Kompas.com - Pebalap sepeda AS, Lance Armstrong, harus merelakan semua gelarnya di Tour de France dicopot setelah ia terbukti melakukan doping. Pebalap tersebut diketahui melakukan doping canggih, profesional, dan sulit terlacak, doping darah.
Doping merupakan tindakan kriminal dalam dunia olahraga. Doping darah adalah suatu metode terlarang untuk meningkatkan performa atlet dengan cara meningkatkan kemampuan tubuh untuk membawa oksigen lebih banyak ke otot.
Pada banyak kasus doping darah meningkatkan jumlah hemoglobin dalam sirkulasi darah. Hemoglobin adalah protein pembawa oksigen dalam darah. Dengan meningkatnya hemoglobin maka jumlah oksigen sebagai bahan bakar otot atlet juga meningkat. Hal ini akan menyebabkan performa dan stamina, terutama dalam perlombaan jarak jauh, seperti bersepeda atau berlari.
Doping darah sendiri dilarang oleh International Olympic Committe dan organisasi olahraga lainnya. Secara umum ada 3 doping darah yang dikenal luas, yakni transfusi darah, injeksi erythropoietin (EPO), dan injeksi sintetis pembawa oksigen.
1. Transfusi darah
Transfusi darah sebenarnya adalah praktik medis untuk menggantikan darah yang hilang karena kecelakaan atau operasi, atau pun memberikan sel darah yang rendah karena anemia atau gagal ginjal. Transfusi darah yang dipakai untuk meningkatkan performa atlet ada dua jenis, yakni Autologous transfusion yang menggunakan darah atlet sendiri yang diambil lalu disimpan untuk penggunaan selanjutnya.
Jenis transfusi darah yang kedua adalah homologus transfusion, penggunaan darah orang lain yang memiliki golongan darah sama. Namun doping ini bisa dideteksi. Metode deteksinya mulai dipakai sejak tahun 2004 dalam olimpiade musim panas di Athena, Yunani.
2. Injeksi EPO.
EPO adalah hormon yang diproduksi di ginjal dan berfungsi mengatur produksi sel darah merah. Dalam praktek medis, injeksi EPO diberikan untuk menstimulasi produksi sel darah merah. Pada atlet EPO dipakai untuk merangsang tubuh memproduksi sel darah merah lebih tinggi dari kadar normal sehingga stamina meningkat.
Tes darah dan urin bisa mendeteksi EPO sinteteis. Tetapi EPO berada dalam tubuh dalam waktu singkat meski dampaknya jangka panjang. Ini berarti agak sulit mendeteksinya.
3. Pembawa oksigen sintetis.
Menggunakan zat kimia yang punya kemampuan membawa oksigen. Dalam dunia medis praktik ini boleh dilakukan jika tidak tersedia darah manusia, ada risiko infeksi darah, serta tidak cukup waktu untuk mencari donor darah yang sesuai.
Para atlet menggunakan pembawa oksigen sintetis untuk mencapai performa maksimal dengan meningkatkan oksigen dalam darah. Tes untuk mengetahui praktek doping ini juga sudah tersedia sejak tahun 2004.
Dalam prosedur tes doping, sebenarnya tes tidak hanya dilakukan saat kompetisi tetapi juga saat tidak berkompetisi. Ada petugas yang akan mendatangi rumah atlet untuk mengambil contoh darah. Tetapi para atlet sering kabur atau bersembunyi dari para petugas. Atau mereka juga biasa menggunakan zat tertentu yang bisa menetralkan kekentalan darah sehingga doping tak terdeteksi.
Efek doping darah
Kendati bisa meningkatkan stamina saat bertanding, tetapi doping darah memiliki risiko yang sangat berbahaya. Dengan meningkatnya jumlah sel darah merah, maka risiko pengentalan darah juga meningkat. Ini berarti jantung harus bekerja lebih keras memopa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya risiko penyumbatan pembuluh darah, serangan jantung, dan stroke juga meningkat.
Dalam kurun waktu 25 tahun ada sekitar 20 pebalap sepeda meninggal karena doping darah.
Doping darah lewat transfusi juga meningkatkan risiko tambahan seperti infeksi HIV, hepatitis B dan C. Selain itu juga bisa menyebabkan reaksi alergi, demam, atau ruam.
Sementara itu injeksi EPO bisa menyebabkan hyperkalemia (meningkatnya level plasma potasium dalam level berbahaya). Meningkatnya tekanan darah, serta gejala mirip flu.