JAKARTA, KOMPAS.com - Kritik dan cercaan kerap kali datang untuk dokter. Sedangkan perjuangan dokter yang mengabdi hingga ke pelosok jarang mendapat apresiasi. Hal itulah yang membuat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menginginkan adanya seimbangan antara keduanya.
Salah satu anggota IDI Profesor Zubairi Djoerban mengatakan, bahkan untuk dokter baru, mereka hanya digaji Rp 2 juta hingga Rp 3 juta rupiah per bulan. "Jumlah itu hanya setengah dari gaji supir busway," ujar pada wartawan dalam konferensi pers Senin (18/3/2013) di Jakarta.
Konferensi pers tersebut diadakan untuk mengonfirmasi kritik-kritikan yang selama ini kurang tepat ditujukan pada dokter. Dalam konferensi pers turut hadir dokter-dokter yang bekerja di wilayah pelosok seperti Aceh Timur.
Sekretaris Jenderal IDI Daeng M. Faqih mengatakan, dokter selalu dituntut profesional, memiliki kemampuan setinggi-tingginya dalam penguasaan ilmu dan teknologi kedokteran, tapi jauh lebih penting lagi dokter harus memiliki integritas etik dan moral yang tinggi.
"Pekerjaan profesi dokter (harus) diniatkan dan diarahkan untuk mengabdi kepada kepentingan kemanusiaan," ungkapnya.
Kendati demikian, kata Daeng, masih ada aja oknum dokter yang tidak menjunjung tinggi tradisi luhur kedokteran. Hal inilah yang menciptakan banyak kritik bahkan cercaan datang pada profesi ini.
"Memang ada kalanya dokter berbuat kesalahan, namun tidak semua dokter berlaku demikian. Jangan digeneralisasikan," tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Pengurus Besar IDI Zaenal Abidin mengatakan, sistem kedokteran di Indonesia masih belum baik. Hal itu yang lebih kurang mempengaruhi kinerja dokter.
"Sepandai apapun dokternya jika ada di sistem yang buruk, tidak akan terlihat kepandaiannya," ujarnya.