KOMPAS.com - Bisnis spa menjamur di berbagai kota di Indonesia. Peminatnya bukan hanya perempuan, namun juga laki-laki. Pebisnis spa, meski didominasi kaum hawa, juga dilirik kaum pria. Menurut catatan Martha Tilaar Salon Day Spa (MTSDS), 40 persen pebisnis laki-laki tertarik menjalani franchise MTSDS, sisanya, 60 persen merupakan franchisee perempuan. Meski begitu spa Indonesia masih harus berjuang untuk semakin dikenal di dunia.
Tak hanya di Jawa dan Bali, perawatan spa juga semakin digemari di daerah lainnya, seperti Aceh, Lampung, Medan, Balikpapan, Banjarmasin. Perawatan spa juga semakin berkembang tak hanya perawatan spa ala Jawa dan Bali, tapi juga perawatan spa yang mengadopsi perawatan kecantikan dari berbagai daerah seperti Kalimantan. MTSDS dan Andaru Spa mengembangkan konsep spa Indonesia ini, dengan menghadirkan perawatan spa mengadopsi berbagai teknik dan ritual perawatan tubuh dari berbagai daerah di Indonesia, tak terbatas pada Jawa dan Bali saja.
Meski spa menjamur, bahkan Bali kembali dinobatkan sebagai Spa Capital of The World, mereka yang tampil menerima penghargaan spa terbaik, tetap bukan dari Indonesia. "Pemenang spa award 2011 tingkat dunia bukan dari Indonesia. Perawatan spa Bali mendapatkan penghargaan, namun bukan orang Indonesia yang mewakili," jelas Wulan Tilaar saat jumpa pers peluncuran MTSDS Cinere beberapa waktu lalu. Tak ada standarisasi Setiap penyedia layanan spa memiliki standarisasi masing-masing dalam memberikan perawatan spa. Spa premium menyediakan konsep perawatan yang tak hanya memerhatikan prosedur teknik pijatan yang baik dan benar, namun juga memberikan kenyamanan dan higienitas ruangan dan perlengkapan spa. Perawatan sapa dikembangkan dengan menggali warisan budaya dan ritual tradisi perawatan kecantikan perempuan Indonesia. Tak heran jika kemudian penggemar spa perlu mengeluarkan anggaran lebih tinggi untuk menikmati spa premium ini.
Sementara, jika harga menjadi pertimbangan Anda dalam memilih perawatan spa, tak sedikit penyedia jasa spa yang memberikan alternatif biaya lebih murah. Kenyamanan tetap diutamakan, namun penggalian perawatan tak mendalam seperti spa Indonesia misalnya. Fokus utama kebanyakan spa yang mematok harga terjangkau boleh jadi adalah rileksasi.
Jika konsep spa level medium ini masih juga belum memuaskan dari segi harga, banyak juga spa yang mematok harga murah. Teknik pijatan dan kenyamanan bukan menjadi tujuan. Memberikan jasa spa karena sedang menjadi primadona bukan mustahil menjadi alasan berdirinya berbagai penyedia jasa spa dengan biaya murah ini. Standarisasinya pun berbeda, bergitupun dengan teknik pijatan dan cara memperlakukan tamunya.
Pilihan tentu kembali kepada Anda. Namun di balik berbagai pilihan ini, masalah utamanya terletak pada tak adanya standarisasi yang mengatur bagaimana seharusnya penyedia jasa spa beroperasi.
"Pemerintah Thailand sangat mendukung industri spa," tutur Wulan yang juga tak ingin melemparkan masalah kepada pihak manapun. Wulan hanya ingin menegaskan, Indonesia butuh standarisasi industri spa, termasuk juga sertifikasi terapis.
Tak adanya standarisasi nasional untuk jasa spa, membuat MTSDS selalu merekrut terapis dari pusat pelatihan terapis Balisari Spa & Training Center untuk setiap gerai spa baik di enam cabang maupun di 43 gerai waralaba. "Terapis tak hanya harus mengikuti prosedur pemijatan, namun juga bagaimana menyiapkan ruangan , melipat handuk, membalikkan tubuh klien, tidak hanya skill tapi juga perilaku menjamu tamu. Terapis spa juga perlu memahami anatomi tubuh, kontraindikasi dari suatu perawatan, perawatan ibu hamil beda dengan ibu tak hamil, begitu juga perawatan spa penderita diabetes juga berbeda," jelas Wulan.
Tak adanya keseragaman standar perawatan spa Indonesia inilah yang akhirnya membuat spa Indonesia masih perlu bekerja keras untuk mendapat pengakuan dunia. Meski spa Bali sudah akrab bagi penggemar spa di seluruh dunia, namun spa Indonesia masih perlu menunjukkan ragam keunikannya di panggung dunia.