Kompas.com - Stres sudah terkenal reputasinya sebagai pemicu penyakit. Namun sebenarnya bukan stres itu sendiri yang jadi biang keladi, tetapi bagaimana kita bereaksi terhadap stres yang perlu diperhatikan.
Dalam jurnal Annals of Behavioral Medicine disebutkan bahwa orang yang gampang stres dan cemas menghadapi berbagai stresor (sumber stres) sehari-hari lebih berpotensi menderita penyakit kronis seperti penyakit jantung atau artritis.
Ini berarti sebaiknya kita lebih rileks menghadapi berbagai sumber stres seperti kemacetan, tekanan, konflik, hingga penyakit. Apalagi stres bisa datang kapan saja tanpa mengenal situasi. Jadi kita harus lebih cerdas mengelola stres agar ketegangan menurun.
Secara umum ada dua tipe manusia dalam menghadapi stres, yang pertama adalah tipe velcro, yang langsung menempel pada setiap sumber stres yang datang. Orang tipe velcro ini gampang marah dan seharian bisa menggerutu.
Tipe yang kedua adalah tipe teflon, yakni yang membiarkan setiap stresor segera berlalu. "Orang bertipe velcro lebih rentan terkena penyakit kronis di masa datang," kata David Almeida, profesor bidang perkembangan manusia dan studi keluarga dari Penn State University.
Dalam penelitian yang dilakukannya, ia melakukan survei terhadap 2000 responden melalui telepon selama 8 malam berturut-turut. Dalam survei itu para responden ditanya kejadian yang mereka alami, termasuk stres, dalam 24 jam terahir dan bagaimana mereka menghadapinya.
Survei selama 8 malam berturut-turut itu dimaksudkan untuk melihat pola perilaku para responden serta bagaimana konsistensi dari reaksi mereka terhadap stres. Para peneliti juga mengambil contoh air liur para responden untuk mengukur kortisol, hormon stres.
Proses yang sama diulangi 10 tahun kemudian. Hasilnya, orang yang gampang stres menghadapi berbagai tekanan adalah mereka yang menderita lebih banyak penyakit.
Pengalaman menghadapi berbagai jenis stresor setiap hari, seperti yang dialami oleh orang muda, ternyata bisa berdampak positif karena membuat mereka tidak gampang panik saat stres. Para lansia yang berusia di atas 65 tahun diketahui menghadapi stres lebih buruk dibanding orang berusia lebih muda.