KOMPAS.com - Morning sickness parah atau hyperemesis gravidarum pada kehamilan trimester kedua, yakni usia kehamian 12-21 minggu, meningkatkan risiko komplikasi selama kehamilan.
Morning sickness ditandai dengan mual dan muntah. Umumnya pada pagi hingga siang hari. Biasanya, morning sickness akan berhenti pada usia kehamilan 10-16 minggu. Studi terhadap ibu hamil yang dirawat di rumah sakit di Swedia akibat hyperemesis gravidarum pada kehamilan trimester kedua berisiko 2 kali lebih besar mengalami preeklampsia, 1,4 kali lebih besar melahirkan bayi kecil, serta 3 kali lebih besar mengalami pemisahan plasenta dari dinding rahim secara mendadak.
Meski demikian, penderita morning sickness jarang yang dirawat di rumah sakit. Dari 1 juta lebih perempuan yang dilibatkan dalam studi ini, hanya 1,1 persen perempuan dirawat akibat morning sickness parah. Kasus hyperemesis gravidarum mencuat setelah Kate Middleton, istri putra mahkota Kerajaan Inggris Pangeran William, harus dirawat empat hari di rumah sakit. Ia harus menjalani hipnoterapi untuk mengatasi mual muntah parah yang dialami. Morning sickness yang parah menyebabkan ibu kekurangan gizi dan dehidrasi hingga meningkatkan risiko bayi lahir prematur.
"Hyperemesis gravidarum yang terjadi pada kehamilan trimester kedua harus diwaspadai," kata peneliti Marie Bolin dari Departemen Kesehatan Ibu dan Anak, Universitas Uppsala, Swedia, kepada MyHealthNewsDaily, Selasa (29/1).
Hyperemesis gravidarum diduga dipicu oleh tingginya hormon human chorionic gonadotropin (hCG) yang dihasilkan plasenta selama kehamilan trimester pertama. Tingginya hCG hingga kehamilan trimester kedua menandakan pembentukan plasenta yang tidak normal. (MYHEALTHNEWSDAILY/MZW)