Cervical cancer vaccine (doc Corbis)
VIVAnews - Kanker leher rahim atau serviks menjadi pembunuh tertinggi wanita penderita kanker di dunia. Seiring keganasannya, kanker yang umumnya dipicu Human Papilloma Virus (HPV) ini bisa menjadi ancaman serius bagi pria.
Pada pria, penularan virus tersebut umumnya terjadi melalui kontak kelamin atau oral seks dengan wanita yang mengidap kanker serviks. Ini terekam dalam sejumlah penelitian yang menunjukkan lonjakan pria pengidap kanker mulut atau tenggorok yang terkait dengan HPV.
"(Penularannya) bukan hanya karena hubungan seks semata, tetapi bisa menular karena oral seks, anal seks maupun kontak manual genital," kata dr Enny Setyowati Pamuji, di hadapan peserta seminar 'Kenali Sejak Dini Kanker Serviks', di Yogyakarta, Sabtu, 29 Oktober 2011.
dr Eni mengatakan bahwa kanker serviks menempati urutan pertama dari berbagai kasus kanker di Indonesia. Ia mengungkap data di mana sebanyak 700 wanita meninggal dunia akibat ganasnya kanker tersebut. Setiap hari, ditemukan 40 kasus baru kanker serviks.
Risiko kanker serviks meningkat pada wanita perokok, mereka yang senang berganti-ganti pasangan intim, menikah usia dini, dan mereka yang terkena HIV/AIDS.
Mayoritas kanker servik terjadi akibat paparan HPV. Virus yang berukuran sangat kecil, tidak lebih dari 55 nanometer. "Memiliki ratusan tipe, yaitu 16, 18, 31, 33, 35, 41, 51, 52, 56, dan 58 yang paling banyak ditemukan pada kanker," ujarnya. "HPV tipe 16 atau 18, merupakan 70 persen penyebab kanker serviks."
Selain kanker, HPV juga bisa menyebabkan terjadinya kutil kelamin, kanker vulva, dan kanker vagina. "Infeksi HPV itu sendiri sebenarnya tidak menimbulkan gejala. Bahkan orang yang terinfeksi bisa jadi tidak menyadari kalau sudah terinfeksi dan bahkan sudah menularkan pada orang lain," ujarnya.
Pada wanita, gejala-gejala baru muncul ketika telah berkembang menjadi kanker, seperti keputihan yang tidak sembuh-sembuh, dan secara spesifik keputihan itu berwarna keruh serta berbau busuk. Terjadi perdarahan setelah berhubungan seks, dan pendarahan di luar siklus haid.
Karenanya perlu deteksi dini dengan beberapa metode seperti papsmear, teknik thin prep, dan IVA. "Akan lebih baik jika melalukan pencegahan dengan berperilaku hidup sehat, melakukan screening, deteksi dini, melakukan vaksinasi untuk menumbuhkan kekebalan," ujarnya.
Laporan: Juna Sanbawa| Yogyakarta, umi
• VIVAnews
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.
' ); $.ajax({ type: "POST", url: "/comment/load/", data: "valIndex=" + a + "&articleId=" + b + "&defaultValue=" + c, success: function(msg){ $("#loadkomen").html(msg); //$(".balasan").hide(); } }) }