KOMPAS.com - Desainer Era Soekamto tidak hanya mahir merancang busana, tapi juga berbisnis. Hampir 15 tahun ia jatuh bangun mengecap pengalaman sebagai perancang sekaligus pengusaha, hingga sekarang menjabat sebagai Direktur Kreatif Iwan Tirta Private Collection.
Dalam Festival Entrepreneur yang digelar di Jakarta, Kamis (2/5/2013), anggota aktif Indonesian Young Entrepreneur ini berbagi cerita dan pengalamannya. Semua berawal dari kecintaan terhadap bidang yang dia geluti, yakni fashion. Seiring berjalan waktu, ia dihadapkan pada realita bahwa ia harus terjun ke dunia bisnis, tidak sekadar merancang busana.
"Banyak sekali momen yang saya lewati, dari usaha kecil di garasi, tidak punya PT, tidak paham hukum bisnis dan industri kreatif, tapi dari sana saya tertantang," katanya.
Dalam prosesnya, Era lalu banyak belajar mengenai seluk-beluk bisnis. Mengenal dan memahami ekspektasi pelanggan, rekan kerja, investasi, hingga bertumbuh dan berkembang.
Menurutnya, baik bisnis retail ataupun project khusus masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Ketika dihadapkan pada masalah modal yang besar, mau tidak mau harus ada partner dan investor.
"Yang paling dahsyat pernah ditipu orang sehingga mengalami kesulitan dalam keuangan, tapi lagi-lagi bangkit," ujarnya.
Saat itu Era menyadari kalau jalan sendiri mengurus semua bidang usaha dari A sampai Z akan sangat melelahkan. Apalagi yang ia ingin bangun adalah integritas dan kepercayaan. Karena itu brand Era Soekamto dan Urban Crew menjadi label yang dikelolanya dengan serius.
Tawaran Iwan Tirta
Mei tahun lalu, Era bergabung dan menjadi direktur kreatif dari Iwan Tirta Private Collection (ITPC). Ini merupakan salah satu impiannya sebagai pekerja kreatif. Katanya, meski pengalaman melakoni bisnis sendiri itu asik, bagaimana pun ada ilmu yang bisa disalurkan dengan maksimal begitu didampingi manajemen bisnis yang solid. Sehingga, dia bisa fokus.
Ketika Iwan Tirta meninggal dunia dua tahun lalu, karyanya makin mendapat apresiasi publik yang lebih tinggi. Pembentukan manajemen mesti mengimbangi prinsip Iwan yang idealis.
"Di sini, saya melihat bahwa hasil yang dikeluarkan bukan hanya menjadi komoditas untuk jualan saja, tapi juga membawa nilai tambah, sejarah," ungkapnya.
Motif batik Iwan Tirta, kata Era, memuat sejarah yang bernilai bagi masyarakat. Jika mau melihat ke merek-merek mewah luar negeri yang ada, hampir semua menghargai titik sejarah yang beranjak dari keluarga kerajaan. Misalkan Louis Vuitton dengan kerajaan Perancis, atau Gucci dengan Monaco. Sedangkan Indonesia, sejarahnya erat dengan yang ada di dalam keraton.
"Batik di keraton dipakai untuk menghargai sejarah, yang dibuat sedemikian rupa sebagai medium dengan sang pencipta," paparnya.
Batik dulu memang hanya ada dalam tembok istana, tapi kemudian bisa menjadi visual communication atau kitab berjalan. Jadi, tidak sekadar dipakai saja.
"Tujuannya lalu bukan hanya untuk jualan, tapi juga sekaligus bermanfaat untuk menghargai budaya dan sejarah," tambahnya.
Ada lebih dari 10.000 motif warisan Iwan Tirta, dan Era mengenalkannya ke publik lewat koleksi yang ia namakan Royal Wisdom. Setiap motif punya kisah sendiri yang penuh makna.
Editor :
Dini