KOMPAS.com – Selama ini ada anggapan umum bahwa ibu bekerja hanya sebatas membantu perekonomian keluarga. Artinya, penghasilannya dari bekerja tidak menjadi pendapatan utama dalam keluarga. Suamilah yang menjadi tulang punggung keluarga, tak heran jika kebijakan seperti fasilitas dan gaji antara laki-laki dan perempuan di tempat kerja pun kadang dibedakan.
Namun pergerakan zaman sudah berubah, kontribusi pendapatan ibu bekerja tidak bisa lagi dianggap sepele. Sebab pendapatan perempuan yang berkeluarga sudah memberikan kontribusi besar pada perekonomian keluarga.
Fakta ini diperkuat oleh penelitian dari Carsey Institute di Universitas of New Hampshire, Durham, AS, yang menemukan bahwa pasangan menikah yang mengandalkan pendapatan istri menembus rekor tertinggi hingga 47 persen, atau dengan kata lain hampir seimbang.
"Resesi besar yang terjadi selama 18 bulan menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran dalam sektor pekerjaan yang didominasi laki-laki. Hal ini menyebabkan banyak keluarga tergantung pada pendapatan istri," kata Kristin Smith dari Carsey Institute.
Berdasarkan data pasangan suami-istri dari US Census Bureau dan Minnesota Population Center, antara tahun 2008 dan 2009 kontribusi istri terhadap pendapatan total keluarga melonjak dari 45 persen menjadi 47 persen, kenaikan terbesar dalam kurun 23 tahun terakhir. Persentase pun tetap stabil pada tahun 2010 dan 2011.
Penelitian ini juga meneliti resesi sebelumnya, dan menemukan bahwa secara substansial resesi mempercepat kecenderungan meningkatnya ketergantungan pada pendapatan istri.
Smith mengatakan, ada kemungkinan kontribusi pendapatan istri terhadap keluarga tidak akan kembali ke tingkat sebelum terjadinya resesi. Justru resesi mendorong kontribusi istri lebih tinggi lagi.
"Kemungkinan istri akan tetap memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan meski suami mereka kembali bekerja dan berpenghasilan layak," katanya. "Jadi, sangat penting untuk memperhatikan istri sebagai pencari nafkah bagi keluarga di tempat kerja sekaligus sebagai penggerak perekonomian."
Penelitian juga mengungkapkan bahwa ketergantungan keluarga pada pendapatan perempuan sangat penting, terutama jika faktor pendidikan suami menjadi faktor pertimbangan. Smith menemukan, bagian dari pendapatan total keluarga dari istri lebih responsif terhadap kemerosotan ekonomi ketika suami mereka tidak memiliki gelar sarjana.
Anggota parlemen dilaporkan terus mencari cara untuk mendukung kebijakan bagi perempuan bekerja agar mereka juga mendapatkan fasilitas yang sama seperti suami yang bekerja.
"Kebijakan untuk mendukung keluarga yang bekerja, seperti cuti sakit dan cuti dibayar, asuransi kesehatan anak, tempat penitipan anak berkualitas dan terjangkau, upah yang layak, dan langkah-langkah yang meningkatkan fleksibilitas tempat kerja, dapat membantu mengurangi pekerjaan dan konflik keluarga yang dialami banyak keluarga," kata Smith.
Sumber: Huffington Post
Editor :
Dini