TEMPO Interaktif, Jakarta: Berita menyedihkan itu datang dari Bengkulu Selatan. Haikal, seorang bayi berusia 5 tahun, "memelihara" 1,5 kilogram cacing kremi (Oxyuris vermicularis) di dalam perutnya.
Hal ini diketahui setelah dokter dan tim medis Rumah Sakit Umum Daerah Manna membedah perut anak pasangan suami-istri Sudirman, 28 tahun, dan Helmi, 28 tahun, warga Desa Serian Bandung, Kecamatan Semidang Alas Maras, Bengkulu Selatan, ini pada 19 September lalu.
Berdasarkan keterangan Sudirman, awalnya sang anak mengeluhkan sakit perut yang tidak tertahankan. Melihat kondisi buah hati tercinta, sang orang tua memberikan obat-obatan tradisional dan membawa berobat ke mantri desa. "Namun Haikal terus mengeluh sakit. Karena tidak ada perubahan, besoknya kita membawanya ke rumah sakit," Sudirman menceritakan.
Awalnya, diagnosis dokter menyatakan terdapat sebuah benda aneh di dalam perut Haikal sehingga diputuskan untuk melakukan pembedahan.
Tidak ada yang menyangka ternyata benda aneh yang membuat Haikal kesakitan adalah kurang-lebih 270 ekor cacing kremi. Kedua orang tua Haikal tidak pernah menyangka anaknya menderita cacingan. Sebab, selama ini buah hati tercintanya tidak pernah menunjukkan gejala-gejala mengidap penyakit tersebut. "Dia jarang sakit, perut juga tidak buncit seperti penderita cacingan lainnya," kata Sudirman, yang mengaku selalu memberikan makanan bersih dan air minum yang dimasak untuk buah hatinya. Meskipun kedua pasangan petani sering berkebun, sang anak biasanya ditinggal dengan sang nenek dan tidak dibiarkan bermain kotor.
Menurut Prof dr Saleha Sungkar, dari Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, cacingan adalah gangguan kesehatan akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh. Penyebab cacingan yang populer di Indonesia adalah cacing pita, cacing kremi, dan cacing tambang. Biasanya cacing bisa dengan mudah menular. Karena anak-anak sering bermain di tanah, cacingan banyak mengintai si kecil.
Saleha menerangkan, cacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara tropis, termasuk Indonesia. Penyakit ini menyebabkan anak menjadi kurang gizi (malnutrisi), anemia, tingkat inteligensi (IQ) menurun, lemas tak bergairah, mengantuk, malas beraktivitas, serta berat badan rendah.
Gejala penyakit cacingan pun akan sulit dideteksi jika jumlah cacing yang bersarang dalam tubuh masih sedikit. "Penyakit cacingan memang masih sulit didiagnosis dokter jika jumlah cacingnya sedikit. Biasanya gejala akan timbul jika sudah banyak larva cacing yang bersarang dalam tubuh."
Cara cacing masuk ke tubuh pun beraneka ragam. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides), yang bersarang dalam tubuh dengan jumlah telur infektif 100-200 ribu per hari, biasanya masuk melalui makanan.
Adapun cacing cambuk (Trichuris trichiura)--telur infektif yang ada di dalam tubuh sebanyak 3.000-5.000 dalam waktu 3-6 minggu--biasanya juga masuk lewat makanan. Telur cacing cambuk yang infektif bisanya berjumlah 9.000-10.000 dalam waktu tiga hari. "Berkembangnya penyakit ini juga dipengaruhi banyak faktor, mulai faktor iklim tropis, kebersihan tubuh, sanitasi lingkungan, sosial-ekonomi, hingga kepadatan penduduk,"
Saleha menerangkan. Untuk telur cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) biasanya bisa berkembang dalam tubuh lewat makanan dan kulit. Saleha menuturkan, ancaman penyakit cacingan pada generasi penerus perlu ditangani dengan serius.
Dia mengutip penjelasan Bank Dunia bahwa cacingan menurunkan kualitas sumber daya manusia, terutama pada negara berkembang. Karena itu, pengendalian cacing merupakan strategi paling efektif yang dimulai melalui pengetahuan masyarakat tentang cacing, cara penularan, gejala, dan pengobatannya. Selain itu, sanitasi lingkungan dan pengobatan massal memegang peran penting untuk memutus daur hidup cacing.
Sementara itu, dr Rika Purnamasari, Direktur Rumah Sakit Manna, yang merawat Haikal, mengatakan kondisi pasiennya telah berangsur membaik dan belum memperlihatkan ada penyakit lain. "Haikal beruntung segera dibawa ke rumah sakit. Sebab, bila terlambat, cacing-cacing yang hidup dalam tubuhnya dapat terus berkembang biak dan mengganggu fungsi organ tubuh Haikal. Rika mengatakan tidak semua penderita cacingan menunjukkan gejala kurus dan perut membuncit seperti gejala umumnya.
HADRIANI P | PHESI ESTER JULIKAWATI