Awalnya sangat dekat dengan sahabat. Lalu.. keakraban itu mulai pudar dan berubah menjadi rasa benci, iri, pokoknya bikin hati iritasi.
KapanLagi.com - Semua orang terlahir untuk memiliki sahabat, dan menjadi seorang sahabat yang senantiasa membuka kedua tangan untuk memberi dekapan erat dan pundak yang
available untuk bersandar. Ada ungkapan populer, "
Friendship is like a pill!". Ya, sebuah 'pil' ajaib yang selalu Anda butuhkan, Anda telan, dan punya efek menenangkan setelahnya. Kalau Anda pikir-pikir lagi, persahabatan itu punya rumus yang nyaris serupa dengan
relationship dengan si dia. Ada saatnya Anda merasa sangat dekat dengan sahabat hampir setiap saat. Lalu, entah apa penyebabnya,
whooosshh... keakraban itu mulai pudar dan berubah menjadi rasa benci, iri, pokoknya bikin hati iritasi. Sukseslah Anda disergap dengan beribu-ribu pertanyaan, tapi sebenarnya melabuhkan Anda pada ujung yang sama, "Apa saya bukan sahabat yang baik?"
Inilah mengapa dua gelas vodkatini yang Anda minum sembari mendengarkan cerita 'teman kencan' rutin Anda di hari Sabtu a.k.a sahabat Anda (yang sebenarnya mengiris-iris hati itu) jadi tak memberi efek memabukkan. Setiap tengakan alkohol justru semakin membuat otak Anda berlari ke mana-mana ketika ia mulai cerita soal kesuksesan karier setelah melewati liku terjal persaingan di kantornya. Dan, semakin mendidih lagi saat ia membangga-banggakan cerita kehidupan seksnya yang sensasional.
Sementara situasi Anda: masih single, karier stuck di situ-situ saja, dan petualangan seks? Hmm, Anda sendiri masih menebak-nebak misteri kapan sosok Mr.Right muncul di hadapan mata. Rasanya, bungkam adalah cara kabur paling benar sebelum diserang pertanyaan-pertanyaan itu. Ini juga kenapa Anda jadi tak kuasa menyembunyikan rasa iri, kesal, dan benci dari wajah Anda, dan melemparkan tatapan datar tanpa berusaha mengalirkan komentar atas kebahagiaan yang mengelilingi sahabat Anda. Which is, sebagai sahabat yang baik, Anda harusnya bertindak sebagai orang pertama yang berapi-api memberi tepuk tangan dan membanjirinya dukungan.
Sayangnya, Anda bosan. Dan mulai berpikir, seandainya 'teman kencan' Anda malam itu bukanlah sahabat Anda, melainkan seorang pria yang terus mengaitkan tangannya di jemari, memberi tatapan penuh cinta, lalu menghabiskan malam minggu berdua penuh gairah. Blah! Hapus khayalan itu sekarang, karena Anda tak bisa kabur dari kenyataan kalau sebenarnya Anda tengah mengalami masa-masa sulit dalam persahabatan. Tanyakan dalam hati, mengapa bisa muncul pikiran-pikiran seperti itu? Dengar apa yang dikatakan Inggrid, "Normal kok jika Anda menemukan ups and downs dalam persahabatan."
Masih ada lain yang perlu Anda dengar, "Tidak ada satu pun sahabat yang bisa memenuhi apa yang Anda butuhkan: ada yang menyenangkan saat diajak curhat, ada yang fun untuk bersenang-senang, bahkan sebuah persahabatan yang tak terpisahkan sekalipun akan menemui sebuah permulaan, masa-masa indah, dan putus begitu saja."
Sebelum pertanyaan-pertanyaan lain semakin mengusik pikiran, lantas Anda tergesa-gesa memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan sahabat, tandanya Anda harus membaca artikel ini sampai selesai.
Karena Anda tak bisa begitu saja berkata, "Saya tidak butuh sahabat!" Cosmo tahu benar bagaimana cara untuk mempertahankan persahabatan, bahkan (sorry, jika menyakitkan) harus mengakhiri tanpa harus menyakitinya setelah diguncang 'perkara' hebat.
GUNCANGAN 1: "Saya IRI! Ia punya segalanya..."
Hanya butuh 10 menit untuk membuat Anda jadi kesulitan menghirup udara segar, meringis kesakitan (dalam hati) saat sahabat dengan bangganya memamerkan cincin berkilau yang melingkar di jarinya. "Ia meminta saya mengambilkan berkas di tasnya, lalu saya menemukan kotak perhiasan. Waktu saya buka, OMG! That's the ring I've been waiting for. Ah, senang banget!" Bak ada gelombang dahsyat yang menghempas Anda, dan entah kenapa teriakannya jadi suara melengking sakit di telinga. Sedangkan situasi Anda, jauh tertinggal di belakangnya.
Bertahun-tahun menjalin hubungan dengan si dia tapi tanda-tanda pasti untuk mengikat hubungan masih samar-samar terlihat. Perlu bertahun-tahun menyisihkan gaji bulanan Anda untuk bisa memiliki apartemen yang Anda tempati sekarang. Sahabat Anda? Hanya dengan secarik kertas cek sudah bisa menjawab segala dilema yang ada. Ingin rasanya teriak kencang-kencang, "Kenapa saya tak seberuntung dia!"
Perasaan Anda: Merasa disiksa pelan-pelan waktu sahabat mendapatkan sesuatu yang juga Anda inginkan. Tapi jika Anda merasa kalau Anda juga layak mendapatkan itu, bukan berarti ia kehilangan kans memperolehnya. Katakan padanya kalau Anda juga ikut senang. Begitu pun dengan reaksi yang Anda harapkan dari seorang sahabat saat merasakan hal serupa.
Friendship Saver: Ini terjadi karena Anda terlalu fokus mengejar sesuatu yang ingin didapatkan ketimbang memikirkan apa yang sebaiknya Anda lakukan sekarang. Jika Anda terus memikirkan apa yang sahabat Anda miliki, Anda makin tak bisa menghargai potensi yang terpendam. Ingat, Anda bukanlah orang yang baru saja ia temui. Ia tahu betul detail ukuran baju, celana, bra, sepatu, tahu apa yang bikin Anda kesal, hingga tahu berapa total fling dalam hidup Anda.
Maka, untuk mendeteksi kalau Anda sedang diserang rasa iri bukanlah masalah yang sulit diterka buatnya. Terus-terusan iri, lama kelamaan sahabat Anda mulai merasa tidak nyaman berada di dekat Anda. Hilangkan rasa gengsi dan kumpulkan keberanian untuk meminta nasehat soal karier, relationship, tip diet sampai masalah finansial padanya. Atau, "Utarakan sambil setengah bercanda sehingga ia semangat cerita," saran Collins. Jadi kalau besok-besok ia mengajak Anda pergi belanja saat simpanan uang telah berada di level emergensi, Anda tak akan ragu bilang, "Duh, tas saya mulai iri melihat Prada kamu nih." Dan, seorang sahabat yang baik pun pasti akan 'mengenal' nada bicara itu. (Cosmo/wsw)
Artikel lanjutan: I Hate My Best Friend! II
Source: Cosmopolitan Edisi November 2011, Halaman 210