Inilah Para Pemburu Kopi

Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
Inilah Para Pemburu Kopi
Oct 10th 2011, 01:50

TEMPO Interaktif, Jakarta - Dua puluh satu buah cangkir berisi bubuk kopi yang terbagi dalam tiga kelompok terhidang di tengah meja. Setiap kelompok berisi tujuh cangkir itu dilabeli A, D, dan E. Dengan penuh perhatian, Anto Sumarjo, 36 tahun, menciumi satu per satu bubuk kopi itu. Dihirupnya dalam-dalam aroma kopi dari cangkir berlabel A. Setelah itu, dia beralih ke cangkir berlabel D dan E.

Keenam rekannya melakukan hal serupa. Mereka mendeteksi aroma khas dari tiap kelompok kopi yang berasal dari perkebunan yang berbeda. "Kalau dari aroma, kopi yang A menang," kata Anto setelah menciumi kopi label E. Pendapat Anto diiyakan rekan-rekannya.

Kegiatan itu berlangsung di Gedung Wisma Lintang, Jalan Taman Kemang, Nomor 20, pada 29 September lalu. Digelar oleh Komunitas Penggemar Kopi, kegiatan itu disebut dengan istilah cupping. Mereka melakukannya terhadap kopi jenis arabika asal Toraja, Sulawesi Selatan. Kopi-kopi tersebut berasal dari tiga perkebunan berbeda, yakni di Karangan, Angin-angin, dan Pasungken.

Mendeteksi aroma bubuk kopi, yang dikenal dengan dry aroma, merupakan salah satu bagian dari cupping. Setelah dry aroma, bubuk kopi tersebut akan dituangkan air panas. Setelah tiga menit, kopi akan diseruput. Pada tahap ini, karakter kopi yang meliputi keasaman, cita rasa manis, dan body (tekstur) kopi bisa diketahui.

Penggagas Komunitas Penggemar Kopi, Uji Saptono, 39 tahun, mengatakan cupping kopi dilakukan untuk mencari profil kopi secara spesifik. Dari sini karakter kopi akan dideskripsikan sehingga bisa direkomendasikan kopi tersebut lebih cocok dibuat apa. Misalnya apakah lebih cocok dibuat cappuccino, vanilla latte, atau moccacino.

Deskripsi kopi yang didapat juga bisa digunakan untuk mengetahui pasar perdagangan kopi. Tak mengherankan jika yang bergabung dalam komunitas ini berasal dari beragam latar belakang. Ada petani kopi, eksportir kopi, roaster (pemanggang kopi), bahkan barista (orang yang pekerjaannya membuat dan menyajikan kopi kepada pelanggan) maupun pengusaha kopi. "Kegiatan cupping ini kan jurus dasar untuk mengembangkan bisnis kopi. Ibaratnya ini kuda-kuda," kata Uji.

Salah satu pengusaha kopi yang bergabung dengan komunitas ini adalah Andreas Andrianto, 38 tahun. Awalnya Andreas adalah fotografer lepas. Pada Mei 2009, secara tak sengaja dia membaca sebuah artikel yang menggambarkan merananya kondisi kopi Indonesia. Sejak itu dia mulai mencari tahu dan mendalami soal kopi-kopi Indonesia. Ketertarikan ini membuatnya menekuni bisnis kopi.

Saat ini Andreas mengelola Cangkir Coffee, yang berlokasi di Prudential Tower di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Selain karena alasan bisnis, kiprahnya di Komunitas Penggemar Kopi dilandasi idealisme. "Saya ingin membangkitkan lagi (kejayaan) kopi Indonesia," kata Andreas.

Bukan cuma dari kalangan pengusaha, motivasi serupa juga datang dari kelompok tani. Saladdin Akbar, 30 tahun, bergabung dengan Komunitas karena merasa terpanggil melihat kondisi perkebunan kopi di Tanjung Jabung Barat, Jambi. Provinsi Jambi adalah salah satu daerah penghasil kopi jenis liberica di Indonesia. Kopi dari daerah itu bahkan diperdagangkan ke Malaysia.

"Ironisnya, kopi dari daerah kami tidak dikenal. Kopi yang dijual ke Malaysia malah menggunakan nama Liberica Malaysia," kata Saladdin. Dia mengharapkan kopi liberica dari Jambi bisa dikenal dan mendapat tempat di dalam negeri.

Komunitas yang berdiri pada 2006 ini mengkhususkan untuk lebih menggali kopi-kopi lokal Indonesia. Selain kopi asal Toraja yang di-cupping sore itu, di-cupping kopi-kopi lainnya. Di antaranya kopi dari Wamena, Papua, dan kopi asal Gayo, Aceh. Paling tidak sepekan sekali Komunitas melakukan cupping.

Rutinitas ini sengaja dilakukan untuk menjaga sensitivitas anggota Komunitas terhadap cita rasa kopi. Selain cupping, kegiatan lain yang dilakukan komunitas dengan anggota sampai ratusan orang ini adalah pelatihan barista serta konsultasi untuk pemasok kopi mentah.

Bagi anggota, kopi lebih dari sekadar komoditas perdagangan. Karena itu, melakukan cupping kopi-kopi lokal ini berarti mengapresiasi kopi dalam negeri. Secara tidak langsung cupping menjadi alat untuk melestarikan kopi-kopi dalam negeri. "Kopi adalah barang eksklusif yang harus diperlakukan dengan baik. Kalau salah mengolah, selesai," ujar Anto, yang pernah jadi barista dan kini menekuni kegiatan roaster kopi.

AMIRULLAH

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Next Post Previous Post