Gambaran Kejadian Abortus dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Gambaran Kejadian Abortus dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya”.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
  1. Ibu Hj. Ulvi Mariati, S.Kp M. Kes selaku ketua jurusan kebidanan Poltekkes Padang.
  2. Ibu Fatmi Arma, SKM selaku Ka Prodi D III Kebidanan Padang.
  3. Ibu Dra. Hj. Mohanis, M.Kes, ibu Yuliva, S.SiT, M.Kes dan bapak H. Muslim, SKM yang telah memberikan bimbingan dalam menulis makalah ini.
  4. Teman-teman senasib dan seperjuangan yang telah membantu dan memberi dukungan moril dalam pembuatan makalah ini.
  5. Teristimewa penulis uacapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kakak dan adik tercinta yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan baik moril maupun materil.
Semoga bantuan dan bimbingan bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mendapat pahala di sisi Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat barmanfaat bagi kita semua.
Padang, Januari 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan masalah penting yang tengah dihadapi oleh masyarakat saat ini, apalagi yang tengah menimpa kaum wanita. Kesehatan reproduksi wanita adalah hal yang sangat perlu diperhatikan menimbang bahwa wanita adalah makhluk yang unik. Disini wanita ini, dalam siklus hidupnya mengalami tahap-tahap kehidupan, diantaranya dapat hamil dan melahirkan.
Berjuta-juta wanita setiap tahunnya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Beberapa kehamilan berakhir dengan kelahiran tetapi beberapa diantaranya diakhiri dengan abortus. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sedangkan menurut WHO batasan usia kehamilan adalah sebelum 22 minggu (google).
Abortus didefenisikan sebagai keluarnya janin belum mencapai viabilitas (yang mampu hidup diluar kandungan). Dan masa gestasi mencapai 22 minggu atau lebih, berat janin 500 gr atau lebih. Abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia 30 tahun dan meningkatnya angka graviditas 6% kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi 16% pada kehamilan ke-3 dan seterusnya (google.com yang dikutip dari Hipokrates, 2002).
Kejadian abortus sulit diketahui, karena sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak dilakukan atas permintaan. Keguguran spontan diperkirakan sebesar 10% sampai 15% (Manuaba, 1998:214).
Insiden kehamilan diketahui secara klinis sebanyak 15%-25% diantara kehamilan ini mengalami komplikasi perdarahan pada trimester pertama, 50% dari ini mengalami abortus. Tidak ada bukti yang meyakinkan pengobatan manapun mempengaruhi hasil akhir. 95% kehamilan berlangsung lewat trimester pertama. Bila pada pemeriksaan USG terlihat aktivitas jantung janin (google.com, kutipan dari Indra, 2007).
Biasanya kejadian keguguran dilaporkan dalam angka kaguguran (abortion rate). Angka keguguran ialah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kelahiran hidup. Dilaporkan besar angka keguguran berkisar antara 8,3 sampai 15 %. Angka ini diperkirakan lebih kecil daripada yang sebenarnya berdasarkan alasan-alasan di atas. Angka keguguran ini bersifat umum dan tidak memperhitungkan semua keguguran yang terjadi sejak kehamilan yang pertama. Angka keguguran yang spesifiklah jumlah keguguran dalam setiap 1000 kehamilan dihitung sejak kehamilan yang pertama pada setiap wanita yang pernah hamil pada satu populasi tertentu (google, yang dikutip dari dr. TMA Chalik 1997:2).
Menurut data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15–40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil, dan 60–75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu (google, yang dikutip dari Lestariningsih, 2008).
Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15 %. Namun demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila telah terjadi komplikasi. Juga karena sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak datang ke dokter atau rumah sakit (Rustam Muchtar, 1998: 211).
Sekitar 1 dari 100 hingga 200 wanita akan mengalami abortus 3 kali berturut-turut, yang disebut abortus habitual atau abortus berulang. Jika abortus berturut-turut ini merupakan abortus dengan kegagalan pembentukan janin, hal ini biasanya tidak memerlukan penangan yang terlalu rumit, dan kemungkinan kehamilan yang baik pada kehamilan berikutnya adalah 62%. Namun jika yang terjadi adalah kematian janin, maka diperlukan pemeriksaan yang lebih mendalam untuk mencari adanya kelainan-kelainan yang mungkin menjadi penyebab dan mengatasinya, agar abortus tidak terulang kembali.
Di Indonesia, diperkirakan sekitar 2 – 2,5 % juga mengalami keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 pertahunnya ( Manuaba, 2001 ).
AKI di Indonesia masih di dominasi perdarahan 42 %, ekslamsi 13% & infeksi 10 % ( BKKBN, 2005 ).
Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Wanita dengan riwayat abortus mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya persalinan prematur, abortus berulang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Cunningham, 2005).
Pada penelitian Thom terhadap 2.146 penderita dengan riwayat abortus satu kali, 94 orang (4,9%) menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang terhambat pada kehamilan berikutnya, 174 orang (8,7%) melahirkan bayi prematur. Sedangkan dari 638 penderita dengan riwayat abortus 3 kali atau lebih, ternyata terjadi pertumbuhan janin yang terhambat pada 41 orang (6,4%), prematuritas pada 63 orang (10,8%) (Suryadi, 1994).
Karena banyaknya kasus abortus ini terjadi, maka penulis berusaha untuk membahas masalah abortus ini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan data kasus yang tertera pada latar belakang, maka didapat masalah mengenai abortus dalam kehamilan yang sering terjadi saat ini karena banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kejadian abortus dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.3.2 Tujuan Khusus
· Diketahuinya gambaran kejadian abortus
· Diketahuinya apa yang dimaksud dengan abortus dan bagaimana abortus itu
· Diketahuinya klasifikasi dari abortus
· Diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi abortus dalam kehamilan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
  • Menambah wawasan mahasiswa kebidanan tentang gambaran kejadian abortus dan pengetahuan mengenai abortus.
  • Sebagai wujud atau aplikasi dari ilmu yang didapat dalam perkuliahan.
1.4.2 Bagi Instiusi Pelayanan
  • Sebagai bahan masukan atau informasi bagi pelayanan kebidanan dalam rangka meningkatkan pelayanan kebidanan di Rumah Sakit.
1.4.3 Bagi Pendidikan
  • Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan bagi peserta didik.
  • Sebagai bahan acuan untuk penulisan selanjutnya yang berkaitan dengan kehamilan abortus.
  • Dapat memperbaiki mutu pembelajaran dalam institusi pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus
2.1.1 Pengertian
Dewasa ini yang dimaksud dengan abortus adalah kehamilan yanng berhenti prosesnya pada umur 20 minggu kebawah, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang. Abortus yang terjadi tanpa didahului oleh tindakan apapun disebut abortus spontan, dan yang terjadi akibat sesuatu tindakan sengaja untuk menghentikan proses kehamilan disebut abortus provokatus (dr. TMA Chalik 1997:2).
Keguguran adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gr atau umul hamil kurang dari 28 minggu (Manuaba, 1998:214).
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2005: 302).
Abortus atau keguguran adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat bertahan hidup, yaitu sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau berat janin belum mencapai 500 gram. Abortus biasanya ditandai dengan terjadinya perdarahan pada wanita yang sedang hamil. Dengan adanya peralatan USG, sekarang dapat diketahui bahwa abortus dapat dibedakan menjadi 2 jenis. Yang pertama adalah abortus karena kegagalan perkembangan janin dimana gambaran USG menunjukkan kantong kehamilan yang kosong, sedangkan jenis yang kedua adalah abortus karena kematian janin, di mana janin tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung atau pergerakan yang sesuai dengan usia kehamilan (google.com).
Abortus atau keluron adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus sebelum masa akhir kebuntingan dengan fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk (google.com dikutip dari Toelihere, 1985).
Abortus dapat terjadi pada berbagai umur kebuntingan dari 42 hari sampai saat akhir masa kebuntingan. Abortus dapat terjadi bila kematian fetus di dalam uterus disertai dengan adanya kontraksi dinding uterus sebagai akibat kerja secara bersama-sama dari hormon estrogen, oksitosin, dan prostaglandin F2α pada waktu terjadinya kematian fetus itu. Oleh karena itu fetus yang telah mati terdorong keluar dari saluran alat kelamin (Google.com kutipan dari Hardjopranjoto, 1995).
Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar disebut dengan abortus (google.com kutipan dari Prof. R. Sulaeman Sastrawinata, 1984).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono Prawirohardjo, 2002:145).
Keguguran adalah pegeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Rustam Muchtar, 1998:209).
Suatu kehamilan dikatakan mengalami abortus bila kehamilan tersebut terhenti atau gagal dipertahankan pada usia kehamilan kurang dari 22 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram. Selanjutnya bila kita menyebut abortus jangan lupa terdapat abortus yang jalannya tidak per vaginam tetapi per abdominam yang kita kenal dengan kehamilan ekstra uterin yang kemudian gagal tumbuh dan terjadilah perdarahan intra abdominal yang memerlukan tindakan operasi untuk menghentikaan terjadinya perdarahan atau menutup sumber perdarahan (google.com).
2.1.2 Patogenesa
Fetus dan plasenta keluar bersamaan pada saat aborsi yang terjadi sebelum minggu ke sepuluh, tetapi terpisah kemudian. Ketika plasenta, seluruh atau sebagian tertinggal didalam uterus, perdarahan terjadi dengan cepat atau kemudian.12 Pada permulaan terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas. Karena dianggap benda asing, maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkannya.
Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kemailan 8-14 minggu, telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal.3 Hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium menyebabkan banyak terjadi perdarahan.
2.1.3 Gambaran Klinis
Gejala abortus inkomplit berupa amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas. Perdarahan bisa sedikit atau banyak, dan biasanya berupa stolsel (darah beku); sudah ada keluar fetus atau jaringan. Pada abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, sering terjadi infeksi. Tanda-tanda infeksi alat genital berupa demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan, luekositosis. Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran kecil dari seharusnya.
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan :
  1. Anamnesis
1) Adanya amenore pada masa reproduksi
2) Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi
3) Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis
  1. Pemeriksaan Fisis
1) Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan
2) Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus, dapat juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.
3) Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.
4) Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.
  1. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan, trombosit., dan GDS.
2) Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi.
Diagnosis Banding:
1. Abortus komplit
2. Kehamilan ektopik
2.1.5 Klasifikasi abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu:
Menurut terjadinya dibedakan atas:
1. Abortus spontan yairu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi:
1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
Menurut gambaran klinis, dibedakan atas:
1. Abortus membakat (imminens) yaitu abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Dalam hal ini, keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan antispasmodika serta istirahat. Kalau perdarahan setelah beberapa minggu masih ada, maka perlu ditentukan apakah kehamilan masih baik atau tidak. Kalau reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif, maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret).
2. Abortus insipiens yaitu abortus yang sedang berlangsung dan mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, ketuban yang teraba akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri, kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi. Terapi seperti abortus inkomplit.
3. Abortus inkomplit (keguguran yang tersisa) yaitu jika hanya sebagian hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.
4. Abortus komplit artinya seluruh hasil konsepsi telah keluar (desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong. Terapi hanya dengan uterotonika.
5. Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih. Fetus yang meninggal ini bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati, bisa diresorbsi kembali sehingga hilang, bisa terjadi mengering dan menipis yang disebut fetus papyraceus, atau bisa jadi mola karnosa dimana fetus yang sudah mati 1 minggu akan mengalami degenerasi dan air ketubannya diresorbsi.
6. Abortus habitualis (keguguran berulang) adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau lebih. Menurut HERTIG abortus spontan terjadi dalam 10 5dari kehamilan dan abortus habitualis3,6-9,8% dari abortus spontan.
Kalau seorang penderita telah mengalami 2 abortus berturut-turut maka optimisme untuk kehamilan berikutnya berjalan normal, hanya sekitar 16 %.
7. Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi genital.
8. Abortus septik adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritonium.
2.1.6 Komplikasi
  1. Perdarahan (hemorrhage)
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
  1. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
  1. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat.
  1. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium. Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
2.1.7 Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan sebelumnya.
  1. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %
  2. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %
  3. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.
2.1.8 Penatalaksanaan
  1. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup.
  2. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam, suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam, atau antibiotika spektrum luas lainnya.
  3. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi perdarahan yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
  4. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.2 Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat persetujuan tindakan.
2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Abortus Dalam Kehamilan
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu:
  1. Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50%-60% kasus keguguran.
  1. Faktor ibu:
1) Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
2) Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti phospholipid syndrome.
3) Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman, toksoplasma , herpes, klamidia.
4) Kelemahan otot leher rahim
5) Kelainan bentuk rahim.
  1. Faktor Bapak: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan abortus.
Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:
  1. Faktor genetik 9,10
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya kromosom trisomi dengan trisomi 16.
Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik. Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom.
Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesia dan biayanya cukup tinggi.
  1. Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 % wanita dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta). Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester ke dua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah endometrrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterun (synechia), leimioma, dan endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan laparoskopi (prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak dilakukan operasi.
  1. Faktor endokrin:
1) Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.
2) Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak cukupnya produksi progesteron).
3) Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium merupakan faktor kontribusi pada keguguran.
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan insiden abortus (Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard, 1986). Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
  1. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkan abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
  1. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut.
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler.
  1. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa melahirkan.
Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik. Penting juga diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang kemudian dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan prematur.
  1. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
  1. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.
  1. Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat membantu.
Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya.
Disamping pemeriksaan umum, perhatikan gizi dan bentuk badan penderita. Selain itu perlu dilakukan pula pemeriksaan suami-istri, antara lain pemeriksaan darah dan urin yang rutin, pemeriksaan golongan darah dan faktor Rhesus, pada istri dibuat kurve harian glukosa darah, diperiksa fungsi thiroid dan pada suami diperiksa sperma.
Pada penderita ini sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi dan histerosalfingografi, karena dengan melakukan pemeriksaan ini dapat diketahui apakah ada kelainan anatomis pada uterus.
Faktor genetik dan faktor malfungsi endometrium menyebabkan abortus dalam trimester pertama dan kelainan anatomis menjadi sebab abortus dalam trimester kedua atau lebih. Jika pada penderita dengan abortus spontan berulang ditemukan kelainan bawaan seperti uterus bikornis atau uterus septus dan belah diyakinkan tidak ada faktor lain yang menyebabkan, dapat dilakukan operasi plastik pada uterus seperti operasi menurut Strassman. Pada inkompetensi serviks dapat dilakukan prosedur cerclage (penjahitan benang melingkar untuk menguatkan serviks) harus ditunda sampai sesudah kehamilan berusia 14 minggu, sehingga abortus dini yang disebabkan oleh faktor-faktor lain telah disingkirkan.
Pada kehamilan selanjutnya, selain terapi yang bersifat kausal, maka penderita dengan abortus spontan yang berulang, perlu mendapat perhatian yang khusus. Dianjurkan kepada penderita untuk banyak istirahat namun hal ini tidak berarti bahwa ia harus selalu berada di tempat tidur, akan tetapi perlu dicegah usaha-usaha yang melelahkan. Pada kehamilan muda sebaiknya jangan bersenggama. Nutrisi makanan harus adekuat mengenai protein, karbohidrat, mineral dan vitamin. Khusus dalam masa organogenesis pemberian obat-obat harus dibatasi, dan obat-obat yang bersifat teratogenik tidak boleh diberikan. Faktor emosional memegang peranan sangat penting, pengaruh dokter sangat besar dalam mengatasi ketakutan dan keresahan.
Terapi hormonal umumnya tidak diperlukan, kecuali jika ada gangguan fungsi thyroid atau gangguan fase Luteal.
Persiapan ibu dan keluarga untuk kehamilan selanjutnya antara lain setelah terjadi abortus dan kuretase pasien dapat segera hamil tetapi harus melalui pantang berhubungan selama 2 minggu setelah kuretase dan menghindari aktivitas berat. Selain itu dalam mempersiapkan kehamilan yang sehat penderita disarankan untuk selalu mengkonsumsi makanan bergizi serta konsumsi vitamin yang dapat menguatkan kandungan serta istirahat yang cukup dan menghindari stresor fisik dan emosional.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berjuta-juta wanita setiap tahunnya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Beberapa kehamilan berakhir dengan kelahiran tetapi beberapa diantaranya diakhiri dengan abortus. Dan kejadian abortus sangat banyak ditemukan yang merupakan salah satu dari perdarahan dalam masa kehamilan.
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan.
Abortus ada 2 macam, baik itu spontan maupun buatan. Dan masing-masing dari abortus ini terbagi lagi. Sehingga ada banyak bentuk-bentuk abortus yang kita temui.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi abortus dalam kehamilan baik itu dari faktor ibu, bapak, janin dan faktor-faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya abortus atau kehamilan yang tidak dapat dipertahankan.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
· Kepada mahasiswa dapat lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai hal-hal yang patologi dalam kehamilan khususnya abortus dalam kehamilan.
· Kepada instansi kesehatan maupun pemerintah dapat meningkatkan program kesehatan masyarakat, seperti penyuluhan dan upaya deteksi dini terhadap kehamilan-kehamilan yang beresiko.
· Kepada masyarakat luas dapat membantu dan mematuhi program kesehatan yang telah dicanangkan pemerintah maupun instansi kesehatan sehingga mau bekerjasama dalam upaya peningkatan tingakat kesehatan masyarakat, terutama menyangkut kehamilan yang beresiko ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fathdry, Al. 2002. Catatan Obstetri dan Ginekologi
Boyle, Maureen. 2002. Kedaruratan dalam Persalinan. Jakarta: EGC
Chalik, TMA. 1998. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC
Cuningham, dkk.1995. Obstetri William, Jakarta: EGC
Manuaba, I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
______________2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan RutinObstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC
Mochtar, Rustam. 2002. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Winkjosastro, hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP
Obstetri Patologi. 1984. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. Bandung: Elstar Offset
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Maternal dan Neonatal. Jakarta: JPNKR-POGI
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Next Post Previous Post