KOMPAS.com - Kita sering mendengar, menurunkan berat badan secara drastis dalam waktu singkat adalah berbahaya bagi tubuh. Tapi sebenarnya seberapa cepatkah penyusutan berat badan dikatakan berbahaya?
"Bisa jadi satu metode diet tertentu menurunkan berat badan seseorang dengan sangat cepat. Tapi ketika diterapkan pada mereka yang mengalami obesitas, metode itu bisa jadi yang paling pas untuk mereka," papar Alan Aragon, MS, ahli nutrisi para atlet Olimpiade.
Itu mengapa Aragon ingin menyamakan persepsi mengenai definisi susut terlalu cepat. Pertama, Aragon mulai menjelaskan, susut terlalu cepat tak hanya akan menurunkan jumlah tumpukan lemak dalam tubuh tapi juga menghilangkan massa otot. Kehilangan otot inilah yang akan mengancam kesehatan kita secara menyeluruh.
Sebab itu berarti kemampuan tubuh untuk membakar kalori dan meregulasi tekanan gula dalam darah menjadi sangat rendah. Kedua, susut terlalu cepat juga akan membuat lemak menumpuk lebih cepat pada ruang-ruang otot yang sudah tergerus. Inilah yang kemudian membuat kita lebih bergelambir dari sebelumnya.
"Sebab dari setiap 450 gram lemak yang lenyap dari tubuh kita, akan ada 18 persen massa otot yang berkurang," katanya.
Artinya, ketika kita kembali pada pola makan lama, ruang-ruang itu akan diisi oleh lemak dengan mudah. Lalu apa yang harus dilakukan agar lemak susut dengan cepat tapi tanpa kehilangan massa otot?
Aragon pun menjawabnya dengan data penelitian mengenai takaran ideal tubuh mengurangi lemak tanpa mengosongkan otot. Orang dengan obesitas: 1- 2 kg per minggu. Sedangkan untuk yang gemuk: 0,8 – 1 kg per minggu.
Kuncinya, tambah Aragon, adalah melengkapi program diet kita dengan olahraga rutin. Sebab olahraga membuat tubuh hanya membuang lemak yang menumpuk.
Dan sebenarnya, ketika tubuh menyusut terlalu cepat yang ikut kehilangan bukan hanya massa otot kita tapi juga massa tulang, serta membuat kita mengalami dehidrasi. "Bahkan pada beberapa orang, susut terlalu cepat membuat mereka menjadi binge eater atau orang yang makan dalam jumlah berlebihan."
Untuk memastikan program diet kita berada pada jalur yang benar, Aragon menyebutkan dua tahapan utama yang biasanya akan menggoda kita sampai "garis finish" dengan cepat.
1. Bersiap-siaplah untuk masa stagnan. Pada awalnya, Aragon menjelaskan, bobot kita akan turun dengan linear. Artinya, jumlah lemak yang terbuang akan sama setiap minggunya. Tahap ini yang biasanya dirasakan paling berat saat menjalani program penurunan berat badan. Tapi seiring tubuh kita menjadi ringan, maka penurunan berat badan akan berlangsung lebih teratur.
"Jadi jangan mudah patah semangat jika timbangan berat badan tidak banyak berubah. Karena sebenarnya, semakin dekat kita pada target berat yang diinginkan maka semakin lama kita harus bertemu dengan tahapan stagnan."
2. Jangan menekan diri terlalu berlebihan dengan berbagai aturan diet. Saat memasuki minggu ke 8 atau 12, berilah tubuh istirahat dari diet selama 7 hari. "Tujuannya agar kita tidak merasa tertekan dengan berbagai rangkaian aturan yang diterapkan." Tapi Aragon mengingatkan agar istirahat yang kita pilih tetap menjadikan makanan sehat sebagai pilihan.
Cara ini menurut Aragon akan membuat mental kita sedikit rileks sehingga program diet bisa berjalan lebih menyenangkan. Lisa Sasson, RD, asisten profesor nutrisi dari New York University, juga menyarankan agar kita tidak hanya membuat angka timbangan sebagai tolok ukur berhasil atau tidaknya program diet. "Saat kita berhasil memasuki tahap istirahat dengan tetap makan sehat, maka jangan malu-malu untuk mengapresiasi diri."
Sebenarnya selain angka pada timbangan yang berkurang, turunnya trigliserida, tekanan darah, dan persentase lemak dalam tubuh, juga bisa menjadi acuan yang memicu semangat tetap hidup sehat.
Jika kita berhasil melalui dua tahapan ini, maka bisa dipastikan program diet kita berada pada track yang benar.
(Prevention Indonesia Online/Siagian Priska)
Editor :
Dini