Senin, 28 November 2011 | 04:04 WIB
TEMPO Interaktif:- Hepatitis A meruyak dan terus menyedot perhatian. Tak hanya di Kota Depok, Jawa Barat, pada Oktober-November ini, kasus serupa juga terjadi di delapan kabupaten/kotamadya di Tanah Air sepanjang 2011.
Menurut data Kementerian Kesehatan, sembilan wilayah yang menyatakan terjadi kejadian luar biasa hepatitis A itu adalah Kabupaten Lampung Selatan, Way Kanan, dan Kota Metro (ketiganya di Provinsi Lampung), Kabupaten Lebak (Provinsi Banten), dan Kota Bandung, Kota Depok, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Bogor, serta Kota Bogor (kelimanya di Provinsi Jawa Barat). Total jenderal, pasien yang terinfeksi virus hepatitis A ada 550 orang. Beruntung, tak ada pasien yang meninggal akibat penyakit ini.
Di luar kasus yang terhitung kejadian luar biasa, sejatinya ada banyak kasus hepatitis A yang tak terungkap di permukaan. Sebab, saat menclok ke tubuh seseorang, penyakit ini tak menimbulkan gejala. "Kebanyakan dari kita tak sadar sudah terinfeksi virus hepatitis A," kata Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Dr. dr Rino Alvi Gani, di kantor perhimpunan, Menteng, Jakarta.
"Lebih dari 80 persen penduduk, kita pernah terkena virus hepatitis A. Jadi, cuma 20 persen saja yang belum terinfeksi," dokter spesialis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta ini menegaskan.
Di seluruh dunia, prevalensi hepatitis A diperkirakan ada 1,4 juta kasus baru per tahun. Penyakit ini jarang ditemui di negara maju, namun masih sering ditemukan di negara-negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Prevalensi di kawasan-kawasan itu masih tinggi karena keadaan sanitasinya buruk. "Sebab itu, kasus hepatitis A bisa menjadi indikator kebersihan sanitasi di suatu daerah," ujar Rino.
Hepatitis A adalah penyakit peradangan hati yang disebabkan virus hepatitis A. Virus ini merupakan virus RNA dari golongan Hepatoviridae genus Picornaviridae. Penyakit ini ditularkan melalui jalur fecal-oral, yaitu melalui konsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi tinja pasien hepatitis A.
Kasus hepatitis A di Depok, menurut Rino, hal itu juga terjadi karena masalah sanitasi yang buruk. Penyebarannya bisa melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja pasien hepatitis A.
Secara sederhana, dia mencontohkan, penyebaran virus ini bisa terjadi bila air sumur yang digunakan untuk minum atau mencuci makanan berdekatan dengan jamban. "Ketika air jamban ini merembes ke sumur, maka penyebaran virus hepatitis A dengan mudah terjadi," katanya.
Gejala klinis hepatitis A bervariasi. Ada yang tanpa gejala hingga gangguan fungsi hati. Tapi, karena hati termasuk organ yang punya cadangan fungsi yang baik, maka seringkali gangguan ini tidak dirasakan pasien. Inilah yang menyebabkan gejala hepatitis A umumnya tidak berat. Gejala yang muncul, antara lain, rasa lemas, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, demam, nyeri perut kanan atas, kembung, dan diare.
"Sembilan puluh sembilan persen infeksi hepatitis A akan sembuh sempurna tanpa ada komplikasi lebih lanjut," kata Rino, "Kurang dari satu persen yang berkembang menjadi hepatitis fulminan (kronis)." Hal serupa ditegaskan oleh Profesor Ali Sulaiman, Ketua Kelompok Kerja Hepatitis di Kementerian Kesehatan. "Hepatitis A termasuk self limiting disease, penyakit yang bisa sembuh sendiri," katanya, pada kesempatan terpisah.
Orang yang pernah terjangkit virus hepatitis A, maka dalam tubuhnya sudah mempunyai sistem kekebalan tubuh terhadap virus tersebut seumur hidup sehingga tak akan terkena lagi virus yang sama. Pada golongan ini, langkah pencegahan berupa vaksinasi bisa mubadzir. Itu sebabnya, pada negara-negara endemis hepatitis A, seperti Indonesia, upaya vaksinasi massal tidak diperlukan.
"Sebab, pasti akan memakan banyak biaya," kata Rino. Namun, pada beberapa keadaan khusus, seperti pasien dengan penyakit hati kronis dan belum memiliki kekebalan terhadap penyakit ini, juga pada anak-anak, pemberian vaksin layak dipertimbangkan.
AMIRULLAH | DWI WIYANA