Deteksi kebohongan (doc Corbis)
VIVAnews - Merasa sedang dibohongi oleh pasangan? Atau Anda berpikir kalau teman sedang menutupi-nutupi sesuatu? Siapapun bisa membohongi Anda, termasuk orang-orang dekat yang dipercaya.
Mereka mungkin punya alasan kuat untuk berbohong pada Anda. Tapi, jangan sepelekan firasat, jika memang Anda merasa sedang dibohongi. Analisis saja firasat itu dengan melakukan jurus mendeteksi kebohongan dari doktor psikologi dari University of Central Lancashire, Inggris, Paul Seager. Berikut beberapa mitos dan fakta yang wajib Anda tahu dari sang doktor, Daily Mail.
Kontak mata Menurut Seager, adalah salah kaprah mengganggap pembohong menghindari kontak mata. Justru pembohong yang andal akan melakukan kontak mata lebih lama dari biasanya. Itu karena orang cenderung melihat kontak mata sebagai landasan kepercayaan. Gelisah Mitos lain yang beredar yaitu orang akan terlihat gelisah saat berbohong. Faktanya justru sebaliknya. Jika seseorang membuat kebohongan, mereka akan mengalihkan energi dari aktivitas fisik menjadi aktivitas otak yang lebih aktif. Jadi, mereka akan lebih diam, karena berpikir keras, untuk menutupi kebohongannya.
Melihat ke satu titik Mitos besar ketiga adalah bahwa ketika seseorang berbohong, ia akan memfokuskan pandangannya pada titik tertentu, baik ke atas, ke kanan ataupun ke sudut lain. Ini didasarkan pada gagasan bahwa ketika kita melihat ke atas atau bawah, ke kiri atau kanan, kita mengakses memori tertentu.
"Apa yang kita lontarkan, melibatkan berbagai jenis fungsi otak dan memori, jadi ini tidak benar," kata Dr. Seager. Tekanan suara Perhatikan juga tekanan suara, itu karena orang yang berbohong suaranya cenderung lebih tinggi dari biasanya. Menurut Dr. Seager, penelitian menunjukkan peningkatan nada suara jadi indikator yang baik untuk mendeteksi kebohongan, namun kadang sulit dilakukan.
Kecepatan menjawab pertanyaan Lontarkan saja berbagai pertanyaan di kepala saat firasat dibohongi muncul. Lalu, perhatikan kecepatan menjawab orang yang Anda curigai berbohong. Jika ia menjawab agak lama, bisa jadi memang sedang menyusun strategi untuk berbohong.
"Kami menyebutnya sebagai latency response, artinya otak bekerja keras untuk menyusun kebohongan. Sehingga, ada jeda waktu cukup lama antara pertanyaan dan jawaban," kata Dr. Seager. (adi)
• VIVAnews
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.
' ); $.ajax({ type: "POST", url: "/comment/load/", data: "valIndex=" + a + "&articleId=" + b + "&defaultValue=" + c, success: function(msg){ $("#loadkomen").html(msg); //$(".balasan").hide(); } }) }