KOMPAS.com - Studi di Inggris, Eropa dan Amerika, yang melibatkan ribuan perempuan dari segala usia, menunjukkan bahwa 50 persen perempuan menderita kehilangan libido.
Meski selama ini dipercaya bahwa kondisi pasca melahirkan dan menopause berperan dalam berkurangnya gairah hingga kehilangan libido pada perempuan, penelitian ini justru mengungkap perempuan dapat kehilangan dorongan seks pada usia berapa pun.
Penyebab masalah ini masih relatif kurang dimengerti dan sangat kompleks. Sebab permasalahan bisa berputar dan berkisar seputar permasalahan biologis, psikologis bahkan sosial.
Ini sebenarnya masalah yang penting bagi perempuan dan sudah saatnya untuk ditangani serius oleh banyak pihak. Masalahnya, saat seorang perempuan kehilangan minat pada seks, akan berdampak pada kesehatan dirinya serta kehidupan rumah tangganya. Penurunan kualitas kehidupan perempuan secara luas.
"Hal ini akan berdampak pada kesehatan mental perempuan itu sendiri seperti depresi, hingga bermanifestasi pada keluhan fisik sakit kepala atau problem lainnya yang tampaknya tidak berhubungan dengan seks sama sekali," kata Mike Perring, seorang dokter dan psikoterapis seksual di University College Hospital, London.
Banyak ahli percaya bahwa penurunan hormon testoteron pada perempuan yang menjadi penyebab perempuan kehilangan libidonya. Berlawanan dengan pendapat umum, testosteron bukan hanya hormon 'milik' laki-laki. Perempuan muda yang sehat memiliki sepuluh kali lebih banyak hormon testosteron daripada estrogen yang beredar di tubuh mereka, dan mengatur suasana hati, energi dan libido pada perempuan hampir sama seperti halnya pada laki-laki.
Produksi hormon testoteron dirangsang oleh seks yang teratur, berarti sekali seorang perempuan kehilangan minat dalam hubungan seks, itu dapat menjadi lingkaran setan. Tapi tingkat testosteron pada perempuan menurun secara alami pada usia 20 hingga 45, dan terus menurun, sebagai bagian dari proses penuaan secara umum.
Namun, entah kenapa, beberapa perempuan mengalami penurunan yang jauh lebih besar yang mungkin menjelaskan alasan tidak adanya dorongan seksual.
Upaya untuk mengembangkan sebuah patch testosteron, ditagih sebagai Viagra untuk perempuan pada tahun 2004, sebagai solusi bagi masalah ini. Dan akhrnya ditinggalkan karena kekhawatiran terapi hormon testoteron dapat menyebabkan pembekuan darah atau pertumbuhan rambut di area tertentu serta karakteristik laki-laki lainnya.
Tapi bagi ribuan perempuan masalah menurunnya dorongan seks diakibatkan meningkatnya kadar stres sehari-hari, karena stres adalah pembunuh utama produksi testosteron.
Sarah Brewer, seorang dokter dengan minat pada kesehatan seksual, menambahkan: "Jika Anda sedang stres, Anda memproduksi hormon kortisol, yang pada gilirannya menyebabkan produksi hormon lain yang disebut prolaktin (hormon selibat)".
"Ini adalah hormon yang sama yang diproduksi oleh ibu menyusui, dan dirancang untuk mengurangi risiko terjadi kehamilan terlalu cepat. Hormon ini secara signifikan menurunkan libido."
Profesor John Studd, ginekolog yang mengkhususkan diri merawat perempuan dengan masalah kehilangan libido menyayangkan sikap meremehkan banyak dokter untuk masalah libido rendah pada perempuan.
"Menurut saya ini adalah sebuah tragedi bahwa perempuan diharapkan untuk melakukan banyak hal, tetapi ketika bagian penting dari kehidupan mereka hilang begitu saja tak ada orang yang cukup peduli."
"Penurunan serta berkurangnya libido dapat diobati, namun kendalanya adalah ada persepsi umum bahwa ini bukan masalah serius - dan sampai lebih banyak orang mulai menganggapnya serius, perempuan akan terus menderita."
Terkait: Kalau Kebutuhan Seks Tak Terpenuhi
Sumber: Dailymail