KOMPAS.com - Trombosis atau penggumpalan darah, rentan terjadi usai melakukan operasi ortopedi. Kondisi ini terjadi akibat banyaknya pembuluh darah yang terluka, sehingga mengganggu aliran darah dan berisiko mengakibatkan pembekuan. Kondisi ini kerap terjadi pada operasi ortopedi skala besar, seperti penggantian lutut atau panggul. Meski begitu, sebenarnya kondisi ini dicegah dengan mengonsumsi obat antikoagulan.
Hasil penelitian di Departemen Hematologi dan Departemen Ortopedi FKUI/RSCM pada 2009 menunjukkan, 61,5 persen pasien mengalami trombosis usai operasi ortopedi. Trombosis ini terjadi di aliran pembuluh darah balik (vena), yang dikenal dengan nama deep vein trombosis (DVT). Sedangkan di negara barat, kejadian serupa berkisar 40-80 persen.
"Keadaan ini dulu tak disadari dokter atau pasien yang melakukan operasi. Padahal trombosis berisiko mengakibatkan kematian mendadak, karena kita tidak tahu lokasi sumbatan atau jika sumbatannya lepas dan menyangkut di arteri koroner," kata ahli hematologi dan onkologi media dari FKUI-RSCM, Prof Dr dr Karmel Lidow Tambunan saat temu media bertema Pemberian Obat golongan Tromboprofilaksis Sebagai Upaya Pencegahan Komplikasi dan Kematian Akibat Trombosis, di Jakarta, Jumat (4/10/2013).
Kondisi ini, kata Karmel, sebetulnya bisa dicegah. Pasien yang akan melakukan operasi besar, sebaiknya mengkonsumsi obat antikoagulan (tromboprofilaksis) sebelum dan setelah operasi. Untuk operasi panggul, lamanya konsumsi antikoagulan adalah 35 hari. Sedangkan pada operasi lutut hanya 15 hari.
"Saat ini sudah tersedia antikoagulan yang bisa dikonsumsi oral. Kondisi ini tentu lebih baik karena membantu kepatuhan pasien, dalam mengkonsumsi antikoagulan dibanding bentuk injeksi," kata Karmel.
Para lansia lebih rentan menderita trombosis usai operasi ortopedi, peluangnya kurang lebih 50 persen. Hal ini terjadi karena pembuluh darah tidak lagi elastis, aliran darah terlalu cepat atau lambat, dan kondisi darah itu sendiri.
Lebih lanjut, ahli ortopedi FKUI-RSCM Dr dr Andri Lubis, SpOT (K) menjelaskan, operasi penggantian lutut dan panggul memang lebih sering terjadi pada lansia. Tindakan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup ini dilakukan dengan mengoreksi bagian atas tulang akibat adanya pengapuran (ostheoarthritis). Dengan pemasangan implan, penderita bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
"Operasi penggantian panggul dan lutut umumnya dilakukan lansia berumur 60-65 tahun, dengan tingkat keberhasilan 80-90 persen. Namun patut diingat operasi ini juga berisiko besar menyebabkan DVT mencapai 50 persen," kata Andri.
Untuk menanggulangi risiko ini, Andri menyarankan pemberian antikoagulan. Tentunya dengan dosis yang dipertimbangkan supaya tetap efektif, tapi tidak menyebabkan pendarahan. Pemberian antikoagulan akan mencegah penggumpalan, sehingga implan bisa bekerja maksimal meningkatkan kualitas hidup lansia.
Obat tromboprofilaksis oral terbagi atas dua golongan, yaitu Xa dan direct thrombin inhibitor (DTI). Golongan Xa terdiri atas apixaban dan rivaroxaban. Sedangkan dari golongan DTI adalah dabigatran.
"Baru-baru ini kami meluncurkan tromboprofilaksis jenis apixaban. Obat ini bisa dikonsumsi dengan dosis 2,5 miligram, sebanyak dua kali sehari. Saat ini golongan apixaban merupakan antikoagulan yang harus diminum 12-24 jam paca operasi," kata Marketing Director PT Pfizer Indonesia, Matthew Golden.