KOMPAS.com - Sebagai tempat perawatan orang sakit, rumah sakit menjadi tempat berkembang biaknya kuman dan rawan terjadinya penularan infeksi. Dalam bahasa medis, infeksi itu disebut dengan infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial bisa terjadi dari penularan pasien ke pasien lain, dari pasien ke pengunjung atau keluarga, atau dari petugas ke pasien. Transfer mikroba bisa didapat petugas saat melaksanakan tindakan atau perawatan pasien.
"Penularan juga bisa terjadi melalui udara, misalnya saat bersin, batuk, berbicara. Kontak jarak dekat antara 60cm- 1m bisa mempermudah transmisi ini," kata Ketua Himpunan Perawat Pengendalian Infeksi Indonesia Costy Pandjaitan, dalam acara jumpa pers simposium pencegahan infeksi nokosimal yang diadakan Unilever dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta, Kamis (10/1/13).
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), infeksi nosokomial merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di dunia. Di Indonesia, dalam penelitian di 11 rumah sakit di Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi nosokomial.
Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia. Menurut Robert Imam Sutedja, Ketua Kompartemen Umum dan Humas PERSI, izin rumah sakit dapat dicabut apabila angka kejadian infeksi tersebut tinggi.
Infeksi nokosomial dapat dicegah dengan selalu menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan dengan sabun antikuman. Cuci tangan memakai sabun wajib dilakukan petugas medis sebelum dan setelah menangani pasien.
"Larangan besuk bagi anak berusia di bawah 12 tahun sebenarnya juga untuk mencegah mereka terkena infeksi karena daya tahan tubuhnya masih rendah," kata Robert.