KOMPAS.com - Kehamilan memberikan tantangan tersendiri bagi ibu bekerja. Tantangan semakin meningkat begitu ibu bekerja melahirkan. Keinginan untuk selalu berada di dekat buah hati, memonitor perkembangannya, dan terlibat penuh dalam proses tumbuh kembangnya, menjadi impian banyak perempuan. Namun, pekerjaan tak bisa ditinggalkan, cuti melahirkan pun rasanya tak cukup memenuhi kebutuhan akan pengasuhan anak ini.
Jessica Grose, novelis dan salah satu penulis Love-Mom, menuliskan cuti melahirkan yang fleksibel menjadi kebutuhan ibu bekerja. Kondisinya semakin sulit bagi freelancer sepertinya, yang harus kembali bekerja karena faktor finansial. Untuk freelancer, yang tak mendapatkan gaji rutin termasuk saat cuti melahirkan, kembali bekerja segera setelah melahirkan menjadi keharusan. Meski begitu, di sisi lain freelancer memiliki waktu yang lebih longgar dibandingkan mereka yang bekerja di perusahaan.
Setiap perempuan memiliki pengalaman unik terkait kehamilannya hingga melahirkan. Begitu pun dengan cuti melahirkan. CEO Yahoo, Marissa Mayer, misalnya, ia hanya mengambil cuti melahirkan dua minggu. Ia pun berani berkata bahwa mengasuh anak ternyata tak sesulit yang ia bayangkan sebelumnya.
Namun tak semua ibu bekerja mengalami kondisi seperti ini. Kebijakan cuti melahirkan pun mengakomodasi kebutuhan ibu bekerja, secara berbeda. Jadi, kalau ditanya berapa lama idealnya cuti melahirkan? Jawabannya akan beragam. Setiap negara punya kebijakan berbeda. Bahkan di satu negara pun setiap perusahaan punya kebijakan yang tak seragam.
Bagi Grose, pengalamannya sebagai ibu bekerja, cuti melahirkan perlu mendapat perhatian penting. Bahkan ia memberanikan diri mengajukan proposal yang barangkali bisa diterapkan semua perusahaan. Jika saat ini cuti melahirkan kebanyakan berlangsung 12 minggu, Grose melontarkan wacana agar perempuan bisa lebih leluasa mengambil cuti melahirkan, sejak hamil hingga setahun setelah melahirkan.
Wacana ini memang radikal, namun bukan tak mungkin dilakukan karena beberapa negara sudah menetapkan kebijakan cuti melahirkan yang lebih longgar. Sebut saja Norwegia dan Swedia yang memiliki kebijakan lebih ramah ibu bekerja.
Berbeda dengan kondisi di Amerika Serikat, jika merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Keluarga dan Cuti Medis, cuti melahirkan memungkinkan 12 minggu hari kerja dalam periode 12 bulan, setelah bayi lahir. Namun ibu bekerja umumnya mengambil cuti saat masih hamil.
Organisasi Buruh Internasional (ILO), dalam ulasan mengenai hukum cuti melahirkan pada 2010 menyebutkan Norwegia memberikan kesempatan kepada orangtua baru untuk mengambil cuti selama dua tahun setelah anak lahir.
Di Belgia, karyawan bisa memilih untuk mengambil cuti penuh tiga bulan, atau mengurangi waktu kerjanya selama enam bulan, atau bekerja penuh waktu selama 15 bulan namun ada penyesuaian waktu kerja. Hal ini berlaku bukan hanya untuk perempuan dan laki-laki.
ILO juga melaporkan negara yang memiliki kebijakan cuti melahirkan fleksibel, juga menetapkan kebijakan cuti sakit saat kehamilan yang meringankan.
Tak banyak negara yang menerapkan kebijakan cuti melahirkan semacam ini. Amerika Serikat sendiri masih ketat jika bicara cuti melahirkan. Berbeda dengan Swedia yang mengizinkan pekerja untuk mengambil cuti melahirkan 13 bulan.
Bagaimana dengan Indonesia? Setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda terkait cuti melahirkan. Selain cuti tiga bulan yang bisa diambil fleksibel, sebelum dan sesudah melahirkan, seperti apa kebijakan cuti melahirkan di tempat Anda bekerja?
Sumber: slate.com
Editor :
wawa