Awas, Penyakit Ancam Pecandu 'Game Online'  

Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
Awas, Penyakit Ancam Pecandu 'Game Online'  
Dec 11th 2011, 04:18

Minggu, 11 Desember 2011 | 10:11 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah hampir empat jam Dion, 13 tahun, asyik di depan komputer sebuah warnet. Perhatian pelajar Kelas VII SMP itu terbetot pada game Pointblank. Bersama beberapa rekannya dia terlihat menikmati game online yang menggambarkan perang antara polisi dan teroris ini. Sesekali suaranya berseru, "Tembaaak!"

Begitu satu teroris mati, dia girang bukan main. Mukanya gembira. Sebatang rokok yang sedang menyala di asbak diambilnya. Dia irup dalam-dalam sambil mengepulkannya beberapa kali.

Pergi ke warnet dan bermain game telah dilakoni Dion sejak masih duduk di bangku kelas IV SD. Warnet selalu menjadi tujuannya usai pulang sekolah. Dia betah berlama-lama di warnet bahkan dari siang hingga malam. Pola makannya tak lagi teratur. Kadang-kadang cuma makan mi ayam, bakso, atau siomai. "Makannya dari tukang yang lewat," ujarnya.

Sering juga dia melewatkan waktu-waktunya dengan lupa makan. Tak mengherankan jika usai bermain game dia merasa badannya capek dan lemah. Mukanya pun terlihat pucat. "Sering lupa makan," ucap remaja bertubuh kurus ini.

Menurut guru besar ilmu pediatri Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Mohammad Juffrie, SpAK, Phd., apa yang dialami Dion bisa jadi tanda dari kecanduan game. Sebuah game, kata dia, biasanya di-set-up sedemikian rupa sehingga orang dipaksa terus-menerus memainkannya. Ini karena game memiliki level-level yang semakin meningkat dengan lawan atau pasangan serentak di berbagai tempat (multiplayer online games). Permainan seperti itu lazimnya menyajikan kisah di dunia maya yang tak pernah terselesaikan, sehingga menumbuhkan rasa penasaran.

Di balik kesenangan yang diberikan, kecanduan game bisa sangat membahayakan kesehatan. Dengan duduk berjam-jam terhanyut dalam permainan, pola makan anak-anak pecandu game biasanya jadi tidak teratur. Mereka jadi lupa dan tak mempedulikan waktu makan. Di sisi lain kondisi fisik akan sangat dikuras karena mereka sebetulnya berpikir juga. "Makan jadi tidak teratur, banyak penyakit yang datang," kata Juffrie.

Dokter yang berpraktek di RS Jogja International Hospital ini menerangkan saat seseorang tidak makan, sementara energi harus dikeluarkan, gula darah dalam tubuh akan turun. Nah tubuh akan mengkompensasi kondisi ini dengan mengambil cadangan energi dari lemak serta protein. Secara terus-menerus keadaan ini akan membuat jumlah asam laktat dalam tubuh meningkat. "Maka akan terganggulah sistem tubuh, seperti otak dan jantung," ujar Juffrie.

Dia menambahkan, kebiasaan menunda atau tidak makan yang biasa dilakukan pecandu game juga bisa meningkatkan produksi asal lambung. Pada gilirannya penyakit-penyakit akibat tingginya asam lambung akan mengintai seperti gastritis.

Dampak buruk kecanduan game bisa juga mewujud dengan kebiasaan ngemil terus-menerus. Ini terjadi bisanya pada anak yang bermain game di rumah. Anak-anak pun rawan terkena berbagai penyakit seperti obesitas dan diabetes.

Juffrie mengungkapkan sebuah penelitian tentang kecanduan game pada siswa pernah dilakukan pada beberapa sekolah dasar di Yogyakarta. Hasilnya, 25 persen siswa SD yang duduk di Kelas V tersebut mengalami obesitas. Sebanyak 45 persen siswa dari angka itu mengalami tensi meninggi, sehingga mengalami resistensi insulin. Resistensi insulin adalah kondisi jumlah normal insulin tidak memadai untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot, dan sel hati. Beragam penyakit bisa hadir akibat resistensi insulin seperti kolesterol tinggi, diabetes, atau obesitas. "Bayangkan, itu adalah penyakit yang biasanya datang pada umur 40 tahun ke atas, tapi ini terjadi pada usia sekolah dasar," ujar Juffrie.

Berlama-lama di depan layar komputer juga menimbulkan risiko lainnya: mata akan terpapar sinar ultraviolet tinggi. Mata anak-anak akan cepat rusak. Tak aneh jika anak-anak pecandu game yang biasa berlama-lama menatap layar monitor mempunyai mata yang tidak normal. Belum lagi jika kondisi warnet/game station kotor, pengap, dan penuh asap rokok. Beragam penyakit yang diakibatkan virus, bakteri, ataupun paparan asap rokok dijamin bisa membahayakan kesehatan anak.

Menurut sebuah penelitian, bermain game bisa memicu meningkatnya zat dopamine di dalam otak. Sebuah studi di Hammersmith Hospital, sebuah rumah sakit di London, Inggris, menunjukkan bahwa peningkatan kadar dopamine sama dengan meningkatnya kadar amphetamine, yang dapat menyebabkan kecanduan. Meningkatnya amphetamine inilah yang membuat para pemain menjadi asyik.

Namanya sudah kecanduan menjadikan kebiasaan ini sulit dihilangkan. Tak mengengangkan bila di luar negeri telah ada panti rehabilitasi untuk pecandu game. Di panti penyembuhan kecanduan game, Smith & Jones, di Amsterdam, Belanda, contohnya, pecandu yang menjalani penyembuhan adalah mereka yang sampai mengabaikan kehidupan sehari-hari, seperti sekolah, bekerja, bergaul, kebersihan, dan kesehatan pribadi, untuk sekadar tetap bermain sambil mengkonsumsi minuman penambah tenaga supaya tidak lelah dan jatuh tertidur.

Di Indonesia, panti semacam itu belum ada. Demi menghindari anak-anak dari kecanduan game dengan berbagai dampak buruknya, Juffrie menilai pengarahan orang tua pada anak-anak sangat diperlukan. Selain itu, orang tua juga seharusnya mampu menciptakan suasana rumah serta suasana belajar jauh lebih menyenangkan ketimbang bermain game. Sesekali bermain game boleh-boleh saja. "Tapi jadikan itu sebagai bentuk rekreasi, misalnya sepekan sekali boleh main game. Itu juga harus game yang mendidik," ujar Juffrie.

AMIRULLAH

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions
Next Post Previous Post