TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Kesehatan memperkirakan ada hampir 20.000 penduduk mengalami gangguan kesehatan jiwa. Angka itu diperparah lagi dengan masih minimnya jumlah psikolog di Indonesia. "Kita termasuk negara yang kekurangan psikolog/psikiater terbanyak, perbandingannya 0,03 psikolog per 100.000 penduduk," ungkap Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Irmansyah, di kantornya pada 21 Oktober 2011.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, setidaknya terdapat 4,6 per 1.000 penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat. Prevalensi tertinggi berada di DKI Jakarta, yakni 20,3 per 1.000 penduduk. Angka itu, kata Irmansyah, bisa saja lebih besar. "Karena masih banyak kasus seperti pemasungan yang tidak terdeteksi karena berada di pelosok," tuturnya.
Banyaknya jumlah itu, kata Irmansyah, tidak diimbangi dengan jumlah psikolog atau psikiater. Tidak hanya itu, jumlah rumah sakit jiwa juga diakuinya masih minim "Orang yang berobat banyak, tapi tidak bisa dibantu semuanya karena fasilitas kurang," kata Irmansyah.
Irmansyah menjelaskan, pelayanan psikiatri hanya tersedia di rumah sakit umum pusat dan pendidikan. Saat ini, terdapat sebanyak 48 rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur yang hanya 7.700 buah. "Masalahnya, SDM dan fasilitas belum mencukupi," imbuhnya.
Untuk mengurangi angka itu, lanjutnya, berbagai upaya diklaim tengah dilakukan Kementerian. Salah satunya penguatan kapasitas SDM dengan melatih tenaga kesehatan untuk pelatihan khusus kesehatan jiwa di tingkat puskesmas. Jadi, kata Irmansyah lagi, pasien tidak perlu berobat ke rumah sakit.
Terdapat juga program "Desa Siaga Sehat Jiwa" yang sedang dikembangkan oleh Kementerian dengan bantuan pemerintah daerah. "Juga pemenuhan sarana/prasarana, termasuk pengadaan obat kesehatan jiwa di tingkat layanan dasar," tuturnya.
RIRIN AGUSTIA
.png)
