KOMPAS.com - Saat menilai diri sendiri, apakah Anda termasuk tipe kritikus yang paling tajam dan jahat? Sikap self-critic bisa bermanfaat namun juga dampak berakibat buruk. Anda perlu segera mengatasinya.
Ketika rekan kerja memberikan ucapan selamat atas promosi yang baru saja Anda terima, Anda justru malah mengatakan kalau sebenarnya usaha yang dilakukan masih jauh dari cukup. Atau, yang paling simpel, ketika bercermin Anda jauh lebih memerhatikan kekurangan yang tampak dan mengabaikan kelebihan yang ada. Misalnya, rambut yang kusam, mata yang sembab, jerawat yang banyak.
Bila pikiran Anda kerap ditumpangi oleh pandangan negatif terhadap diri sendiri, maka tak heran kalau rencana dan keinginan harus berakhir sebatas wacana. Penyebabnya bukanlah orang lain atau alasan eksternal, melainkan pikiran Anda sendiri. Orang lain boleh saja memberi saran. Namun, Anda berpendapat, kritiklah diri sendiri jika ingin maju.
Sebenarnya, self-critic akan bermanfaat apabila Anda juga menghargai keberhasilan yang pernah diraih. "Self-critic akan berakibat buruk dan membuat kita menilai negatif diri sendiri bila dilakukan berlebihan. Yang terbaik adalah bersikap adil terhadap diri sendiri,"jelas Psikolog, Diantini Ida Viatrie, MSi dari Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur.
Seseorang cenderung berfokus pada keburukan atau kelemahan diri, karena tidak ingin dinilai jelek oleh orang lain. Karena itu, ia akan selalu berusaha menemukannya sebelum orang lain mengetahuinya.
"Masalahnya, apakah upaya kita untuk mengatasi hal itu realistis atau malah berlebihan? Jika realistis, kita tentu dapat menerima keburukan sebagai bagian dari diri dan berusaha mengimbangi semampunya. Yang berlebihan adalah jika kita menolak kelemahan ini mati-matian, sehingga malah terlihat konyol," lanjutnya.
Cara mengatasi "Percayalah pada diri sendiri. Terima kekurangan diri apa adanya, dan temukan kelebihan serta kehebatan kita. Ini akan lebih baik daripada mati-matian menolak keburukan atau kelemahan," saran Diantini.
Menerima diri apa adanya juga termasuk menerima keberhasilan yang diperoleh, bukan lantas malah merendah-rendahkan diri sendiri. Sikap wajar apa adanya ini sebenarnya tidak sulit dilakukan. Jadi, tidak ada gunanya menyabotase diri sendiri dengan menjadi kritikus terlalu tajam dan jahat terhadap diri sendiri. (Prevention Indonesia/Irene J. Meiske)