KOMPAS.com - Banyak orangtua yang memaksakan anak mengikuti berbagai les atau kursus, agar menjadi seperti yang mereka mau. Menjadi penari balet, pemain piano, atau menarik perhatian saat menjadi model. Sementara belum tentu potensi anak ada di sana.
Ini kerap terjadi, dan menjadi catatan Febria Indra Hastati, MPsi, psikolog dari Brawijaya Clinic. Pernah satu kali, kata dia, ada seorang ibu yang yakin kalau anaknya punya bakat khusus atau indigo. Karena, ia pernah melihat sang anak suka melakukan hal yang berbeda dengan anak kebanyakan. Sementara setelah dites kemampuan intelektualnya, ternyata tidak demikian adanya.
Karena itu, Febria menegaskan agar para ibu bersikap realistis terhadap potensi diri dan potensi si anak. Boleh saja mengoptimalkan kelebihannya, tapi juga mengakomodasi kelemahannya.
"Tidak perlu memaksakan cita-cita kepada anak, atau memasukkannya ke sekolah khusus supaya dianggap jenius hanya demi gengsi, padahal anak sulit beradaptasi," ujar Febria, saat bincang-bincang "Inspiring Moms and Kids" yang digelar Babyfamous di fX Sudirman, Jakarta, Sabtu (20/4/2013) lalu.
Febria menganjurkan agar setiap ibu benar-benar mengenali bakat dan minat anak, dan mengembangkannya secara proporsional. Tidak ada baiknya mengelabui diri sendiri dengan terus memaksakan cita-cita (yang dikehendaki orangtua) pada anak. Bila merasa perlu, orangtua bisa berkonsultasi dengan psikolog untuk mengetahui kemampuan dan bakat dan minat anaknya.
Editor :
Dini