TEMPO Interaktif, Jakarta - Hari raya Idul Adha atau yang sering disebut hari raya kurban besok pasti bergelimang daging, baik sapi maupun domba. Banyak orang memasak dan memakan daging dalam beberapa hari. Tapi tidak demikian dengan Debra Yatim. Aktivis dan pemerhati masalah perempuan dan keluarga ini memilih menjadi vegetarian. Ia sudah menjalaninya dalam beberapa tahun belakangan ini. "Awalnya karena menemani suami saya setelah dia kena stroke. Akhirnya saya malah keterusan," kata Debra saat ditemui dalam acara penelitian tentang status gizi anak Indonesia di Pontianak, Kalimantan Barat.
Debra memang tidak menjadi vegetarian murni karena menjalankannya bukan atas anjuran kepercayaan. "Karena saya muslim. Sesekali saya masih makan kayak bakso, tapi lebih seringnya banyak sayur saja," ujarnya. Untung-ruginya tentu dirasakan pula. "Kadang-kadang merasa asosial kalau makan bersama. Jadi suka pilih-pilih," kata Debra, tertawa. Tapi keuntungan yang dia dapat ternyata juga tak sedikit. Debra merasa kesehatannya lebih terjaga dan tak mudah tumbang.
Jadi menghindari daging bukan tanpa alasan bagi Debra. Daging merah, sapi dan kambing di antaranya, telah lama menjadi perdebatan dalam hubungannya dengan masalah kesehatan. Salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan adalah apakah benar daging merah menjadi penyebab penyakit kanker dan jantung?
Daging merah memang kaya akan lemak jenuh yang bisa meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, ujung-ujungnya risiko pada penyakit jantung. Sebuah penelitian yang dilakukan National Institutes of Health-AARP terhadap lebih dari setengah juta orang tua di Amerika menyimpulkan bahwa orang yang makan banyak daging merah dan daging olahan dalam 10 tahun kemudian cenderung lebih cepat meninggal dibanding orang yang sedikit makan daging merah.
Namun hubungan antara daging merah dan kanker masih penuh kontroversi karena ada beberapa hal yang masih diduga menjadi penyebab timbulnya kanker. Misalnya, faktor genetis. Namun zat karsinogen yang terbentuk dari daging merah yang terlalu lama dimasak diduga keras menjadi penyebab timbulnya kanker. Belum lagi zat besi heme, tipe zat besi yang ada dalam daging merah, yang konon bisa memproduksi komponen yang bisa mencederai sel. Proses ini diduga juga berujung pada timbulnya kanker.
Selain penyakit-penyakit berat yang mungkin disebabkan oleh daging merah, ada penyakit yang lain, yaitu GERD atau gastroesophageal reflux disease. Menurut dokter ahli penyakit dalam dari Divisi Penyakit Gastrologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Ari Fahrial Syam, GERD memang sering dikeluhkan orang ketika konsumsi daging merah masyarakat meningkat, misalnya saat Idul Adha. "Tapi daging merah juga mengandung zat gizi, terutama protein dan lemak hewani yang penting bagi tubuh kita, terutama pada masa pertumbuhan," katanya.
Pada orang dewasa, protein tetap dibutuhkan untuk menjaga keutuhan tubuh dan mengganti sel-sel yang mengalami kerusakan. Juga berperan penting untuk proses penyembuhan. Sedangkan lemak berperan sebagai sumber energi. Asam lemak esensial berperan dalam pembentukan membran sel-sel tubuh dan dibutuhkan untuk pembentukan steroid dan hormon. "Lemak juga berperan sebagai bumper untuk organ-organ dalam tubuh," kata dokter Ari. Namun tetaplah berhati-hati. Sebab, jika daging dikonsumsi secara berlebihan dan dalam waktu yang singkat seperti saat perayaan Idul Adha, berbagai penyakit pencernaan juga bisa langsung mengintai. "Dimulai dari saluran cerna ataupun gangguan saluran cerna bawah, misalnya penyakit GERD."
Dokter Ari menemukan di RSCM dan sejumlah rumah sakit swasta 20 persen dari kasus pasien dengan sakit maag yang diendoskopi saluran cernanya ternyata adalah kasus GERD. "Bisa dikatakan ini adalah penyakit akibat gaya hidup," katanya. GERD muncul ketika terjadi aliran balik isi lambung, termasuk asam lambung, ke kerongkongan karena adanya kelemahan klep antara lambung dan kerongkongan. "Selain itu, adanya gangguan pengosongan lambung juga menginduksi timbulnya GERD."
Kadar lemak yang berlebihan dapat menyebabkan pengosongan lambung menjadi lambat dan adanya gangguan pada klep, sehingga isi lambung berbalik arah ke kerongkongan. Penderita GERD biasanya merasakan panas pada dada seperti terbakar atau heart burn. "Mereka merasakan ada sesuatu yang berbalik arah dari lambung naik ke atas atau regurgitasi. Keluhan ini sering diduga sebagai serangan jantung, padahal bukan," kata Ari.
Akibatnya, pasien merasakan mulut terasa pahit, nyeri di ulu hati, kembung, begah, sering bersendawa, sesak napas, mengalami batuk kronis, rhinitis (radang hidung) kronis, peradangan pita suara (laryngitis), sampai ngilu pada gigi. Beberapa faktor yang mungkin memperberat kondisi GERD yang sudah ada misalnya jika daging yang dikonsumsi dimasak dengan santan yang berlebihan, serta bumbu beraroma tajam seperti asam dan pedas. "Apalagi jika setelah mengonsumsi daging ini langsung tidur. Hal ini akan menyebabkan makanan yang telah sampai di lambung berbalik arah ke kerongkongan," ujar dokter Ari.
Dia menemukan pada 4 dari 5 pasien yang mengalami GERD bahwa langsung tidur setelah makan daging dalam jumlah banyak bisa menyebabkan timbulnya panas di dada. Jadi, perlu bijak saat mengkonsumsi daging. Jangan rakus, walau tengah bergelimang daging sekarang.
UTAMI WIDOWATI