Para ilmuwan Amerika telah mengidentifikasi kaitan antara pandemi flu dan fenomena cuaca yang dikenal dengan nama La Niña.
Umumnya influenza dianggap sebagai gangguan sementara. Tetapi, sesekali muncul virus yang sangat kuat, membunuh jutaan orang dan membuat lebih banyak lagi jatuh sakit.
Jeffrey Shaman dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Columbia mencatat empat pandemi flu yang didokumentasikan dalam seabad ini.
Ia mengatakan, "Kalau kita tilik ke empat peristiwa itu, kita melihat semuanya dimulai langsung setelah La Niña terjadi di Pasifik."
La Niña adalah suatu periode di mana penurunan suhu permukaan Laut Pasifik memicu perubahan pola cuaca global. Perubahan itu, di antaranya, mengganggu migrasi burung.
Burung dapat membawa virus flu, dan saat pola migrasi mereka berubah, mereka dapat berhubungan dengan unggas lain yang biasanya tidak mereka temukan. Unggas itu mungkin membawa jenis virus flu yang berbeda. Dalam interaksi itu, materi genetik virus dapat bercampur dan menciptakan jenis influenza baru.
Lebih jauh, Shaman menuturkan, "Percampuran ini, proses pembentukan jenis baru sub-tipe, yang kami pikir di dalam populasi burung berpotensi menciptakan pandemi jenis virus yang dapat menular kepada manusia dan di mana sebagian besar populasi dunia akan rentan."
La Niña terjadi beberapa tahun sekali, dan umumnya tidak diikuti oleh pandemi. Tetapi, karena risiko pandemi tampaknya meningkat setelah La Niña.
Langkah berikutnya bagi para peneliti adalah mendapat pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana pengaruhnya terhadap burung dan virus flu yang mereka bawa. Satu hasil, kata Shaman, mungkin kemampuan untuk dapat meramalkan pandemi influenza dengan lebih baik.
"Itulah yang menarik. Maksud saya, hal itu menawarkan semacam kemungkinan yang menggiurkan, di mana kita dapat mengatakan, La Niña akan datang, kita perlu membuat persiapan-persiapan ini karena kemungkinan terjadi pandemi sejenis flu meningkat dan menular kepada manusia," ujarnya lagi.
Tetapi, peneliti dari Universitas Columbia Jeffrey Shaman mengingatkan bahwa dibutuhkan lebih banyak lagi riset sebelum ramalan semacam itu dapat dilakukan. Makalah penelitiannya dimuat dalam jurnal "Proceedings of the National Academy of Sciences."