Sindroma Gawat Nafas (SGN)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kasus ini yang diberi judul ”Sindroma Gawat Nafas.”
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan karena masih dangkalnya pengetahuan penulis. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan yang bermanfaat dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.
Wassalam,
Padang, Februari 2009
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATARBELAKANG
Periode setelah lahir merupakan awal kehidupan yang tidak menyenangkan bagi bayi. Hal itu disebabkan oleh lingkungan kehidupan sebelumnya (intrauterus) dengan kehidupan sekarang (ekstrauterus) yang sangat berbeda. Bayi yang dilahirkan prematur ataupun bayi yang dilahirkan dengan penyulit/komplikasi,tentu proses adaptasi kehidupan tersebut menjadi lebih sulit untuk dilaluinya. Bahkan sering kali menjadi pemicu timbulnya komplikasi lain yang menyebabkan bayi tersebut tidak mampu melanjutkan kehidupan ke fase berikutnya (meninggal). Bayi seperti ini yang disebut dengan istilah bayi resiko tinggi.(surasmi,dkk.2003)
Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat nafas(SGN/RDS). Respiratory distress syndroma (RDS) didapatkan sekitar 5-10% pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada perempuan (nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuansi juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio sesarea serta perdarahan antepartum.(surasmi,dkk)
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bayi resiko tinggi dapat hidup dengan baik tanpa mengalami cacat. Hal ini terjadi jika ia dirawat diruang perawatan intensif neonatus, dengan tenaga perawat yang memiliki spesialisasi keahlian di bidang tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat kasus ini.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan sindroma gawat nafas.
1.2.2 Tujuan khusus
Sedangkan tujuan khusus dari penulisan ini adalah:
v Mengetahui pengertian dari sindroma gawat nafas
v Mengetahui etiologi dari sindroma gawat nafas
v Mengetahui patofisiologi dari sindroma gawat nafas
v Mengetahui manifestasi klinis dari sindroma gawat nafas
v Mengetahui penatalaksanaan dari sindroma gawat nafas
BAB 11
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Sindroma gawat nafas ( respiratory distress syndroma ) adalah:
v Istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan perkembangan maturitas paru (whalley dan wong,1995).
(Surasmi,Asrining,dkk.2003 hal 70)
v Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar dari 60x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi. (ngatisyah,2005 hal 23)
v Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari 60x/i atau kurang dari 30x/i dan mungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala tambahan gangguan nafas sebagai berikut:
· Bayi dengan sianosis sentral (biru pda lidah dan bibir)
· Ada tarikan dinding dada
· Merintih
· Apnea (nafas berhenti lebih dari 20 detik)
(PONED,2004)
v Menurut petty dan asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea), frekuensi nafas meningkat (tachypnea), sianosis yang menetap dengan oksigen, penurunan daya perkembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, konesti vasculer, perdarahan, oedema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
v Menurut murry et.al (1998) disebut RDS apabila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non pulmonar.
v Menurut Bernard et.al (1994) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal= 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan Pa02 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyongkong suatu RDS.
2.2 ETIOLOGI
Gangguan traktus respiratorius:
v Hyaline membrane disease (HMD)
Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi (bayi prematur)
v Transient tachypnoe of the newborn (TTN)
Paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi Caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
v Infeksi (pneumonia)
v Sindroma aspirasi
v Hipoplasia paru
v Hipertensi pulmonal
v Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma)
v Pleural effusion
v Kelumpuhan saraf frenikus
Luar traktus respiratoris:
v Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.
2.3 PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahAwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Menurut Surasmi,dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
v Takhipneu (>60x/i)
v Pernafasan dangkal
v Mendengkur
v Sianosis
v Pucat
v Kelelahan
v Apneu dan pernafasan tidak teratur
v Penurunan suhu tubuh
v Retraksi suprasternal dan substernal
v Pernafasan cuping hidung.
2.5 PEMERIKSAAN
v Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu (> 60 x/i ), pernafasan mendengkur,retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernafasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan nafas dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1. frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
2. mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obstruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala keatas, merintih, stridor dan akspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
3. warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbecak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietes, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan kapiler dapar dilakukan dengan cara:
· Nail bed pressure (Tekan pada kuku)
· Blancing skin test, caranya dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
3) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnay adalah gaduh, gelisah diselingi agitasi dan latergi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
v Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk mengetahui hipoglikemia). Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia), analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg , peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X menunjukan adanya atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur, pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamolan 33 minggu.
2.6 PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi dan Yuliandi (2001) dan Surasmi, dkk (2003) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
5) Mencegah hipotermi
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
v Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
v Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan cairan paru
v Fenobarbital
v Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati pnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari caiaran amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).
2.7 TINDAKAN SEGERA
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajeman yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi dan pada penatalaksanaan kelahiran dengan usia kehamilan 32 minggu dan kurang dianjurkan memberikan dexametason atau betametason 48-72 jam sebelum persalinan. Pemberian glukortikoid juga dianjurkan karena berfungsi meningkatkan perkembangan paru janin.
BAB 111
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
Ø Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar dari 60x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi. (ngatisyah,2005 hal 23)
Ø Adapun etiologinya:
Gangguan traktus respiratorius:
Hyaline membrane disease (HMD), Transient tachypnoe of the newborn (TTN), Infeksi (pneumonia), Sindroma aspirasi, Hipoplasia paru, Hipertensi pulmonal. Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma), Pleural effusion, Kelumpuhan saraf frenikus.
Luar traktus respiratoris:
Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.
Ø Menurut Surasmi,dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
Takhipneu (>60x/i), Pernafasan dangkal, Mendengkur, Sianosis, Pucat, Kelelahan, Apneu dan pernafasan tidak teratur, Penurunan suhu tubuh, Retraksi suprasternal dan substernal, Pernafasan cuping hidung.
Ø Menurut Suriadi dan Yuliandi (2001) dan Surasmi, dkk (2003) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
v Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
v Mempertahankan keseimbangan asam basa
v Mempertahankan suhu lingkungan netral
v Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
v Mencegah hipotermi
v Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat
4.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan adalah laksanakanlah penatalaksanaan yang sebaik-baiknya pada neonatus dengan sindroma gawat nafas ini, dan hindari terjadinya kelahiran prematur serta persalinan dengan seksio sesarea tanpa indikasi medis. Sehingga pada akhirnya akan dapat menurunkan ngka kematian neonatus.
DAFTAR PUSTAKA
Surarmi,Asrining,dkk.2003.perawatan bayi resiko tinggi.Jakarta:EGC
Ladewing,patricia,dkk.2006.buku saku asuhan keperawatan ibu, bayi baru lahir edisi 5.Jakarta.EGC
Ngatisyah.2005.perawatan anak sakit edisi 2.Jakarta:EGC
Suriadi dan yuliana.2001.asuhan keperawatan pada anak edisi 1.Jakarta:CV Sagung seto
www.askep-askeb-kita.blogspot.com
Next Post Previous Post