Rabu, 28 Desember 2011 | 16:11 WIB
TEMPO.CO, Sidoarjo - Sidoarjo yang selama ini terkenal dengan kerupuk udang dan bandeng asapnya itu kini mencoba memperkenalkan batik mereka. Cara mempopulerkan batik ini cukup unik: sepuluh model memperagakan batik khas kota di Jawa Timur itu di Jalan Raya Lingkar Barat Taman Pinang. Aksi para model ini sontak mendapat perhatian pengguna jalan. Sejumlah pengendara tampak menikmati tontonan gratis ini.
"Fashion show ini untuk memperkenalkan batik motif khas Sidoarjo sekaligus acara penutup tahun," kata pengurus Dewan Kesenian dan Kerajinan Daerah Sidoarjo, Fenny Apridawati. Para peragawan dan peragawati dari Star Modeling ini mengenakan motif khas Sidoarjo, seperti beras kutah, naga, bandeng, udang, serta burung merak yang mengembangkan ekor panjang.
Warnanya—seperti halnya batik-batik pesisir utara Jawa—cerah, seperti biru, kuning, dan hijau. Berbeda dengan batik Solo dan Yogyakarta yang berwarna cokelat atau sogan.
Di Sidoarjo, perajin batik tulis berpusat di Jetis. Sejak dua tahun terakhir, terutama setelah Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya Persatuan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengakui batik sebagai warisan budaya dunia Indonesia—pembatik Jetis kebanjiran pesanan.
"Banyak sekolah yang memesan batik tulis," kata pemilik Batik Dahlia di Kampung Batik Jetis, Miftach. Pesanan batik, katanya, juga berdatangan dari berbagai daerah seperti Malang, Probolinggo, Jember, dan Surabaya.
Menurut Miftach, batik Jetis berkembang sejak 1675, serta mencapai masa keemasan pada 1975. Sekitar 20-an perajin memproduksi sarung dan jarik untuk memenuhi pesanan warga Madura. Namun belakangan pesanan berkurang setelah Madura berhasil mengembangkan batik di daerahnya. Lantaran tak ada inovasi lain, pada 1990-an banyak perajin yang gulung tikar. Hanya tersisa rumah batik Dahlia.
EKO WIDIANTO