KOMPAS.com - Ketika sepasang suami istri tak menemukan jalan lain selain bercerai, seluruh keluarga akan merasakan kesedihan terutama anak-anak. Penyangkalan, kemarahan, atau menjadi anak pemberontak merupakan beberapa reaksi anak menghadapi perceraian orang tuanya. Mereka harus bekerja keras menerima dan menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sangat berbeda dari biasanya.
Meski demikian, anak-anak tidak harus menjadi korban terus menerus. Para ahli setuju, dengan beberapa strategi pendekatan, anak-anak bisa menerima arti perceraian dan menyembuhkan luka hatinya.
1. Jujur
Orang tua secara halus dan perlahan menjelaskan masa transisi keluarga kepada anak-anak, serta bagaimana perceraian mempengaruhi hidup selanjutnya. Menurut Risa garon, Direktur Eksekutif dan Pendiri Badan Ketahanan Keluarga Nasional, penyampaian secara jujur perlu diketahui oleh anak, termasuk alasan orang tua bercerai terlepas dari usia mereka. Kadang, anak merasa perceraian terjadi karena kesalahannya.
2. Pertimbangkan perasaaan anak
Garon menilai, salah satu masalah terbesar dari perceraian adalah hilangnya gambaran sebuah keluarga ideal, yang memberi rasa aman kepada anak-anak. Orang tua harus memahami, bahwa mungkin saja anak memiliki perasaan berbeda. Mereka mungkin syok, menolak, marah, sedih, khawatir, dan cemas. Anak juga merasa terisolasi, sendirian, dan ketakutan. Untuk mengetahui perasaan anak, orang tua bisa mengetahui dari buku bacaannya, gambar-gambar tentang perasaan anak, atau mendengar lirik lagu pilihannya.
3. Menjaga kehidupan tetap normal
Perceraian pasti membawa perubahan pada banyak hal, mulai rumah baru, sekolah baru serta cara hidup baru. Tetapi, Anda bisa membuatnya tidak terlalu traumatis bagi anak. Pastikan anak menjalani aktivitasnya senormal mungkin. Menurut Karen Buscemi, penulis buku I Do, Part 2: How to Survive Divorce, Co-Parent Your Kids, and Blend Your Families Without Losing Your Mind, yang terbaik bagi anak adalah tetap aktif berpartisipasi dalam kegiatan sama, melihat teman-teman lama, dan bahkan tinggal di sekolah yang sama. Anak masih membutuhkan kedisiplinan sehingga orang tua harus setuju membagi peran yang sama seperti sebelumnya.
4. Tetap terhubung
Pengaturan kunjungan setelah orang tua bercerai kadang sulit bagi anak-anak. Orang tua yang memiliki hak asuh tetap harus mendorong hubungan anak dengan mantan pasangannya meski jarang bersama-sama.
5. Jangan menjelekkan mantan
Sebuah perceraian membawa banyak emosi negatif, termasuk kata dan kalimat menyakitkan. Tetapi, apa pun itu jangan pernah melakukannya di depan anak-anak atau mereka sampai mendengarnya. Saat mendengar, ank-anak merasa menjadi bagian di dalamnya. Mereka merasa seperti sedang dimarahi dan miliknya direnggut. Menurut Garon, anak-anak akan selalu ingat soal citra orangtua yang mereka cintai. Jika ingin melampiaskan emosi negatif, Anda bisa bercerita kepada teman, keluarga, atau terapis.
6. Bekerja sama
Setelah cerai, cara yang bagus untuk tetap menjadi orang tua adalah tetap bekerja sama membesarkan anak. Di saaat mantan pasangan berhalangan, maka Anda bisa menggantikan perannya. Anda berdua perlu membuat kesepakatan mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk sesuatu hal dan kapan. Jika Anda menjadi fleksibel, maka mantan Anda pun akan berlaku demikian, ujar Buscemi.
7. Dapatkan dukungan
Garon mengatakan, seperti halnya pernikahan sebagai sebuah proses, perceraian pun demikian. Dalam masa transisi ini, Anda membutuhkan dukungan dari keluarga besar. Terkait soal anak, cara terbaik mengatasi masa transisinya adalah dengan menempatkan anak dengan orang-orang yang peduli. Konseling, program pendidikan, dan kelompok di sekolah dapat membantu anak agar tidak merasa sendirian.