KOMPAS.com - "Bullying" atau penganiayaan yang biasanya dilakukan oleh anak sekolah kepada temannya bukan hanya mengakibatkan luka fisik, tetapi juga terjadinya perubahan gen. Sebuah studi membuktikan adanya perubahan gen ini pada anak kembar identik yang salah satunya menjadi korban "bullying" di sekolahnya, sedangkan yang lainnya tidak.
Perubahan gen ini dipicu oleh regulasi "mood", demikian menurut para peneliti. "Karena mereka adalah kembar identik yang tinggal dalam kondisi lingkungan rumah yang sama, perubahan gen ini bukan disebabkan oleh faktor keturunan ataupun lingkungan rumah," ujar seorang peneliti Isabelle Ouellet-Morin.
"Hasil penelitian kami ini menunjukkan bahwa menjadi korban bullying adalah sebab dari perubahan ini," tambahnya.
Para peneliti dari Université de Montréal mengatakan, perubahan ekspresi gen dapat membuat anak yang menjadi korban "bullying" menjadi lebih cenderung untuk mengalami gangguan mental ketika mereka tumbuh dewasa. Ouellet-Morin dan timnya meneliti pada 28 pasangan anak kembar indentik yang lahir sejak tahun 1994 hingga 1995 dalam riset bertajuk British Environmental Risk (E-Risk) Longitudinal Twin Study.
Anak kembar ini salah seorangnya menjadi korban "bullying", sementara lainnya tidak. Kemudian para peneliti menganalisa metilasi DNA SERT dari anak-anak itu. SERT adalah gen yang bertanggung jawab dalam regulasi serotonin. Sedangkan serotonin adalah neurotransmitter yang melibatkan regulasi "mood" dan depresi.
Studi yang dimuat dalam jurnal Psychological Medicine ini mengungkapkan, anak yang menjadi korban "bullying" teman-teman di sekolahnya memiliki gen metilasi DNA SERT lebih tinggi pada usia 10 tahun, daripada saudaranya yang tidak menjadi korban. Selain itu, anak dengan gen metilasi DNA SERT yang lebih tinggi lebih cenderung memiliki masalah dalam interaksi sosial dan tingkah laku yang lebih agresif.