Minggu, 04 Desember 2011 | 06:15 WIB
TEMPO.CO, - Kenikmatan menyantap jeroan sapi atau kikil berkuah santan tinggal kenangan bagi Hadiono. Sejak 2007, dokter memvonis bapak 10 anak itu mengidap diabetes melitus tipe 2, sehingga makanan yang kaya akan lemak harus dipantang. Kini, sayur dan buah yang harus diperbanyak agar kadar gula darah pria 79 tahun itu tak melonjak.
Tingginya kadar gula darah membuat pria bertubuh gemuk itu limbung sehingga harus mendapat perawatan medis. Tubuh gemuk plus gemar menyantap makanan tinggi lemak adalah risiko tinggi untuk terjadinya diabetes, yang kerap disebut dengan penyakit gula. Apalagi usia sudah di atas 45 tahun.
"Lemak yang menumpuk di dalam perut atau lemak visceral adalah dasar untuk terjadinya diabetes," kata Dante Saksono Harbuwono, dokter spesialis endokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Hasil penelitian yang melibatkan lebih dari 700 orang dewasa dan diungkap dalam jurnal Annals of Neurology, Mei 2010, menyatakan, semakin berat volume lemak visceral, risiko untuk terkena diabetes tipe 2 akan terdongkrak. Karena itu, Dante mengingatkan, "Orang dengan perut buncit harus ekstra-waspada karena lebih rentan terkena diabetes."
Diabetes tipe 2 alias non-insulin dependent diabetes mellitus adalah diabetes yang tidak tergantung insulin. Meski tak serepot pada tipe 1, yakni diabetes tergantung insulin, diabetes tipe 2 tak boleh diremehkan.
Maklum, risiko komplikasinya tetap besar, seperti terjadinya gangguan pada mata, kaki, dan kulit; terdongkraknya kemungkinan darah tinggi (hipertensi); serta meningkatnya kemungkinan serangan jantung dan stroke.
Angka kejadian diabetes tipe 2 di Ibu Kota cenderung naik. Bahkan diperkirakan satu dari delapan warga Jakarta mengidap penyakit ini. Hal itu berdasarkan riset populasi oleh Divisi Endokrin dan Metabolik RSCM pada 2006, yang menyebutkan 25,4 persen responden mengalami prediabetes dan 12,8 persen sudah mengalami diabetes. "Angkanya sekarang mungkin lebih dari itu," kata Dante.
Untuk membuang lemak di tubuh, termasuk di perut, diet rendah lemak adalah kuncinya. Diet ini gampang-gampang susah dilakukan. Maklum, dalam keseharian, menu dengan unsur lemak, seperti penggunaan minyak kelapa, selalu hadir di depan mata. Bahkan, dalam gado-gado dengan beragam sayur pun, minyak tetap terlibat lewat tahu goreng atau bumbu kacangnya.
Dante juga menyoroti salah kaprah dalam kebiasaan makan orang Indonesia, yakni mengkonsumsi buah dan sayur, seperti salad, sebagai makanan penutup. Sudah saatnya kebiasaan itu diubah: sayur dan buah di depan, baru mengkonsumsi makanan pokok, seperti nasi yang mengandung karbohidrat tinggi. "Makan buah dan sayur di depan bisa memenuhi lambung agar keinginan makan nasi menjadi berkurang," ujarnya.
Pertimbangan lain yang tak kalah penting, buah dan sayur yang masuk lebih dulu akan merangsang keluarnya hormon inkretin, sejenis hormon yang dikeluarkan saluran usus. Selanjutnya, inkretin akan menuju ke pankreas, sehingga organ ini mengeluarkan insulin.
Nah, saat kadar insulin sudah cukup, dan makanan tahap kedua yang mengandung karbohidrat masuk, insulin akan menyetel agar sumber makanan ini tidak menjadi penyebab tingginya kadar gula darah di tubuh. "Tentu, agar kadar gula darah tak melonjak, asupan makanan yang manis-manis juga harus dikurangi," kata Dante.
l DWI WIYANA