KOMPAS.com - Kemampuan bernegosiasi rasanya dibutuhkan semua orang dalam pekerjaannya. Bagi orangtua bekerja, Anda bisa meningkatkan kemampuan bernegosiasi dengan memelajari perilaku si kecil sehari-hari.
Mungkin Anda tak menyadari, anak-anak bernegosiasi dengan orang dewasa setiap harinya. Mereka berupaya keras untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Anak-anak adalah pelaku negosiasi andal yang memahami siapa sasarannya, cerdik mencari peluang, dan tak henti mengembangkan teknik bernegosiasi. Di balik wajah dan senyuman anak-anak yang menggemaskan, dan boleh jadi mudah saja baginya mengambil hati orang dewasa, mereka punya kekuatan negosiasi ini.
Penulis Lindsay Cross berbagi pengalamannya, memelajari taktik negosiasi dari putri kecilnya, Brenna.
Memahami audience. Anak-anak memiliki kemampuan untuk mengenali siapa yang membuatnya merasa nyaman, siapa yang tak menyukai dan menjauhinya, dan juga tahu betul siapa yang dapat memberikan apa pun yang diinginkannya.
Cross menceritakan pengalamannya saat merayakan Thanksgiving beberapa waktu lalu. Brenna memintanya membukakan cokelat kalkun untuk dimakannya. Cross merespons permintaan Brenna dengan bilang tidak. Lalu, Brenna pun mencari akal. Dia tidak mendatangi neneknya, yang cenderung memanjakannya namun tetap kompak dengan Cross dalam hal apa pun. Akhirnya, Brenna membuka pembicaraan dengan kakeknya. Meski si kakek cenderung lebih suka menyendiri dan jarang berinteraksi dengan anak-anak, Brenna tak canggung mendatanginya. Brenna pun mulai menceritakan kisahnya, bahwa ia menemukan cokelat dan ia sudah menanyakan kepada orang lain namun tak ada yang mengakui milik siapa cokelat tersebut. Si kakek yang berpikir praktis pun berkata, "Kamu boleh ambil cokelat itu kalau memang tak ada orang lain yang memilikinya."
Menurut Cross, cara Brenna mewujudkan apa yang diinginkannya dapat dipraktikkan dalam pekerjaan. Misalnya, para manager sales, seharusnya juga bisa seperti Brenna, jeli mengenali audience-nya dan berikan perhatian lebih pada apa yang seharusnya dilakukan menyesuaikan dengan kondisi.
Selalu mencari jawaban. Brenna selalu tak puas dengan jawaban "Tidak" dari orangtuanya. Jika ia meminta sesuatu, misalnya tidur di kamar Cross, dan permintaannya ditolak, ia selalu bertanya, "Memang kenapa? Aku berbuat kesalahan apa?" Ia terus bertanya sebagai upayanya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Mungkin teresan keras kepala. Namun sikap ini dapat diterjemahkan lebih positif, dengan menilainya sebagai sosok yang berkemauan keras dan gigih mewujudkan apa yang diinginkannya, dengan bertanya dan berusaha mencari jawabnya.
Menurut Cross, pekerja atau pelaku bisnis di manapun harus mempertanyakan, mencari jawaban atau alasan, atas segala hal terutama ketika sesuatu yang sudah Anda rencanakan tak berjalan dengan semestinya. Sikap tak mudah berpuas diri, dan terus mencari cara dengan gigih untuk mengejar target atau mencapai sasaran yang diinginkan dimulai dari satu pertanyaan, "Mengapa?"
Berani menawarkan diri. Ketika tak mendapatkan sesuatu yang diperjuangkannya, Brenna mencari cara lain. Ia menawarkan bantuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Misalnya, ketika Brenna berhasil menuntaskan latihan toilet, ia pun meminta imbalannya, berupa permen. Untuk mendapatkan permen saat ia menginginkannya, Brenna menggunakan alasan ini lagi kepada Cross, padahal ia tak lagi diwajibkan latihan menggunakan toilet. Alhasil, dengan cerdiknya Brenna berkata, "Kalau begitu, apa yang bisa aku lakukan untuk mendapatkan permen?"
Si kecil Brenna mungkin tak memahami bahwa yang dilakukannya itu adalah sebuah transaksi bisnis. Ia tak berhasil mendapatkan permen dengan cara lama, maka ia berpikir untuk mencari cara baru, dengan menawarkan diri melakukan apa yang diminta demi mendapatkan permen. Ia siap melakukan hal lain, sesuatu yang baru dan boleh jadi lebih menantang, untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Anda juga bisa mempraktikkan metode ala Brenna ini dalam pekerjaan. Dengan mengajukan satu penawaran sederhana, "Ada lagi yang bisa saya bantu atau lakukan?" sebagai cara untuk menantang diri sendiri, demi mencapai tujuan. Hal ini dapat diterapkan di berbagai hal.
Misalnya, tujuan Anda adalah mendapatkan bonus lebih tinggi tahun ini yang nilainya ditentukan dari kualitas pekerjaan juga kompetensi Anda. Anda merasa sudah melakukan pekerjaan dengan semestinya. Namun, tak ada salahnya jika Anda menawarkan diri kepada atasan, dengan menanyakan kepadanya, "Apa lagi yang bisa saya lakukan untuk mendapatkan bonus besar di akhir tahun nanti?" Dengan begitu, Anda dapat mengevaluasi diri, melakukan tugas dan tanggung jawab lebih baik lagi, sekaligus menunjukkan Anda tak mudah dikalahkan dengan tantangan namun justru bisa membuktikan bahwa Anda memang layak mendapat bonus besar karena Anda telah berusaha mengupayakannya.
Sumber: The Grindstone