Natuna, Kompas - Warga Natuna, Kepulauan Riau, mengeluh. Lebih dari dua pekan RSUD Natuna kehabisan obat. Mereka terpaksa mencari obat ke Batam atau Tanjung Pinang yang harus ditempuh dengan pesawat.
Wahyudi (36), warga Ranai, Natuna, mengatakan, warga sudah menyampaikan keluhan kepada pemerintah dan DPRD Kabupaten Natuna serta manajemen rumah sakit. "Sampai sekarang tetap belum ada obat," ujarnya, Senin (4/3), di Natuna.
Warga lain, Rino (39), menuturkan, beberapa waktu lalu anggota keluarganya dirawat. Karena obat tidak ada, terpaksa mencari ke Batam. "Minta tolong saudara di Batam carikan obat. Lalu dikirim dengan pesawat ke sini," Rino menuturkan.
Direktur RSUD Natuna Syamsurizal tidak membantah soal kelangkaan obat itu. Menurut dia, hanya obat nongenerik yang habis. "Obat generik masih ada. Namun, tidak semua penyakit bisa menggunakan obat generik," ujarnya.
Kelangkaan terutama disebabkan keterbatasan anggaran. Tahun lalu, RSUD Natuna hanya mendapat Rp 5,8 miliar dari kebutuhan Rp 10 miliar. Akibatnya, pengadaan obat tidak maksimal. "Anggaran dikucurkan dua tahap. Kucuran kedua menjelang akhir tahun sehingga kami tak leluasa mengadakan obat," ujarnya.
Pengadaan dengan mekanisme lelang perlu waktu sedikitnya 40 hari. "Sekarang panitia lelang sudah bekerja. Kami targetkan bulan depan ada persediaan," ujarnya.
RSUD Natuna berusaha membeli langsung obat nongenerik. Namun, ada beberapa kelemahan. "Maksimal Rp 40 juta sekali pembelian. Namun, obat nongenerik senilai itu hanya cukup untuk beberapa hari," ujarnya.
Selain itu, beberapa kali paket obat tertahan di Bea dan Cukai Batam pada sistem pembelian langsung. "Hambatan itu tidak terjadi kalau kami mengadakan obat dengan sistem lelang," katanya.
Syamsurizal mengatakan, beberapa pasien terpaksa diminta membeli sendiri obat ke Batam atau ke kota lain. Untuk mencegah kelangkaan terulang, manajemen rumah sakit berharap diberi alokasi anggaran minimal Rp 8 miliar per tahun. Anggaran harus diberikan maksimal empat bulan sebelum tutup tahun.
"Tahun ini kami mengusulkan Rp 7 miliar, hanya cukup untuk obat. Tidak ada anggaran pembelian alat kesehatan. Nanti di APBD perubahan kami usulkan lagi. Mudah-mudahan pengucuran tidak menjelang tutup tahun," kata Syamsurizal. (RAZ)