JAKARTA, KOMPAS - Salah satu penyakit berbahaya saat banjir adalah leptospirosis. Gejala penyakit mirip demam berdarah dan tifus sehingga banyak orang tak waspada. Padahal, tingkat kematian cukup tinggi.
"Sekitar 30 persen orang yang diduga menderita demam berdarah ternyata menderita leptospirosis," kata Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Kementerian Kesehatan, Rita Kusriastuti, di Jakarta, Selasa (22/1).
Kesulitan diagnosis terjadi karena gejala awal leptospirosis sama seperti gejala demam berdarah dan tifus, yaitu demam, nyeri kepala, dan sakit otot seperti layaknya penderita flu.
Jika gejala terjadi pada musim banjir, tenaga medis perlu menggali informasi lebih detail, bagian otot mana yang mengalami nyeri. "Gejala leptospirosis adalah nyeri di otot betis," ujarnya.
Gejala leptospirosis ringan hanya demam dan sakit kepala yang dapat diobati dengan antibiotik. Hanya 10 persen penderita leptospirosis yang menunjukkan gejala leptospirosis berat. Keterlambatan pengobatan membuat bakteri leptospira menyebar ke berbagai organ tubuh, seperti ginjal dan paru.
Angka kematian akibat leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, 2,50-16,45 persen. Pada penderita berumur lebih dari 50 tahun, tingkat kematian 56 persen. Penderita yang mengalami kerusakan hati, ditandai selaput mata berwarna kuning, tingkat kematian lebih tinggi lagi.
Ahli hama tikus dari Institut Pertanian Bogor, Swastiko Priyambodo, mengatakan, tikus pembawa bakteri leptospira adalah tikus got (Rattus norvegicus). Di Indonesia, tikus got berwarna hitam dan berukuran besar. (MZW)