KOMPAS.com - Survei yang dilakukan oleh Meat & Livestock Australia (MLA) terhadap 250 ibu bekerja di Jakarta, menunjukkan bahwa hanya dua dari 10 ibu yang memasak untuk keluarganya pada akhir pekan. Sisanya, bisa Anda tebak, memilih untuk mengajak keluarganya jajan di luar rumah.
Dari dua ibu bekerja yang memilih memasak di akhir pekan, ada kesamaan yang mereka miliki, yaitu suka beraktivitas di rumah. "Good thing starts at home. Bagaimana mereka mengisi weekend dengan kegiatan yang kreatif dan produktif bersama anak. Misalnya, dengan memasak praktis, cepat, dan enak," tutur Isye Iriani, Marketing Manager MLA, saat final program Iron Fam di Jakarta Convention Center, Sabtu (10/12/2011) lalu.
Memang, pada umumnya kesibukan di kantor membuat ibu bekerja tak dapat memasak menu makanan pada hari-hari kerja. Namun pada akhir pekan, keluarga cenderung memilih mall sebagai tempat untuk rekreasi sekaligus tempat makan. Pergi ke mall memang dianggap lebih praktis, tetapi jika kegiatan ini dilakukan setiap akhir pekan, anak-anak jadi tidak kreatif.
Kegiatan memasak bersama pada akhir pekan sangat disarankan, agar ibu dapat memberikan asupan makanan yang bergizi, berimbang, dan bervariasi, demikian menurut Fabiola P. Setiawan, MPsi, psikolog anak dari Fakultas Psikologi Universitas Atmajaya Jakarta. Ketika sudah terbiasa menikmati makanan yang bervariasi di rumah, anak bisa menolak jajanan di luar yang kurang terjaga gizinya dan kurang variasinya. Selain itu, asyiknya memasak bersama pada akhir pekan kelak bisa menjadi kegiatan yang selalu ditunggu oleh anak.
Memasak bersama, menurut Fabiola memberikan banyak manfaat untuk perkembangan anak, yaitu:
1. Meningkatkan kehangatan keluarga. Aktivitas memasak tergolong sarat komunikasi, sehingga memungkinkan terjalinnya kehangatan antara ibu dan anak. Saat mengajarkan untuk memotong bahan makanan, misalnya, ibu akan memeluk anak dari belakang untuk memberikan contoh.
2. Meningkatkan wawasan anak. Sambil menyiapkan bahan dan memotong-motongnya, ibu bisa mengajarkan mengenai kandungan gizi pada makanan.Misalnya, apa kegunaan protein dan zat besi yang terdapat pada daging sapi untuk kesehatan anak.
3. Melatih konsentrasi dan daya ingat. Saat mulai memasak, anak belajar untuk mengikuti resep yang diberikan oleh ibu. Ketika kegiatan ini dilakukan secara rutin, lama-kelamaan anak akan mulai memasak tanpa panduan resep karena sudah hafal apa yang harus dilakukan.
4. Mengembangkan sensitivitas rasa. Anak belajar berpendapat, apakah ia dapat mencium aroma bahan makanan yang masih segar, atau apakah masakannya sudah enak atau belum. Namun sensitivitas rasa tidak hanya berlaku saat anak mencicipi masakannya. Sensitivitasnya terhadap tekstur bahan makanan, juga akan berpengaruh saat ia mengerjakan tugas prakaryanya. Anak akan belajar lebih detail dan teliti.
5. Melatih anak membuat keputusan. Anda bisa mengajak anak berdiskusi untuk menentukan makanan apa yang ingin dimasak. Kebiasaan ini akan membuat anak kelak terbiasa saat diminta membuat keputusan. Anak pun menjadi percaya diri untuk membuat keputusan-keputusan lain dalam hidupnya.
6. Meningkatkan tanggung jawab. Karena harus berangkat kerja pada pagi hari, Anda bisa mengajak anak menyiapkan bekal sekolahnya sendiri. Ia bisa memilih menu makanan dan menyimpannya dalam kotak makanan sendiri, dan menghabiskannya.
7. Membiasakan pola makan sehat. Ketika anak dibiasakan makan makanan rumahan yang lebih sehat, ia tidak akan ragu mengonsumsi sayuran atau buah-buahan, jenis makanan yang cenderung dihindari anak. Ia juga akan berani menolak jajanan di luar yang kurang bergizi.
8. Menghadirkan cinta untuk anak. Ketika Anda memasak makanan dengan penuh cinta untuk keluarga, anak pun akan merasakan cinta dari Anda. Konsistensi kegiatan memasak membuat anak memiliki daftar masakan favorit bundanya. Jangan kaget bila si kecil pamer pada teman-temannya, "Ibuku bisa masak sup merah, lho!"