Liputan6.com, Jakarta: Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi salah satu yang tertinggi di Asia. Targetnya pada 2015, AKI mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, Indonesia diprediksi akan sulit mencapainya.
Demikian disampaikan Ketua Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) Dr. Harni Koesno di Hotel Haris, Tebet, Jakarta, Kamis (2/2). Menurutnya, penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan bagian dari target Millennium Development Goals (MDGs) yang diharapkan bisa tercapai pada 2015.
Ia menjelaskan, berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991, AKI di Indonesia mencapai 390/100.000 kelahiran hidup dan hanya turun ke 228/100.000 kelahiran hidup di tahun 2007.
"Diperkirakan Indonesia akan sulit mencapai target AKI sebesar 102/100.000 kelahiran hidup di tahun 2015," jelas Harni.
Ia menjelaskan bahwa penyebab utama tingginya AKI di Indonesia adalah karena masih kurangnya akses terhadap pelayanan pra dan pasca persalinan yang memadai. Selain itu, ketersediaan SDM bidan yang berkualitas dan profesional juga menjadi penting dalam upaya menurunkan AKI.
"Di Indonesia lebih dari 17 persen kelahiran tidak ditolong tenaga kesehatan terlatih, dan hanya 50 persen persalinan terjadi di fasilitas pelayaanan kesehatan," tuturnya.
Menurutnya, bidan memainkan peran yang sangan penting dalam meningkatkan kesehatan ibu. Menurut data terakhir Demographic Health Survey 2007 (DHS 2007), sekitar 69 persen persalinan dan 29 persen pelayanan kontrasepsi modern dilakukan oleh bidan. Namun, saat ini distribusi bidan yang dapat menyelamatkan ibu dari proses persalinan di seluruh Indonesia belum merata.
"Saat ini distribusi belum merata, karena kalau kita lihat jumlah desa itu 70 ribu dan bidannya 43 ribu jadi masih ada kira-kira 27 ribu desa yang didobel oleh 1 orang bidan," jelasnya.
"Jadi kita harus bekerja sama semua lintas sektor untuk bersama-sama memberikan yang terbaik memberikan akses pelayanan kesehatan yang baik untuk ibu hamil dan ibu melahirkan," pungkasnya. (MEL)