Rabu, 18 Januari 2012 | 08:54 WIB
TEMPO.CO -Agak susah mengkategorikan alat transportasi ini. Dibilang sepeda motor bukan (karena tak ada sadel), dikata skateboard bermesin juga salah (karena ada tongkat dan stang). Mungkin lebih tepatnya otopet bermesin. Hanya saja, "kendaraan" ini berjalan seperti kepiting (karena rodanya ada di kanan kiri, bukan depan-belakang).
Tapi justru bentuk yang unik inilah Edo Ardo Lolang, 42 tahun, jatuh cinta. Pandangan pertamanya jatuh saat ia sedang jalan-jalan di mal Pondok Indah bersama istri dan anaknya, lima tahun lalu. Di sebuah toko otopet bermotor itu ia menemukan benda bernama segway, alat transportasi dari Amerika Serikat, yang diciptakan pada 2001 oleh Dean Kamen.
"Bentuknya cool dan ramah lingkungan," ujar Edo. Digerakkan oleh tenaga listrik dalam baterai dengan waktu isi 12 jam, alat ini tak mengeluarkan asap. Edo pun langsung membeli skuter jenis i 180 dari generasi pertama. Harganya sekitar Rp 65 juta. Kini, Edo memiliki empat otopet kepiting dari generasi pertama dan kedua (seri i2 dan x2). Harga generasi kedua sekitar Rp 75 juta. "Perbedaannya dari jarak tempuh dan jenis roda. Jenis roda radial bisa sampai 19 kilometer per jam, dengan diameter roda dua kali lipatnya," jelasnya.
Hobi Edo cukup premium dari sisi harga. "Saya akui cukup mahal, tidak banyak yang mau membeli. Tapi, bagi saya alat ini menyenangkan dan gaya," katanya sambil tertawa. Sudah terlanjur suka, Edo menyamakan hobi mengendarai Segway seperti bersepeda.
Dengan keunikan bentuk dan harganya yang mahal, tentu saja orang bisa bergaya dengan otopet ini. Tapi, di mana sisi asyiknya? Keasyikannya terletak pada interaksi antara gestur tubuh dan alat itu. Segway tidak memakai gas putar dan rem tarik seperti halnya sepeda motor. Untuk menambah kecepatan, condongkan saja badan ke depan. Semakin condong, semakin kencang. Untuk mengerem, sebaliknya, condongkan tubuh ke belakang.
Di Amerika, Eropa dan Asia, kendaraan ini dipakai untuk alat tranportasi pribadi, patroli polisi atau militer, pantai, wisata, penyelenggara acara, golf, dan olahraga. Bahkan banyak perempuan mendorong kereta belanja dengan Segway. "Di sana gudang sangat besar, membutuhkan kendaraan khusus," jelas putra Ronald Lolang, pengusaha Kalimantan Timur memiliki perusahaan Gemini Group. Peter F Gontha juga memakai Segway saat mengecek pelaksanaan festival Java Jazz 2006 di Balai Sidang, Senayan.
Di Indonesia, Segway ini untuk sarana rekreasi dipakai bersama keluarga di kompeks perumahan, atau liburan atau saat bebas berkendara (car free day). Bersama tiga anak dan istri, Edo membawa jalan-jalan ke Candi Borobudur, kawasan Malioboro, Pangandaran, Candi Dieng, Telaga Warna, Puncak, dan Anyer.
Sebenarnya, usia minimum untuk mengendarainya adalah 16 tahun, namun putra Edo yang di bawah 16 tahun sudah piawai mengendarai dengan memakai alat pelindung kepala dan siku. "Bila mematuhi syaratnya, kemungkinan jatuh kecil. Kecuali pengendara lengah, atau baterai habis," katanya.
Evieta Fadjar