JAKARTA, KOMPAS.com — Stop AIDS melalui kesetaraan jender untuk menghapus segala bentuk stigma dan diskriminasi, merupakan tema dari Hari AIDS Sedunia 2012 yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan RI, diperingati 1 Desember besok. Menyambut HAS 2012, serangkaian acara dilakukan, antara lain, road show mall to mall kampanye HIV dan AIDS seperti pameran foto, soft campaign, konsultasi HIV dan AIDS di mal, talkshow, dan jejaring sosial media. Selain itu, Kemenkes RI juga melakukan talkshow dan dialog interaktif serta seminar di 33 provinsi di Indonesia.
"Kesetaraan jender diangkat menjadi tema karena masih sering terjadi pelecehan terhadap kaum wanita, terutama saat berhubungan seksual, yang membuat mereka rentan terkena HIV," ujar Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada konferensi pers di kantor Kemenkes, Jakarta, Jumat (30/11/2012).
Berdasarkan data dari Kemenkes RI, persentase kasus AIDS menurut kelompok umur sampai dengan bulan September 2012 paling banyak ditemukan pada usia 30-39 tahun sebanyak 37,1 persen dan usia 20-29 tahun sebanyak 31,2 persen. Adapun untuk usia kurang dari satu tahun adalah 1,2 persen, 1-4 tahun 3,0 persen, dan 5-14 tahun 1,0 persen.
Munculnya angka anak-anak dengan HIV kemungkinan besar akibat ibu yang mengandung dengan HIV pula. Hal ini cukup memprihatinkan mengingat ibu rumah tangga tidak berada dalam hubungan seks berisiko.
"Ibu rumah tangga justru lebih rentan terkena karena pada saat berhubungan dengan suami kemungkinan besar tidak memakai kondom. Berbeda dengan WPS yang karena berada dalam lingkungan berisiko maka kemungkinan memakai kondom tinggi. Terlebih pemerintah selama tahun 2012 membagikan sekitar 10 juta kondom gratis di tempat-tempat hiburan malam," ujar Nafsiah.
Secara umum, perkembangan penggunaan kondom pada pelaku seks berisiko, antara lain wanita pekerja seks langsung, waria, dan laki-laki homoseksual) meningkat pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2007. Data ini menurut laporan Survei Terpadu dan Biologis Perilaku (STBS), Kemkes RI. Selain praktek seksual beresiko tanpa pengaman, praktek penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan dipakai berganti-gantian juga dapat menjadi faktor penularan dari ibu HIV positif ke bayi.
Maka perlu adanya kesadaran dalam selalu menggunakan jarum suntik baru. Menurut laporan STBS 2011, Kemkes RI, perilaku tidak berbagi alat suntik meningkat pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2007. Hal ini bisa menjadi titik cerah karena sudah bertambahnya kesadaran tentang bahaya berbagi alat suntik. Nafsiah juga berharap dengan adanya intervensi perubahan perilaku dan penyamaan gender akan berpengaruh besar terhadap penurunan angka penderita HIV/AIDS di Indonesia.