KOMPAS.com - Betapa beruntungnya model yang hidup di era media sosial seperti sekarang. Mereka tak lagi bergantung pada majalah-majalah fashion seperti Vogue atau Harper's Bazaar untuk mengangkat nama mereka. Kini mereka bisa melakukan "manajemen pribadi" dengan mengandalkan Facebook, Twitter, Tumblr, Google Plus, atau Instagram, untuk "melaporkan" kegiatan mereka sehari-hari. Mereka akan men-tweet menu sarapan, mem-posting foto-foto di balik layar pemotretan atau peragaan busana, dan "berteman" dengan penggemarnya di seluruh dunia.
"Aku sadar bahwa ada saja penggemar yang tertarik dengan apa yang aku katakan, bukan cuma foto-foto dari pekerjaanku," tutur model Coco Rocha, yang rutin mem-posting kegiatan pribadi maupun profesionalnya.
Rocha memang bukan tergolong model baru. Namun di usianya yang ke-23, ia sudah memiliki basis penggemar lebih dari 200.000 (follower Twitter), dan 66.000 teman (di berbagai media sosial dan blog-nya). "Karena aku bisa bersuara, dan bertekad tetap memiliki suara tersebut, aku merasa seperti telah memperpanjang karierku," serunya.
Nama yang makin dikenal memberikan nilai tambah bagi model tersebut, demikian menurut Sean Patterson, presiden agensi model Wilhelmina. Dengan lenyapnya era supermodel, model-model yang ada sekarang mudah sekali tergantikan oleh wajah-wajah baru. Namun media sosial mengubah kondisi tersebut dengan memberi peluang para model untuk menjelaskan siapa diri mereka. "Dengan fan sites, blog, dan Facebook, Anda bisa follow seorang model dan mengetahui siapa dia," kata Patterson.
Ketika memiliki follower, misalnya, model bisa menciptakan demam untuk suatu event dimana mereka akan tampil. Ketika akan ada show Victoria's Secret, salah satu angel-nya, Doutzen Kroes, bisa saja mengumumkan pada follower-nya, "Tonton show Victoria's Secret dimana ada saya, pukul 21.00."
Menurut Michael Flutie, dari acara Scouted yang disiarkan E!, memiliki wajah fotogenik saja tidak cukup bagi para model. "Jika Anda tidak bisa berjalan dan berbicara, Anda tidak bisa menjadi duta yang sukses dari sebuah brand. Anda juga harus mampu berkomunikasi," katanya. Model juga harus pintar, setidaknya pintar meng-googling informasi sehingga ketika ditanya siapa CEO perusahaan yang diwakilinya, ia bisa menjawab dengan benar.
Model memiliki kredibilitas ketika mereka mem-posting artikel atau informasi mengenai fashion, kecantikan, kebugaran, nutrisi, dan makanan. Jika mereka merekomendasikan sebuah merek maskara, dan mereka mengatakan harus mengaplikasikannya 10 kali agar tetap awet, pembaca atau pengikut mereka akan mempercayai opini tersebut.
Namun ada alasan lain mengapa model harus menjadi tech-savvy dan selalu online. "Mereka kan harus travelling ke seluruh dunia, kadang-kadang dengan orang-orang yang tidak mereka kenal, sehingga mereka sering kesepian. Media sosial menjadi teman mereka, dan membuat mereka tetap terhubung," ujar Liane Mullin, salah satu pendiri Modelinia.com.
Mengetahui berbagai kelebihan media sosial ini, Coco Rocha kini makin sering mem-posting pesan-pesan. Tetapi ia sendiri belajar untuk lebih berhati-hati ketika men-tweet pesan. Bulan lalu, ketika menghadiri premier film Iron Lady, ia mengatakan begitu excited karena akan bertemu dengan Glenn Close. Padahal, film yang mengangkat kisah tentang Margaret Thatcher itu dibintangi Meryl Streep.
"Orang langsung men-tweet balik, 'Dasar model bego", dan banyak sekali yang mengatakan hal itu," katanya. Model sekarang harus lebih dari sekadar memiliki tulang pipi yang tinggi. Ia senang karena orang-orang saat ini mempekerjakannya karena menghargai dirinya, karena memiliki nilai-nilai yang sama, atau karena menurut mereka pendapatnya sangat menarik. "Itu jauh lebih baik daripada, 'Anda memiliki struktur tulang pipi yang indah'," tuturnya.
Sumber: The Daily Mail