Minggu, 04 Desember 2011 | 06:26 WIB
TEMPO.CO, - Agnes Budhisurya bukan satu-dua tahun menjadi perancang busana. Desainer yang tergabung dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia kelahiran Jember pada 1945 ini sudah merancang busana sejak kuliah, pada 1970-an.
Saat itu karya Agnes malah sudah dipasarkan di luar negeri, lewat pameran internasional. Aksen dalam desain pertamanya banyak menggunakan bordir. Dalam perjalanan waktu, ia banyak menonjolkan lukisan di busana rancangannya. Sampai kini, lukisanlah yang menjadi ciri khas karyanya.
Di Jakarta Fashion Week 2012, Agnes menampilkan 48 koleksi busana bertema "Art in Fashion". Pemilihan bahan polos warna natural (hijau, cokelat, biru, terakota) berjenis sutra sifon atau taffeta yang ringan dan lembut, diberi coretan lukisan motif-motif bunga yang warnanya dihasilkan dari teknik cat tekstil media air.
Untuk teknik pewarnaan, waktu pembuatannya seminggu sampai dua bulan. "Tergantung tingkat kesulitan dan suasana hati. Kalau bagus, seminggu saja bisa selesai," kata Agnes.
Melukis di atas bahan lebih sulit dibanding melukis di atas kanvas. Menurut Agnes, selain perbedaan media dan pewarna (cat air dan cat minyak), ada perbedaan perlakuan pada bahan.
Bila melukis di atas bahan (Agnes mewarnai dengan kuas), cat yang tumpah harus segera dikeringkan karena bisa melebar ke bagian lain. Tapi tidak jarang "kecelakaan" pada proses pewarnaan itu menghasilkan motif tak terduga dan indah. Setelah diwarnai, baru bahan diberi motif.
Agnes menggunakan kain dan batik yang diberi cat ulang. Ia juga terinspirasi oleh ragam flora Nusantara sehingga membuat motif tumbuh-tumbuhan dan fauna, seperti daun monstera, bunga bougenville, heliokonia, simbar menjangan, dan kadak Papua.
Teknik memotong dan aplikasi menjadi pilihan alternatif bagi Agnes untuk menghasilkan motif lebih indah. Menurut Agnes, motif asli dari perajin batik yang masih naif dan natural dia sempurnakan. "Tanpa harus merusak keindahan aslinya."
Di sinilah pengaruh ketenangan dan kematangan dalam membuat desain. Jam terbang sebagai desainer dan keinginan menampilkan karya terbaik turut menentukan hasil akhir sebuah desain.
Beberapa koleksi yang diberi nama Aku dan Anugerah-Nya memperlihatkan kelembutan kain yang memberi siluet indah pada lekuk tubuh pemakainya. Keindahan pemberian Sang Pencipta itu dituangkan dalam lukisan di kain panjang berbentuk mantel lebar, menjuntai dan melayang di punggung. Modelnya sederhana, tangan dimasukkan di lubang pada sisi bahan.
Busana malam yang elegan berupa gaun warna hitam berpotongan dada rendah, jaket bahan menerawang, serta detail motif bunga teknik tempel di bagian punggung, dada, dan kedua bahu juga ia pamerkan.
Busana Agnes memadukan keindahan dan femininitas dalam potongan desain yang tak rumit. Blazer warna hijau lumut diberi hiasan aplikasi motif bunga pada dada. Tak ada kancing. Padanannya: rok panjang lebar, yang diberi aksen ikat pinggang lebar.
Sekalipun usianya telah 60 tahunan, Agnes menawarkan pilihan kepada pemakai busana usia muda. Ada dua gaya busana etnik, yakni tank top yang memperlihatkan perut, yang dipadankan dengan celana ketat dan balutan selendang bermotif bunga. Selain itu, gaun pendek asimetris dengan rok mini bahan tenun.
Pada event fashion tersebut, Agnes berkolaborasi dengan desainer aksesori, Ariani Pradjasaputra. Salah satunya, desain kemben, celana warna gradasi, dan jaket tenun. Kalung bulat dan besar dari bahan perak sebagai pusat daya tarik penampilan.
Beberapa koleksi memakai hiasan kepala berbentuk bunga dan dedaunan. Sudah delapan tahun ini Agnes dan Ariani bekerja sama untuk merek aksesori Aarti-Pieces of Art, koleksi premium dan terbatas bergaya etnik kontemporer.
EVIETA FADJAR