KOMPAS.com - Ibu hamil menghadapi tantangan tersendiri di dunia kerja. Semua itu disebabkan oleh perubahan kondisi tubuh yang tak jarang membuat kinerja bumil agak sedikit terganggu. Tak heran, sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa jadwal kerja fleksibel bagi bumil mampu memangkas jumlah izin sakit karena keluhan yang berhubungan dengan kehamilan.
Penelitian, yang dilakukan oleh Division of Psychiatry, Norway's Stavanger University Hospital, dan diterbitkan dalam BJOG: An International Journal of Obstetrics and Gynaecology edisi November 2012 ini, meneliti hubungan antara banyaknya jumlah hari izin sakit yang diambil bumil dengan produktivitas kerja. Temuan menunjukkan bahwa bumil yang bekerja pada perusahaan yang jam kerjanya lebih fleksibel memiliki jumlah izin sakit lebih sedikit. Jadwal yang fleksibel membuat bumil tetap produktif, dan memungkinkan mereka untuk lebih memerhatikan kesehatan prenatal.
Para peneliti melacak 2.918 bumil melalui kuesioner yang didistribusikan pada minggu ke-17 dan 32 kehamilan. Mereka menemukan bahwa 75 persen bumil mengambil cuti sakit selama kehamilan rata-rata delapan minggu. Para peneliti juga menemukan bahwa 60 persen dari bumil yang berada di lingkungan kerja yang fleksibel, izin sakitnya tujuh hari lebih sedikit.
Sebanyak 35 persen alasan izin sakit yang diajukan bumil adalah karena kelelahan dan masalah dengan tidur, diikuti 32 persen karena alasan nyeri panggul, nyeri perut bagian bawah, dan punggung. Sedangkan 23 persennya karena alasan mual atau muntah.
Memang, penelitian ini dilakukan di Skandinavia, wilayah yang terkenal memberikan cuti hamil yang panjang. Di sana, perusahaan umumnya juga diwajibkan untuk menyediakan kompensasi murah hati untuk cuti sakit. Namun, John Thorp, Wakil Pemimpin Redaksi BJOG, berargumentasi dalam siaran persnya, "Faktor-faktor yang memengaruhi ibu hamil bersifat universal. Penelitian menunjukkan hubungan yang jelas antara kondisi kerja dan durasi cuti sakit, dan menyoroti manfaat potensial bagi pengusaha untuk memiliki sistem pendukung bagi ibu hamil."
Dr Signe Dorheim, yang turut menulis penelitian bersama Bjorn Bjortvatn dan Malin Eberhard-Gran, mencatat bahwa jadwal kerja yang fleksibel paling masuk akal bagi sebagian besar bumil. Selain mual dan nyeri panggul yang cukup terkait erat dengan kehamilan, kelelahan bisa juga dikaitkan dengan stres yang berlebihan di tempat kerja. Sebuah jadwal yang fleksibel akan memberikan bumil lebih banyak kesempatan untuk mengelola kondisi tubuhnya, dan membuat mereka lebih produktif dalam jangka panjang.
"Bumil yang menderita kelelahan berhubungan dengan pekerjaan, cenderung absen lebih sering," ujar Dr Dorheim.
Temuan penelitian ini bertentangan dengan gagasan bahwa mengakomodasi kebutuhan bumil adalah buruk bagi bisnis. Hasil penelitian justru sebaliknya, dengan mengakomodasi kebutuhan bumil, perusahaan bisa tetap mendapatkan karyawan yang produktif. Artinya kebijakan yang ramah pada bumil bekerja dapat memberikan insentif juga bagi perusahaan.
Sumber: huffingtonpost
Editor :
Dini