Rabu, 07 Desember 2011 | 15:18 WIB
TEMPO.CO, London - Para pecandu kerja yang beralasan bahwa mereka bekerja untuk memperbaiki kehidupan rumah tangganya yang tidak bahagia, dikatakan sedang menipu diri mereka sendiri, demikian diungkapkan sebuah penelitian.
Para peneliti menemukan hubungan antara kebahagiaan dalam bekerja dan kebahagiaan dalam kehidupan pribadi seseorang, khususnya di antara mereka yang menjadi sumber utama bagi penghasilan dalam rumah tangga. Namun hal ini tidak termasuk seseorang yang bekerja sebagai kompensasi dari ketidakbahagiaan kehidupan pribadi mereka.
Salah seorang peneliti, Profesor Yannis Georgellis dari Kingston University di London mengatakan, "Wilayah kehidupan pribadi dan pekerjaan tentu saja saling berhubungan. Kebahagiaan di rumah akan mempengaruhi pekerjaan Anda, begitu pula sebaliknya."
"Meskipun ada efek 'spillover' dari area kehidupan ke yang lain, tetapi tidak ada bukti bahwa orang yang sangat tidak bahagia di rumah merasa 'terpuaskan' dengan bekerja," lanjut Prof. Georgellis seperti dikutip Daily Mail 6 Desember 2011.
Survei atas kesimpulan ini dilakukan terhadap lebih dari 100 ribu orang di 30 negara Eropa dan dipublikasikan di British Journal of Management. Ditemukan pula bahwa ada hubungan tetapi lemah antara pekerjaan dan kepuasan bekerja di negara-negara kaya. Justru yang terkuat hubungannya berada di negara-negara lebih miskin, yakni di negara-negara Eropa Timur.
Menurut Prof. Georgellis, "Studi ini mengungkapkan bahwa secara umum bahagia saat bekerja menjadi kurang penting bagi wanita sejahtera ketika mereka mempunyai anak usia pra-sekolah. Kemungkinan ini dikarenakan perubahan prioritas para ibu bekerja." Namun, lanjut dia, kondisi tersebut berubah ketika anak-anak menjadi remaja yakni ketika hubungan antara pekerjaan dan kepuasan hidup secara keseluruhan lebih kuat karena para ibu seringkali kembali untuk bekerja di kantor.
DAILY MAIL/ ARBA'IYAH SATRIANI