JAKARTA, KOMPAS.com - Di zaman serba praktis seperti saat ini, tentu Anda banyak menemukan makanan olahan. Seringkali makanan olahan menjadi pilihan bagi keluarga karena tidak sempat mengolah makanan sendiri. Selain itu, makanan olahan juga diklaim sebagai produk padat gizi, sehingga semakin banyak yang beralih ke jenis makanan ini.
Makanan olahan yang sering ditemui adalah produk olahan daging, baik ayam maupun sapi. Jenis olahannya pun bermacam-macam, dari mulai sosis, nugget, kornet, dan lain-lain. Meski sudah menjadi rahasia umum, kandungan sodium (natrium) pada jenis makanan ini sangat tinggi.
Tidak hanya daging, belakangan banyak produk olahan sayur yang banyak ditemukan di pasaran. Beberapa di antaranya adalah sup sayuran kalengan, mie instan, nugget atau pun keripik. Semua produk olahan ini terbuat dari bahan sayuran dengan embel-embel kandungan vitamin dan mineral. Lantas apakah vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayuran yang sudah diolah ini masih baik?
Menurut ahli gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dr. Fatmah, kandungan vitamin dan mineral dalam bahan pangan terutama sayuran sebenarnya sangat mudah rusak akibat proses pengolahan. "Dari proses pencucian ataupun pemanasan saja bisa rusak, apalagi diolah menjadi produk lain," ujarnya dalam talkshow bertajuk 'Gizi Seimbang untuk Kesehatan dan Kecerdasan Anak' di Jakarta, Rabu (6/2/2013)
Ia menambahkan, meski vitamin dan mineralnya sudah hilang, seringkali produsen makanan olahan menambahkan vitamin dan mineral dari sumber lain ke dalam produk olahan.
Fatimah menyatakan, meski vitamin dan mineral dari sumber alami yaitu sayuran segar lebih baik, namun ia menyarankan agar para orang tua juga tetap dapat mengombinasikannya dengan produk olahan.
"Terutama untuk anak balita sampai usia sekolah, variasi rasa dan sumber gizi itu penting. Dengan memperkenalkan sumber vitamin dan mineral tidak hanya dari sayur-sayuran alami, nutrisi anak akan lebih tercukupi," ujarnya.
Kendati dapat dijadikan variasi sumber nutrisi, Fatimah menekankan produk olahan sayuran tentu porsinya harus lebih sedikit daripada sumber alami. "Maksimal seminggu dua kali, itupun harinya harus berjauhan," ungkapnya.
Konsumsi produk olahan sayuran, terang Fatimah, sebaiknya tidak dilakukan setiap hari berturut-turut karena bukan tidak mungkin makanan olahan mengandung pengawet. Menurutnya, tubuh manusia memerlukan waktu sekitar 2-3 hari untuk membuang residu pengawet sepenuhnya dari dalam tubuh. Sehingga, Anda sebaiknya menunggu residu pengawet sampai hilang dulu dari tubuh, sebelum Anda akan mengonsumsi makanan olahan kembali.