit atau Puskesmas. Hal ini disampaikan saat pencanangan "Gerakan Perempuan Melawan Kanker Serviks," di kantor pusat Pertamina, Kamis.
Ani mengatakan, "Julukan kanker serviks sebagai "silent killer" cukup beralasan, sebab perkembangan kanker itu sangat sulit dideteksi. Perjalanan dari virus menjadi kanker membutuhkan waktu yang cukup lama, bisa 10-20 tahun. Proses ini seringkali tidak disadari sehingga sampai tahap pra kanker tanpa gejala. Maka, pengertian kanker serviks mutlak perlu dipahami setiap perempuan Indonesia."
Getty Images/iStockphoto
Kanker serviks atau dikenal dengan kanker leher rahim merupakan 'silent killer' bagi perempuan, karena perkembangan kanker ini sulit dideteksi (foto: ilustrasi). Selain memeriksakan diri dengan rutin, Ani Yudhoyono mengingatkan pula agar perempuan Indonesia memilih gaya hidup sehat, dengan asupan nutrisi yang cukup untuk menghindari penyakit yang masuk lewat virus Human Papilloma tersebut. Virus ini ditularkan melalui kontak kulit kelamin.
Di perkotaan, umumnya perempuan yang sudah menikah atau sudah aktif secara seksual dapat memeriksakan diri melalui test papsmear, yang harganya cukup mahal. Tetapi kini, para spesialis kebidanan Indonesia telah menggunakan metode baru dengan harga yang sangat terjangkau.
Metode tersebut dinamakan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat), kemudian melakukan terapi krio jika ditemukan kelainan pra kanker. Harganya tidak lebih dari lima ribua rupiah untuk satu kali test. Koordinator Female Cancer Program untuk DKI Jakarta, DR. dr. Laila Nuranna menjelaskan, metode ini ditujukan untuk mereka yang memiliki dana terbatas untuk melakukan pemeriksaan pada serviks.
"Itu altenatif pada kelompok perempuan yang tidak punya kesempatan untuk papsmear. Dari Kementerian Kesehatan juga ini sudah jadi metode yang dapat diterima, memungkinkan kita memberikan kesempatan bagi seluruh peeempuan, karena relatif murah dan teruji," ujar Nuranna.
Metode IVA dilakukan dengan melihat serviks yang diolesi larutan asam asetat (cuka dapur) sebanyak 3,5 persen pada permukaan serviks. Jika terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi plak putih, maka hal tersebut menunjukkan ada kelainan pada sel serviks. Dr. Laila mengatakan antara papsmear dan IVA memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Lebih lanjut ia mengatakan, "Kalau dilakukan dengan sama baiknya, ada kurang ada lebih. Kalau bahasa statistiknya, papsmear kuat karena spesifik (hasilnya), sedangkan IVA kuat pada sensitivitasnya. Jadi kadang-kadang IVA sudah menangkap (ada gejala pra kanker serviks), papsmear belum menangkap."
Kementerian Kesehatan mencatat angka tertinggi penderita kanker serviks di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, mencapai 9,6 setiap 1.000 penduduk, dan terendah di Maluku yaitu 1,5 setiap 1.000 penduduk.