Gambaran faktor penyebab akseptor tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi IUD di RB
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan berbangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada “Catur Warga” atau Zero Population Grow (pertumbuhan seimbang) yang menghasilkan keluarga berkualitas. (Manuaba, 1998). Sasaran utama program Keluarga Berencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Dalam hal ini gerakan Keluarga Berencana tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, namun yang lebih penting lagi adalah kontribusi KB dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan keluarga yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas bangsa. (Mochtar , 1998).
Berbagai usaha di bidang gerakan KB sebagai salah satu kegiatan pokok pembangunan keluarga sejahtera telah dilakukan baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sendiri. (Mochtar, 1998). Usaha ini antara lain dengan senantiasa memberikan kesempatan seluas – luasnya kepada PUS untuk ikut berpatisipasi dalam menciptakan NKKBS melalui pemakaian alat kontrasepsi.
Intra Uterine Devices (IUD) merupakan alat kontrasepsi metode efektif mekanis, dipandang dari segi efektivitasnya IUD mempunyai efektivitas yang cukup tinggi dalam mencegah kehamilan yaitu berkisar antara 1,53 per 100 wanita per tahun pertama dan menjadi rendah pada tahun – tahun berikutnya. Dari angka keefektivan tersebut maka dengan pemakaian IUD diharapkan menekan terjadinya kenaikan angka kelahiran di Indonesia sehingga akan terbentuk keluarga yang berkualitas. (Manuaba, 1998).
Hal ini karena perkembangan di lapangan menunjukkan bahwa dalam menggalakkan pemakaian IUD sangat ditekankan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) untuk mendapatkan peserta KB IUD sebanyak – banyaknya, tanpa dipertanyakan ataupun dievaluasi apakah dengan cara itu kecenderungan menurunnya pemakaian IUD bisa dihentikan. (BKKBN, 2004).
Data tahun 1971 menunjukkan 55,3% peserta KB aktif adalah pemakai IUD, pada tahun 1997 menurun menjadi 21,5%. Penurunan ini juga terlihat dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yaitu tahun 1991 adalah 13,3% dari 49,7% PUS yang ber-KB. Tahun 1994 mengalami penurunan yaitu menjadi 10,3% dari 54,7% PUS ber-KB dan menurun lagi pada tahun 1997 menjadi 8,1% dari 57,4% PUS ber-KB.
Di Provinsi Lampung terjadi penurunan penggunaan kontrasepsi IUD setiap tahunnya. Pada tahun 2001 akseptor IUD 3,38%, pada tahun 2002 turun menjadi 2,88 %, kemudian tahun 2003 lebih rendah lagi pencapaiaanya hanya 2,67 %.
Selanjutnya di RB Al-Anies juga terjadi penurunan pada tahun 2001 yaitu 7,5 % kemudian tahun 2002 turun sedikit menjadi 7,2 %, namun pada tahun 2003 terjadi penurunan yang cukup besar yaitu menjadi 5,3 %. Kondisi ini merupakan tantangan bagi gerakan Keluarga Berencana untuk mensukseskan gerakan program Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKPJ) khususnya IUD. (BKKBN, 2004).
Penggunaan kontrasepsi Intra Uterine Devices (IUD) lebih sering digunakan karena efektifitasnya tinggi namun ada beberapa hal yang menyebabkan penggunaan IUD tidak berlanjut, hal ini diantaranya disebabkan oleh efek samping yang merupakan alasan medis utama dari penghentian pemakaian IUD yaitu kira –kira 4 – 15 % dalam satu tahun disamping kehamilan dan ganti cara kontrasepsi lain. (Hartanto, 2002).
Berdasarkan data di atas penulis akan melaksanakan penelitian tentang faktor – faktor yang menjadi penyebab akseptor tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi IUD di RB Al Anies Branti Raya Natar.