KOMPAS.com - Lesunya bisnis batik beberapa tahun silam merupakan akibat dari sedikitnya orang yang mau menjadi pembatik. Proses membatik yang rumit, dan total waktu pembuatannya yang cukup lama menjadi salah satu hal yang menyebabkan rendahnya minat generasi muda yang ingin menjadi pembatik. Selain itu, faktor ekonomi tampaknyajuga menjadi faktor utama penghambat kemajuan batik.
"Beberapa tahun lalu, hanya sedikit masyarakat yang mau pakai batik. Promosinya kurang, sehingga para pembatik pun kehilangan pesanan batik, dan tidak bisa menghidupi keluarganya. Tak heran kalau anak-anak muda pun akhirnya tidak mau jadi pembatik," ungkap Gamal Bya, staf pemasaran batik dari Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta, kepada Kompas Female, di sela-sela acara World Batik Summit 2011 di Jakarta Convention Center, Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2011) lalu.
Namun upaya tiada henti bangsa Indonesia untuk melestarikan batik (sebagai teknik melukis di atas kain) akhirnya membuahkan hasil. Batik diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia nonbendawi dari Indonesia pada 2 Oktober 2009 lalu. Sejak itu, gairah batik nasional yang sempat lesu menjadi bangkit kembali.
Meskipun batik kembali populer, bahkan banyak perusahaan yang mewajibkan karyawan memakai busana batik pada hari-hati tertentu, masih ada beberapa persoalan yang menjadi keprihatinan. Ike Nirwan Bakrie, ketua Rumah Pesona Kain, mengatakan bahwa kualitas batik sekarang ini sangat berbeda dengan batik zaman dulu.
Sebagai pecinta kain batik, Ike menganggap kain batik buatan pembatik jaman dahulu memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan batik saat ini. Salah satunya adalah tingkat kehalusan batiknya. Ike menganggap bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah "perasaan" si pembatik. "Menurut saya, batik zaman dulu itu dibuat dengan penuh perasaan dan cinta. Misalnya, mereka membuat batik untuk anaknya, kekasihnya, ataupun keluarga yang mereka cintai," tukas Ike.
Hal senada juga diungkapkan oleh Gamal Bya, yang mengungkapkan bahwa ada sedikit pergeseran orientasi dan motif di balik batik. "Batik tulis yang asli memang harganya kurang terjangkau masyarakat kecil karena proses pembuatannya yang rumit. Maka, sekarang dikenal batik cap yang harganya lebih murah agar lebih terjangkau," ungkapnya.
Pembuatan batik saat ini lebih didasari motivasi ekonomi, sehingga menjadikan batik sebagai suatu industri pakaian. Artinya, batik dibuat dengan teknik yang lebih mudah, dan diproduksi secara massal untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Seharusnya, menurut Gamal, apapun motifnya, kita tetap memiliki rasa cinta terhadap apa yang kita kerjakan agar hasilnya maksimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menghasilkan batik yang berkualitas adalah dengan mengharuskan pembatik mengikuti standar nasional Indonesia (SNI).
Sent from Indosat BlackBerry powered by